Baca Referensi Serupa Lain (Klik Disini) |
”Korban di kalangan remaja akibat hubungan seks bebas sangat banyak. Hal ini selain disebabkan kurangnya informasi tentang seks, juga karena remaja sangat mudah mengatakan i love you. Jadi kurang memadainya penerangan seksual pada remaja bisa menyebabkan masalah seksualitas pada mereka,” ungkap Psikiater bagian Psikiatri FK Unpad/RSHS, Teddy Hidayat, pada seminar sehari Kesehatan Reproduksi di Aula Dinas Kesehatan Jabar yang diadakan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Cabang Bandung/Jabar dalam rangka Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-XIV POGI, Sabtu (22/5/04) sebagaimana dikutip HU Pikiran Rakyat, 26 Mei 2004.
Menurut dia, dalam usaha mengerti perubahan pada diri sendiri, remaja berusaha mencari keterangan ke sana-sini, tetapi sering usahanya tidak berhasil. Akibatnya keterangan didapat dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Misalnya dari bacaan porno, blue film, dll.
Remaja menurut Teddy, terdorong untuk membuktikan identitas dirinya sebagai pria atau wanita. Terkadang dorogan ini terjadi secara berlebihan, sehingga menimbulkan berbagai masalah seksual. Pada remaja pria dorongan yang berlebihan ini dapat menjurus kepada kenakalan remaja.
”Dari hasil polling dari 200 mahasiswa yang duduk di semester I,II, dan III di sebuah perguruan tinggi ternama di Bandung, 10% di antaranya mendapat informasi mengenai seks dari situs porno dan 60% lainnya dari film porno. Sisanya dari koran, tabloid, serta majalah,” jelas Teddy.
Selain itu, dari 200 responden, 50% mahasiswa di antaranya telah melakukan hubungan badan satu kali dan 20% di antaranya lebih dari dua kali atau berganti pasangan. Namun data ini hanya bersumber dari satu perguruan tinggi saja. Jadi jika respondennya lebih dari satu universitas, maka kemungkinan data tersebut bisa lebih.
Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab (dalam Diskusi Panel Islam dan Pendidikan Seks bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antarsesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang.
Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku baik dalam hal seksual, sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan
A) Prinsip Pendidikan Keluarga Menurut Islam
Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama dan utama memiliki peran sentral dalam pembentukan anak shaleh. Terutama dalam hal ini yang terhindar dari berbagai penyimpangan seksual. Berbagai keterangan baik Al-Quran dan As-Sunah menjelaskan pentingnya pendidikan di keluarga ini. Peran ayah dan ibu dalam pendidikan keluarga ini sebagai guru yang wajib membawa anaknya ke jalan islami. Landasan pentingnya pendidikan ini berikut berbagai keterangan syar’i sebagai landasan atau prinsip dalam mendidik anak (Syamsudin, 1966: 51).
1) Tiap-tiap mukmin harus manjaga diri dan keluarganya dari api neraka (kesengsaraan dunia dan akhirat).
“Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu-batu.” (QS. At-Tahrim: 6).
Menjaga keluarga (istri dan anak) dari api neraka ialah mendidik keluarga agar selalu taat dan patuh menjalankan perintah Allah SWT dan meninggalkan segala larangan-Nya. Firman Allah SWT.:“… dan berilah peringatan keluargamu yang terdekat”. (QS. Asy-Syuraa: 214).
2) Tiap-tiap muslim harus bertanggung jawab terhadap segala amanat yang diserahkan kepadanya.
“Setiap kamu adalah pemimpin dan kelak akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Imam itu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Setiap suami adalah pemimpin di keluarganya dan akan diminta pertanggung-jawaban tentang kepemimpinannya. Istri itu pemimpin bagi keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari).
3) Harus mendidik anak-anaknya dengan pendidikan budi pekerti yang baik.
“Seorang ayah tidak memberi sesuatu kepada anaknya yang labih baik dari mendidik dengan budi pekerti yang baik.” (HR. Tirmidzi).“Mendidik anak dengan budi pekerti itu lebih baik daripada shadaqoh satu sha”. (HR. Tirmidzi).
4) Mendidik dengan cara bijaksana
“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan dengan nasehat yang baik serta bantahlah dengan jalan yang baik.” (An-Nahl:125)
B) Pendidikan Seks di Keluarga Menurut Islam
1) Memisahkan tempat tidur anak. (Nina Sutiretna, 1996: 242).
Anak-anaknya manakala mereka telah mencapai usia tujuh tahun juga memerintahkan shalat pada usia itu.“Suruhlah anak-anakmu melakukan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Jika telah berusia sepuluh tahun mereka tidak mau melakukannya, maka pukullah dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud).
2) Meminta izin ketika memasuki kamar orang tua
Orang tua juga harus mengajarkan kepada anak-anaknya yang belum baligh agar membiasakan meminta izin ketika akan memasuki kamar orang tuanya pada saat-saat tertentu. Secara tegas Allah SWT menjelaskan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah budak-budak (lelaki atau wanita) yang kamu miliki dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu sebelum shalat Shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian di tengah hari dan sesudah shalat Isya. Itulah tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan atas mereka selain tiga waktu itu. Mereka melayani kamu sebagaimana kamu sama ada keperluan kepada mereka. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan apabila anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin.” (QS. An-Nuur: 58-59).
Dari ayat di atas Allah menjelaskan dasar-dasar pendidikan keluarga tentang adab anak kecil dalam meminta izin tatkala hendak masuk kamar orang tuanya yaitu:
- Dini hari sebelum waktu shalat Subuh, sebab biasanya orang tua masih tidur di tempat tidur.
- Siang hari setelah shalat Dhuhur, sebab biasanya pada waktu itu waktu tidur dan istirahat dengan menanggalkan pakaian.
- Sesudah shalat Isya, sebab waktu itu biasanya dipergunakan untuk tidur dan istirahat.
Aturan Islam ini dalam rangka menjaga mentalitas anak dan menjaga kesucian seks. Sehingga anak terhindar dari pandangan yang tidak layak menurut usiannya. (Nina Sutiretna, 1996: 245).
3) Mengajarkan adab memandang lawan jenis.
Di antara masalah penting yang wajib diajarkan kepada anak-anak adalah membiasakan adab memandang sejak anak masih berada pada masa tamyiz (dewasa), agar anak mengetahui masalah-masalah yang dihalalkan dan diharamkan. Setelah anak mendekati masa baligh dan telah mencapai masa taklifnya, ia telah dibekali akhlak yang suci dan mulia.
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman bahwa hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31).
4) Larangan menyebarkan rahasia suami-istri
Hubungan seksual merupakan hubungan yang sangat khusus di antara suami-istri. Karena itu, kerahasiaannya pantas dijaga. Mereka tidak boleh menceritakan kekurangan pasangannya kepada orang lain apalagi terhadap anggota keluarga terutama anak-anaknya. Nabi Muhammad Saw. menekankan etika ini dengan ungkapan yang sangat keras.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling rendah martabatnya di hadapan Allah pada hari Kiamat ialah seorang laki-laki yang menyenggamai istrinya, dan istrinya pun melakukan persenggamaan, kemudian dia menceritakan rahasia (bersama) istrinya (kepada) orang lain.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).Dalam hadits lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Amanah yang paling besar di sisi Allah ‘Azza wa Jalla pada hari Kiamat ialah apabila seorang suami mendatangi istrinya dan si istri mendatangi suaminya; lalu si suami menyebarkan rahasia istrinya itu. “ (HR. Abu Ya’la).“Bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahuilah, apakah seseorang ingin mengunci pintunya, menutup tirainya, padahal dia telah ditutup dengan tirai Allah ‘Azza wa Jalla, kemudian dia pergi lalu mengatakan,‘Aku telah melakukan anu kepada istriku, dan istriku pun telah melakukannya. ‘ Kemudian istri Ka’ab bangkit, lalu berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya kaum laki-laki itu benar-benar melakukan demikian, dan sesungguhnya kaum wanita pun melakukannya’. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Maukah kuberitahukan kepadamu perumpamaan orang yang demikian?” Mereka berkata, “Seperti siapa dia?” Nabi bersabda,“Seperti setan jantan bertemu dengan setan betina di jalan raya, lalu dia menggaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad).Masih tentang pergaulan antara suami-istri. Abu Hurairah menceritakan bahwa suatu hari Nabi Muhammad Saw. pernah shalat bersama para shahabatnya. Setelah mengucapkan salam, beliau menghadap kepada kaum laki-laki, dan bersabda, “Berhati-hatilah terhadap majelis-majelis kamu! Pantaskah jika salah seorang dari kamu mengunci pintu dan menutup tirai lalu memuaskan hajatnya kepada istrinya; kemudian dia keluar dan bercerita: ‘Aku telah berbuat dengan istriku begini dan begitu’. Para sahabat terdiam. Beliau kemudian berbalik kepada para perempuan dan bersabda, “Pantaskah jika salah seorang dari kalian mengunci pintu dan menutup tirai, lalu bercerita demikian?” Tiba-tiba ada seorang perempuan memukul-mukul salah satu tulang lututnya sampai lama sekali supaya diperhatikan oleh Nabi, dan supaya beliau mendengarkan omongannya. Perempuan itu berkata, “Demi Allah, kaum lakilaki bercerita dan kaum perempuan juga bercerita!” Kemudian Nabi bertanya, “Tahukah kamu seperti apa yang mereka lakukan itu? Sesungguhnya orang yang berbuat demikian tidak ubahnya dengan setan jantan dan setan betina; satu sama lain saling bertemu di jalan kemudian melakukan persetubuhan, sementara orang lain banyak yang melihatnya.” (HR. Ahmad).
Hadits ini melarang seorang suami membicarakan apa yang terjadi antara dia dengan istrinya, khususnya dalam masalah-masalah seksual yang bersifat omongan, perbuatan, dan sebagainya. Adapun apabila ada ulasan atau keperluan yang penting untuk menerangkan apa yang menjadi rahasia lingkungan mengajarkan ilmu pengetahuan berhubungan dengan ilmu kebidanan dan kandungan, suami atau istri boleh melakukannya, terutama jika dipandang ada faedahnya, seperti untuk membela kehormatan dari tingkah laku istrinya atau karena suami lemah syahwat dan sebagainya; sebab dalam sebuah hadits pernah disebutkan:
“Ali bin Ahmad bin Sulaiman menceritakan kepada kami; Harun bin Sa’id menceritakan kepada kami; Ibnu Wahab menceritakan kepada kami dari ‘Iyadh bin Abdullah, dari Az-Zubair, dari Jabir, dari Ummi Kultsum, dari Aisyah Ra (istri Nabi Saw) bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai orang yang menggauli istrinya, tetapi dia merasa malas, untuk mandi wajib atau mandi besar. (Saat itu Aisyah sedang berada di rumah). Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya saya sendiri benar-benar telah melakukan itu dengan perempuan ini (istriku ini), kemudian kami mandi besar.” Juga dalam riwayat lain pernah disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda kepada Abu Thalhah, “Apakah Anda tadi malam bermalam pengantin?”
Ringkasnya, suami-istri tidak diperkenankan membicarakan urusan keluarganya dengan orang lain, terutama masalah seksual yang merupakan masalah yang amat pribadi dan tidak boleh diutarakan kepada orang lain. Karena, senantiasa akan ada orang yang menikmati gosip mengenai ketidak-beruntungan kita, atau menjadi sangat iri dengan keberhasilan kita.
Tips Pendidikan Seks di Anggota Keluarga Lengkap
Reviewed by Unknown
on
2:11:00 AM
Rating:
4 comments:
http://www.mediatamamag.com/2013/12/tips-pendidikan-seks-di-anggota.html
Pelajaran cinta dihari minggu ini adalah tentang "Mabuk Cinta"...
Menurut Plato, yang dimaksud dengan mabuk cinta adalah gerakan (dorongan) jiwa yang sedang kosong tanpa didahului dengan berpikir terlebih dahulu. Adapun Yudz berpendapat mengenai mabuk cinta adalah penetapan pilihan yang salah oleh jiwa yang sedang kosong. Aristoteles mengatakan bahwa mabuk cinta adalah butanya indera manusia untuk menangkap cela atau cacat dan objek yang dicintai. Sedangkan Phytagoras berkata bahwa ‘mabuk cinta adalah sifat tamak yang timbul dalam hati manusia. Sifat itu dinamis dan terus bertumbuh-kembang. Jika sifat itu semakin kuat, maka pelakunya juga akan semakin keras kepala dan biadab. Dia akan terus bersifat tamak dan akhimya menjerumuskannya ke dalam bencana.
Sumber: Buku Bimbingan Seksualitas dengan Agama untuk Praktek yang Sehat (Karya: Arfa Stvdio)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002: 807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; berkasih-kasihan. Memacari adalah mengencani; menjadikan dia sebagai pacar.
Kata pacar sendiri berasal dari nama sejenis tanaman hias yang cepat layu dan mudah disemaikan kembali. Tanaman ini tidak bernilai ekonomis (murahan) sehingga tidak diperjualbelikan. Hal ini sebagai simbol bahwa pacaran adalah perilaku yang tidak bernilai. Jika suatu waktu puas dengan pacarnya, maka dia akan mudah beralih kepada pacarnya yang baru.
Pacaran sendiri dapat diartikan ajang saling mengenal agar mengetahui karakter masing-masing. Kenyataannya justru bukannya saling mengenal tapi upaya melampiaskan nafsu birahi. Seorang laki-laki menemui pacarnya, umumnya bukan untuk menyelidiki latar belakang si wanita itu, melainkan ingin melihat kecantikan wajahnya dan kemolekan tubuhnya.
Dari sudut bahasa sudah nampak bahwa pacaran adalah hubungan cinta-kasih antara lawan jenis di luar nikah, tidak bernilai, dan mengandung unsur-unsur yang membahayakan masa depan kedua pasangan tersebut baik dunia maupun akhirat.
Memacari berarti mengencani. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.
Jadi, berpacaran berarti berkencan atau bercintaan berdua di tempat yang telah disepakati berdua.
Sumber: Buku Bimbingan Seksualitas dengan Agama untuk Praktek yang Sehat (Karya: Arfa Stvdio)
http://www.mediatamamag.com/2013/12/tips-pendidikan-seks-di-anggota.html
Post a Comment