Mendidik Karakter Birokrat PNS Dengan Arsip

Sumber gambar: bapersip.jatimprov.go.id

Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hal ini berarti keberadaan arsip sangat penting untuk mengukur kinerja sumber daya manusia baik yang ada di badan pemerintah maupun swasta. Semakin sering suatu institusi menghasilkan arsip dapat diartikan bahwa institusi ini merupakan organisasi yang dinamis bukan statis. Sebaliknya, minimnya arsip yang dihasilkan oleh suatu organisasi menunjukkan bahwa organisasi ini adalah organisasi yang statis dan kurang berkembang. Demikian pula dengan sumber daya manusia yang ada di organisasi itu.

Arsip adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, ironisnya arsip belum menjadi budaya di negeri ini terutama di instansi pemerintah. Birokrasi kita masih memiliki kesadaran arsip yang lemah. Jangankan untuk bilangan ratusan atau puluhan tahun ke belakang, arsip-arsip dalam jangka waktu belasan tahun yang lalu saja sering tidak lengkap dan tidak tertata dengan baik.

Bangsa yang mempunya budaya arsip yang tinggi akan selalu menganggap penting hal-hal yang mungkin dipandang orang remeh temeh dan tak bermanfaat. Sebab apa saja sebenarnya bermanfaat untuk kepentingan ilmu.

Pendidikan Karakter
Menurut Mochtar Lubis (1977) ada tujuh ciri manusia Indonesia, yaitu : hipokrit, senang berpura-pura; enggan bertanggung jawab; berjiwa feodalis; percaya pada takhayul; berjiwa artistik; berwatak lemah, suka meniru; dan kurang sabar, cepat cemburu dan dengki.

Bayangkan dari tujuh karakter tersebut, hanya satu yang merupakan karakter positif yaitu berjiwa artistik. Mochtar Lubis tidak sedang mengada-ada. Kecelakan transportasi darat, laut, dan udara yang datang silih berganti merupakan indikator bahwa bangsa ini kurang disiplin dalam berlalu lintas. Kecelakaan sering terjadi bukan karena para pelaku transportasi buta terhadap aturan melainkan karena mereka kurang peduli terhadap peraturan.

Menurut Wynne (1991), sebagaimana dikutip Dwi Hastuti Martianto (2002) kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.

Arsip merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan pendidikan karakter di kalangan birokrasi. Jika para PNS di lingkungan birokrasi terbiasa mengelola arsip dengan baik, maka mereka akan memiliki karakter pertama, cinta membaca.

Arsip mengajarkan manusia untuk gemar membaca informasi, dokumen atau apa pun yang berguna bagi hidup dan kehidupan manusia.Pekerjaan pengurusan arsip yang meliputi pencatatan, pengendalian dan pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan, pengawasan, pemindahan dan pemusnahan mengajarkan kepada kita untuk gemar membaca.

Menurut H.A.R Tilaar (1999), membaca pada hakekatnya merupakan proses untuk memiliki ilmu pengetahuan. Proses memiliki ilmu pengetahuan merupakan suatu proses yang lebih dikenal dengan belajar. Belajar yang merupakan inti dari pendidikan sebagian besar didominasi olehkegiatan membaca.

Kebiasaan membaca sangat penting bagi PNS. Arsip mengajarkan kepada kita untuk membaca dengan cermat dan seksama setiap surat yang masuk dan keluar dari setiap instansi. Jangan sampai terjadi seorang pejabat menandatangani selembar surat tanpa terlebih dahulu membaca dan memahami isinya dengan baik. Karena mereka diberi tunjangan jabatan bukan sekedar untuk tandatangan melainkan untuk bertanggung jawab atas kinerjanya yang tertuang dalamsurat tersebut.

Kedua, mengajarkan cinta menulis. Arsip adalah hasil tulisan yang merekam proses kerja dalam suatu instansi. Sesuatu akan mudah terlupakan jika tidak dituliskan. Menulis merupakan hasil komunikasi otak, tangan, dan hati yang dapat menjadikan seseorang berwawasan luas. Menjadi manusia yang cerdas dan mandiri.

Menulis pada hakikatnya merupakan aktivitas yang menggerakkan energi imajinatif nan mencerahkan. Akitivitas menulis tak hanya membuat sehat fisik dan mengukuhkan kekuatan jasmaniah, tetapi juga mencemerlangkan kehidupan. Menulis mengajak kita untuk berpikir dan bekerja secara sistematis, terarah, dan terencana.

Ketiga, cinta kepada perilaku disiplin. Arsip mengajarkan kepada kita untuk disiplin dalam pencatatan dan penyimpanan suatu dokumen. Ingat, kontroversi SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret) tak akan pernah terjadi jika bangsa ini disiplin dalam menyimpan dan melestarikan arsip.

Mengapa para PNS cenderung kurang disiplin dalam bekerja ? Hal ini boleh jadimerupakan cerminan rendahnya budaya arsip dalam birokrasi kita. Tata kelola arsip dalam birokrasi belum seperti ketentuan dan peraturan yang berlaku. Arsip baru dipedulikan tatkala timbul kasus yang bernuansa hukum.

Keempat, mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berbagi dengan orang lain. Melestarikan arsip pada hakekatnya adalah melestarikan informasi yang terkandung dalam suatu dokumen agar dapat dipergunakan generasi yang akan datang. Sehingga untuk mengetahui sejarah budaya bangsa kita tidak perlu repot-repot pergi ke Kota Leiden, Belanda.

Di kalangan ilmuwan sosial dan humaniora, Leiden disebut sebagai ‘the Mecca of Indonesian studies’, lantaran kekayaan kepustakaan dari dua perpustakaan di kota itu yang penuh dengan berbagai buku, naskah, brosur, pamflet, majalah dan koran tua, sketsa, peta, surat-surat, foto, rekaman audio-visual dan lain sebagainya yang terkait dengan masa lalu dan masa kini Indonesia.

Kelima, mengajarkan tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan karakter langka yang dimiliki oleh bangsa ini. Yang dominan ialah perilaku suka melempar tanggung jawab. Oleh karena itulah muncul satu peribahasa, “lempar batu sembunyi tangan”. Sebuah peribahasa yang mengartikan seseorang yang tidak berani bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, sehingga dia membiarkan orang lain menanggung beban tanggung jawabnya.

Bisa juga diartikan sebagai seseorang yang lepas tanggung jawab, dan suka mencari “kambing hitam” untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari perbuatannya yang merugikan orang lain. Amburadulnya pengelolaan arsip di suatu instansi pemerintah menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja di instansi itu tidak bertanggung jawab. Tertib dalam mengelola arsip mengingatkan diri kita untuk senantiasa menjadi insan yang bertanggung jawab.

Keenam, mengajarkan kejujuran. Arsip mengajarkan kepada kita untuk memberi catatan terhadap suatu dokumen sesuai keadaan apa adanya. Tidak dikurangi, tidak ditambahi, dan tidak diubah. Inilah yang disebut dengan kejujuran. Dilarang keras merekayasa isi sebuah arsip untuk kepentingan golongan tertentu. Apalagi untuk korupsi yang biasa terjadi karena ada rekayasa arsip.

Kasus ”kursi siluman” anggota DPR yang pernah terjadi di negeri ini karena ada perilaku tidak jujur. Merekayasa suatu dokumen untuk memenangkan yang kalah dan mengalahkan pihak yang menang. Inilah perilaku ”korupsi informasi” terhadap suatu dokumen!


Judul Karya Tulis: Mendidik Karakter PNS Dengan Arsip
Oleh: Romi Febriyanto Saputro

Mendidik Karakter Birokrat PNS Dengan Arsip Mendidik Karakter Birokrat PNS Dengan Arsip Reviewed by Santana Primaraya on 4:17:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.