BAB 2 HUBUNGAN RAHASIA ANTARA SUKSES & KARAKTER

BAB 2 HUBUNGAN RAHASIA ANTARA SUKSES & KARAKTER


Kutipan Tulisan pada Bab Hari Kedua:
HUBUNGAN RAHASIA ANTARA SUKSES & KARAKTER

Menurut Budi karena Dahlan sudah kaya raya maka sudah dapat dikatakan seorang yang sukses. Sedangkan menurut Dahlan, walaupun telah kaya tetapi dirinya masih merasa belum sukses karena walaupun sudah dapat arus finansial pendapatannya yang tinggi tetapi masih banyak pengeluaran usaha yang diatas dari yang seharusnya. Dahlan justru mengatakan Budi-lah yang sukses karena Budi dapat menganggarkan semua yang dibutuhkannya dan diterimanya secara tepat proporsinya. Itulah sedikit penggambaran bagaimana anggapan sukses itu ternyata sedemikian relatifnya. Seseorang bisa sukses dengan jalurnya masing-masing bukan hanya sebatas kesuksesan karena telah sama suksesnya dengan orang lain atau hanya dengan hadirnya pengakuan dari orang lain. Maka bisa saya katakan bahwa sukses itu relatif berdasarkan cara pandang tetapi disini saya lebih menekankan kepada pentingnya karakter untuk bisa sukses sesuai dengan yang dikatakan Stephen R Covey, seorang pakar psikologi, yang intinya menjelaskan bahwa faktor karakterlah yang akan menentukan seseorang bisa pantas atau tidaknya sebagai seorang yang sukses.
SUKSES BAGI BIROKRAT


Sebagai contoh seorang dokter akan mengatakan sukses jika berhasil menyembuhkan pasiennya. Lain lagi bagi seorang guru, dia akan merasa sukses jika anak didiknya berhasil menyerap ilmu yang dia transferkan. Sedangkan seorang wirausahawan akan mengatakan sukses jika produk jualannya berhasil ramai dibeli oleh konsumen. Disamping itu, masih banyak pengertian lain terhadap pluralisme dari istilah sukses ini.Saya membagi istilah sukses bagi birokrasi kedalam tujuh faktor sebagai berikut beserta penjelasan unsur relatifitas dan mutlaknya:

1. Sukses adalah Melakukan Pekerjaan dengan Efektif dan Efisien
Pekerjaan efektif akan menjadi relatif tergantung pada tingkat keefisiensiannya, karena semua bisa dilakukan dengan efektif (tepat sasaran) tetapi hal tersebut bukan sebuah kesuksesan manakala untuk mencapai sasaran harus mengorbankan hal yang lebih banyak dari yang seharusnya.

Berkenaan dengan efektif dan juga efisien maka ternyata setiap ada perubahan teknologi yang mempermudah pekerjaan manusia maka pekerjaan akan lebih efisien dikerjakan, sehingga selama perubahan teknologi semakin canggih maka efisien adalah relatif pada setiap jenjang eranya.

Contoh seorang PNS di sebuah instansi bisa saja menghasilkan laporan pertanggung-jawaban administrasi perkantoran instansinya (Efektif), tetapi diantara PNS seperti itu yang sukses adalah yang mampu menyelesaikannya dalam waktu singkat dan saat mencetaknya hanya perlu sekali cetak karena tidak ada kesalahan cetak laporan yang membuatnya harus mencetak untuk kali kedua yang mengakibatkan borosnya pemakaian kertas (Efisien). Tetapi walaupun sukses karena efisien pada masa kini, bisa saja pada 5 tahun kedepan PNS tersebut tidak lagi bisa dikatakan bekerja efisien karena PNS lain yang lebih up to date terhadap teknologi mungkin akan lebih mampu mengerjakannya lebih cepat karena faktor teknologi yang lebih canggih bahkan mungkin juga tanpa perlu diprint sama sekali, maka hal tersebut tentu akan lebih efisien daripada sebelumnya.

Sukses dalam konteks ini juga berarti seseorang yang tidak melakukan kesalahan daripada yang telah diatur oleh peraturan/perundang-undangan yang berlaku. Tetapi sukses seperti ini juga ternyata relatif karena tidak berbuat kesalahan pada aturan yang satu mungkin melanggar aturan lain yang tidak pada bidangnya (biasanya pada aturan moral dan sosial dimasyarakat), karena hakikatnya peraturan yang dibuat oleh manusia semuanya bersifat relatif, dalam artian terdapat celah-celah yang dapat menimbulkan kemudharatan dari aturan tersebut.

Bentuk sukses mutlak dari faktor sukses ini adalah ketika hal yang dikerjakan menjadi diberkahi oleh Tuhan dan oleh-Nya dijadikan sebuah amalan bagi kita (karena amalan itu sifatnya kekal).

2. Sukses adalah Tercapainya Tujuan/Cita-Cita Hidup
Seorang anak kecil jika ditanya apa cita-citanya selalu akan berantusias menjawab dirinya bercita-cita sebagai dokter, pilot, jenderal bahkan presiden. Tetapi pada saat sudah memasuki usia dewasa setiap dari anak kecil itu ada yang harus menerima kenyataan hidup gagal meraih cita-cita dan ada juga yang berhasil sukses meraihnya. Karena memang sulit dibayangkan jika anak kecil yang ingin menjadi Presiden semuanya tercapai maka tidak akan ada lagi rakyat yang dipimpinnya, begitu pula jika semua jadi pilot maka tidak ada lagi penumpang pesawatnya. Maka kemudian cita-cita ini menurut saya terbagi menjadi tiga

  • Profesi, contoh: dokter, pilot dll
  • Jabatan/Pangkat, contoh: Jenderal, Presiden dll
  • Keinginan, contoh: ingin rumah mewah, anak yang shaleh dll

Lalu jika salah satunya dapat tercapai maka bisa dikatakan orang tersebut telah dapat dikatakan sebagai orang yang sukses, walaupun tetap tidak mutlak. Karena ternyata setiap orang yang memiliki tujuan hidup akan merasakan lebih hidup dalam gairah untuk mewujudkannya, dalam artian jika sudah tercapai impian yang selama ini dikejarnya maka bisa dikatakan orang tersebut telah kehilangan gairah terbesarnya untuk hidup. Tetapi sebagai umat beragama, patut direnungkan bahwa tujuan hidup tertinggi itu bukan berada didunia. Manusia baru boleh mengatakan dirinya sukses mencapai tujuan/cita-cita hidup apabila sudah berada di Surga-Nya, inilah yang menjadi cita-cita pada tingkatan sukses mutlak.

3. Sukses adalah Memiliki Tingkat Pendidikan dan Ilmu yang Tinggi 
Saya pernah diberi ceramah secara internal oleh salah satu dosen senior di IPDN, Bapak Ir. H. Sidharto, M.Si, mengenai perbedaan seorang yang bekerja hasil lulusan sarjana dengan pekerja yang bukan sarjana. Beliau mengungkapkan bahwa seorang sarjana bila bekerja dirinya mampu menggunakan akal pikirannya untuk mampu bekerja terarah dan terkonsep sesuai dengan yang telah dipelajarinya selama kuliah. Sedangkan orang yang tidak sarjana, dirinya hanya akan bekerja sesuai dengan sekehendak hatinya karena memang dirinya tidak mendapatkan ilmu sains terapan yang seharusnya didapatkannya saat kuliah. Maka hal tersebut bisa disimpulkan juga bahwa orang yang tidak bisa bekerja dengan ilmu maka dirinya bukanlah seorang sarjana yang sesungguhnya walaupun bergelar sarjana sekalipun.
Masih pada kesempatan yang sama, beliau juga mengungkapkan bahwa bedanya orang yang berilmu dan tidak adalah orang yang tidak berilmu cenderung ‘membenarkan yang lazim’ sedang orang berilmu cenderung ‘melazimkan yang benar’.

Tentu sangat baik seseorang memiliki ilmu dan disertai gelar yang tinggi, namun itu tentu bukanlah kesuksesan diakhir tetapi kesuksesan diawal untuk meraih kesuksesan besar selanjutnya, karena seseorang tidak menghasilkan apa-apa ketika memiliki ilmu dan gelar, tetapi menjadi menghasilkan amal dan uang ketika dengan ilmu dirinya mengajar, membuat penelitian, karya tulis dll dan menjadikan gelarnya untuk meyakinkan kepada yang diajar bahwa dirinya pantas untuk mengajar.

Atau bisa saya katakan seorang yang memiliki ilmu dan gelar baru hanya dikatakan sukses mutlak manakala dengan ilmu yang dimilikinya mampu membuat orang lain juga bisa berilmu dan memperbaiki kualitas kehidupannya dengan ilmu.
4. Sukses adalah Memperoleh Kekayaan Lebih dari Orang Disekitarnya
Ini adalah permasalahan dari sudut pandang cakupannya. Jika kekayaan hanya dibandingkan dengan kekayaan orang lain dilingkup sehari-harinya maka bisa saja dirinya dikatakan sebagai orang yang kaya. Tetapi manakala kekayaannya dibandingkan dengan masyarakat pada lingkup tingkat ekonomi yang lebih tinggi maka kekayaannya bukan apa-apa lagi. Hal ini berlaku selanjutnya sampai dengan level orang terkaya didunia. Sedangkan orang terkaya diduniapun suksesnya hanya relatif, karena ada juga istilah ‘Lonely in the top’ yang membuat orang yang sukses hanya karena faktor kekayaan cenderung tidak bahagia sepenuhnya.

Relatifitas kekayaan kedua adalah uang tidak selalu kekal keberadaannya. Bisa seketika habis karena bangkrut, hangus karena kebakaran, dirampok, ditipu atau bisa juga habis secara perlahan karena tidak ada pemasukannya kembali.
Bentuk sukses mutlak atas kekayaan ternyata bukan dari bentuk apa yang kita miliki saja, tetapi dari apa yang bisa kita sedekahkah kepada orang lain. Itulah yang kemudian mampu menjadikan bentuk awal berupa kekayaan, yang bersifat relatif, mampu berubah bentuknya menjadi amal yang sifatnya kekal.

5. Sukses adalah Memperoleh Jabatan/Pangkat Tinggi
Jabatan relatif hanya akan dimiliki sebatas umur produktif, artinya jika sudah berusia lanjut maka jabatan diakhiri dengan pensiun atau bisa juga karena faktor seseorang sudah tidak bisa bekerja karena mengalami cacat fisik dan psikis permanen yang fatal maka hal itu juga membuatnya sudah diharuskan melepaskan jabatan/ pangkatnya.

Jabatan dibirokrasi juga rentan terhadap pergolakan politik yang terjadi, seseorang bisa diturunkan atau dipindah tugaskan ke instansi lain dengan jabatan yang lebih rendah jika ternyata politik yang berkembang tidak menyenanginya dirinya.

Belum lagi jabatan akan menimbulkan amanah, dan apabila amanah itu dijalankan dengan baik maka menjadi amal dan jika sebaliknya maka akan menjadi dosa. Bahkan dalam ajaran Islam didalam Al-Quran dijelaskan bahwa amanah telah dikemukakan oleh Allah Swt ke langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka enggan karena takut menghianatinya, tetapi fenomena sekarang adalah justru manusia yang mencari-cari amanah bahkan dengan berbagai cara sikut-menyikut diantara manusia lain, maka itulah yang dikatakan Allah Swt bahwa “manusia itu amat dzalim dan bodoh” didalam kelanjutan kutipan ayat Al-Quran diatas.
Maka bisa diambil kesimpulan dengan kenyataan diatas bahwa seseorang yang merasa telah sukses manakala mendapat jabatan/pangkat maka kesuksesan itu hanya bersifat relatif. Sedangkan bentuk mutlak dari kesuksesan ini sama seperti kekayaan, barang siapa yang bisa mempergunakan jabatan/pangkat dengan baik maka mendapat amal dan jika sebaliknya mendapatkan dosa.

6. Sukses adalah Memperoleh Jabatan/Pangkat secara Cepat
Jika sukses pada jabatan/pangkat untuk kalangan birokrasi pada umumnya sudahlah menjadi hal yang lumrah, tetapi menjadi lebih mengejutkan apabila suksesnya itu diraih ketika dirinya masih berusia muda. Akan tetapi hal tersebut juga ternyata relatif.

Relatifitas pertama seorang birokrat yang sukses memperoleh jabatan secara cepat jika diukur berdasarkan tingkat kebahagiaan personal maka niscaya akan lebih banyak tidaknya karena akan banyak diterpa badai iri dan sakit hati dari pegawai lain yang merasa lebih senior. Dengan terpaan badai itu banyak orang yang menjadi tidak bahagia karenanya, terlebih umumnya akan menjadi obyek penyikutan yang dilakukan oleh birokrat lainnya.

Relatifitas kedua adalah memang bahwa menjadi peraih jabatan termuda pada bidangnya mampu meningkatkan harga diri yang bersangkutan, tetapi sering berjalannya zaman maka akan semakin banyak lagi birokrat pada usia muda lain yang akan mengalahkan rekor tersebut. Pada saat itu yang bersangkutan tidak akan dikenang kembali sebagai orang yang pernah meraih jabatan termuda pada masanya.

Kesuksesan mutlak dari ini sama halnya dengan kesuksesan mutlak pada penjelasan poin sebelumnya.

7. Sukses adalah Meraih Kebahagiaan Pribadi
Bagi orang seperti ini motto mereka biasanya”Hidup bahagia mati masuk surga”. Asalkan mereka sudah bahagia didunia maka mereka sudah mengatakan bahwa mereka telah sukses. Setidaknya saya sendiri termasuk orang yang menganggap saya telah sukses setiap hari dengan faktor seperti ini.

Relatifitas pertama adalah sering seorang yang menjadi tidak bahagia dengan kehidupannya yang serba mewah karena seiring banyaknya tuntutan pekerjaannya. Apabila dirinya melihat kehidupan orang sederhana yang hidupnya damai tanpa perlu stress memikirkan banyak pekerjaan, maka dirinya sering merasa iri dan ingin juga merasakan perasaan damai orang sederhana itu.

Relatifitas kedua adalah karena manusia diciptakan Tuhan dimuka bumi ini adalah untuk ditimpakan kepada mereka berbagai ujian kehidupan, maka barangsiapa seseorang yang telah lulus dari ujian satu akan dihadapkan pada ujian kedua begitu seterusnya sampai pada akhir hayatnya.

Maka tidak salah orang yang mengungkapkan bahwa embel-embel kampanye calon pemimpin daerah yang mengatakan akan membuat daerahnya menuju kesejahteraan, kemakmuran, aman, tenteram dll itu pasti tidak akan terwujud. Karena masyarakat sejahtera, makmur dll tadi hanya akan ada disurga-Nya dan tidak ada satupun didunia. Serta kebahagiaan yang mutlak juga hanya berada disurga-Nya.

Tetapi pada buku ini saya bukan hanya menargetkan pembaca sukses hanya pada salah satu kategori diatas, melainkan jika bisa sebanyak-banyaknya berbagai kesuksesan yang bisa diraih. Seperti halnya jika seorang pria diminta memilih wanita yang paling ingin dinikahinya dengan masing-masing hanya satu kriteria kelebihannya, maka jika kita masih bisa mencari wanita lain yang memiliki kelima kelebihan itu ada dalam satu wanita, mengapa tidak? Maka bersama buku ini akan saya temani beberapa hari kedepan untuk mencapai ketujuh indikator kesuksesan birokrat diatas, baik yang sifatnya relatif maupun mutllak.

Temukan kelanjutan dan berbagai cara menjadi birokrat pemerintahan yang sukses seperti kutipan diatas dalam buku "Birokrat Berkarakter Sukses di Era Konseptual, 17 Hari Menjadi Birokrat Berkarakter Sukses" karya M Arafat Imam G
BAB 2 HUBUNGAN RAHASIA ANTARA SUKSES & KARAKTER BAB 2 HUBUNGAN RAHASIA ANTARA SUKSES & KARAKTER Reviewed by Santana Primaraya on 12:16:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.