"Terkadang kita tidak perlu banyak ilmu untuk mulai mencintai sesuatu, tetapi menjadi perlu ilmu manakala kita ingin mempertahankannya.” (Penulis)
Buku Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku karya M. Arafat Imam G Dapatkan di Google Play Store
Ketika penulis hendak menuliskan buku ini, penulis diminta oleh beberapa teman penulis untuk menuliskan bagaimana kisah cerita penulis dibalik beberapa kesuksesan dimasa muda ini kedalam buku penulis selanjutnya karena mereka mengungkapkan pasti akan banyak orang yang termotivasi karena kisah penulis ini dianggap mampu menginspirasi orang untuk memulai membuka mata lebar-lebar terhadap adanya prean penting dari sebuah karakter yang bisa mengarahkan kepada kesuksesan. Maka tanpa niat untuk tinggi hati penulis akan mengkisahkannya dengan penuh kerendahan.
PENULIS BUKAN SIAPA-SIAPA TANPA KARAKTER
Dulu penulis bukanlah siapa-siapa, banyak orang yang tidak mengenal penulis. Tetapi semua berubah ketika penulis telah berhasil menerbitkan buku dengan sebuah penerbitan yang juga sukses penulis dirikan sendiri. Sejak saat itulah orang-orang disekeliling penulis mulai menarik perhatiannya kepada penulis. Ada banyak orang yang ketika penulis berpapasan dengan mereka kemudian mereka memberi salam, “Assalamualaikum, apa kabar penulis muda?”. Ada juga manakala penulis sedang berjalan dan melewati beberapa orang, penulis pernah memergoki bahwa selewatnya penulis salah satu orang kemudian bertanya kepada orang disebelahnya, “Itukah yang seorang penulis muda dari Praja IPDN?”. Bahkan ada juga seseorang lain yang tiba-tiba menelepon penulis dengan panggilan privat number dan dengan nada yang ‘mencerocos’ ingin berbincang-bincang lama dengan penulis walaupun sudah penulis katakan kepadanya bahwa penulis sedang ingin fokus menulis buku serta beberapa kejadian janggal lainnya yang tidak penulis dapatkan ketika penulis belum menjadi seorang penulis buku.
“Apakah saat itu penulis sudah sukses dengan menjadi seorang penulis buku dan menjadi seorang yang kaya raya karenanya? Ternyata belum.”
Saat itu penulis hanya baru menerbitkan dua buku, lalu baru selesai menyelesaikan surat izin notaris mendirikan penerbitan HCG-Press atas nama pribadi. Sedangkan hal yang lain baru hanya sekedar penulis hendak kerjakan, seperti menulis buku ini, menyusun Laporan Akhir sebagai syarat kelulusan dari IPDN, mulai belajar speak bahasa Inggris (karena memiliki cita-cita melanjutkan pendidikan ke luar negeri), ingin fokus dan berorientasi menjadi tenaga fungsional dosen dijajaran Pemerintahan Dalam Negeri, menjalin hubungan kemitraan dengan beberapa relasi, baik dalam hubungan bisnis penerbitan maupun relasi dalam hal sosial (karena penulis juga membuat sebuah dompet sosial sekunder yang bernama HCG-Foundation yang termasuk 100% royalty penulis dalam penjualan buku ini dimasukkan ke kas dompet tersebut) dan beberapa kegiatan kelembagaan lain yang mau tidak mau harus penulis lakukan karena status penulis saat itu masih sebagai peserta didik di IPDN.
Pertanyaannya kembali adalah mengapa penulis mampu merasakan aroma kesuksesan walaupun penulis belum meraih yang penulis kejar pada kesemua hal itu?
Menurut penulis hal tersebut bisa terjadi karena penulis memiliki karakter yang beda dan unik diantara orang lain sepantaran penulis. Hal itulah yang menjadikan pandangan orang ke penulis adalah seorang yang telah sukses dibidang pekerjaannya dan oleh karena itu pula sebenarnya justru penulis turut disukseskan oleh orang yang beranggapan bahwa penulis telah sukses. Jelasnya, karena mereka menganggap penulis sukseslah maka penulis benar-benar menjadi seorang yang sukses.
PENULIS BERBEDA DARI ORANG LAIN
Mungkin ada beberapa orang diluar sana yang juga seorang mahasiswa yang telah menerbitkan buku saat dirinya kuliah pada program studi strata satu/ diploma empatnya, tetapi bedanya mereka tidak memiliki seragam seperti penulis di IPDN. Lalu kebanyakan orang tahunya bahwa jika seorang mahasiswa/pelajar sudah bisa berkarya menjadi seorang penulis maka biasanya buku tersebut berkategori buku novel atau buku motivasi, sedangkan dua buku penulis sebelumnya adalah buku how to dekskriptifyang kental terhadap adanya konsep dengan polesan bahasa ilmiah populer yang benar-benar membuat orang terheran-heran jika mereka mendengar kabar penulis telah menciptakan buku seperti itu sendirian.
Serta menjadi hal yang unik juga manakala biasanya seorang pembicara didalam acara seminar atau bedah bukunya memakai pakaian jas mewah rapih sedangkan penulis memakai seragam Pakaian Dinas Harian (PDH) Praja IPDN. Adapun yang terakhir jika semua Praja IPDN dididik untuk dapat mematuhi semua aturan yang berlaku, maka penulis berusaha menyeleneh dengan sedikit melanggar beberapa aturan-aturan lembaga yang tujuan penulis adalah untuk menjadi seorang birokrat yang benar-benar berkarakter sukses dan penulis juga berniat manakala sudah mampu menjadi birokrat yang sukses maka kesuksesan itu kembali akan berimplikasi terhadap kesuksesan tugas pokok dan fungsi dari pemerintahan ini sendiri, seperti contoh penulis bisa menginspirasi dan menyampaikan ilmu kepada birokrat lain untuk dapat sukses didalam pekerjaan birokratnya dan personalnya. Adapun kedalam masyarakat penulis juga ingin membuat sebuah yayasan sosial yang berbasis kegiatan pemberdayaan pendidikan dan wirausaha. Bukankah itu termasuk fungsi asli dari adanya birokrasi pemerintahan di Indonesia? Yang selama ini hanya masyarakat identikkan dengan kegiatan seputar pengadministrasian perkantoran saja? Maka sudah saatnya kita mengubah filosofi seorang birokrat pemerintahan dimulai dari diri sendiri menurut prinsip penulis.
LATAR BELAKANG KISAH PERKEMBANGAN PENULIS
Seperti istilah “Tak kenal maka tak sayang” maka jika biasanya seorang guru menyampaikan cerita kehidupannya terlebih dahulu kepada anak muridnya didepan kelas dengan harapan supaya terjadi sebuah hubungan yang lebih dekat antara yang memberi ilmu dan yang menerima ilmu, maka penulis akan menceritakan sedikit kisah perjalanan menuju pribadi yang berkarakter yang mungkin dapat menginspirasi para pembaca juga menjadi seorang yang berkarakter sukses.
Sebuah ketidakpercayaan secara pribadi manakala jika penulis me-reviewperjalanan hidup penulis dalam mendapatkan sebuah karakter yang mensukseskan seperti sekarang ini karena berasal dari sebuah kisah yang memilukan, penuh dengan asam manis kehidupan. Dan penulis harus sudah menerimanya itu semua diusia muda manusia yang cenderung labil.
Dahulu saat penulis sudah ada dikandungan ibu penulis sudah digadang-gadang akan diberi nama My Yudha Prawiranegara. Namun memang sudah seperti sebuah takdir manakala penulis lahir tepat ketika kakek penulis sedang berhaji tepatnya wukuf dipadang Arafah, maka seketika itu nama penulis diubah menjadi Arafat. Serta untuk menjadikan penulis menjadi seorang anak terakhir (bontot) dikeluarga penulis maka penulis diberi nama tambahan Muhammad dari Ayah penulis, Imam dari Kakek dari Ibu dan Ghozali dari Kakek dari Ayah, maka jadilah nama lengkap penulis Muhammad Arafat Imam Ghozali. Lalu bukan hanya itu, penulis juga terlahir dimalam jumat kliwon, yang orang Jawa meyakininya sebagai kelahiran calon raja atau pemimpin bangsa pada masa kerajaan-kerajaan di Jawa silam.
Alih-alih dengan nama dan tanggal lahir yang luar biasa itu, malah ternyata Arafat kecil menjadi seorang yang sering sakit-sakitan, seperti sering demam, mimisan, pernah gelaja malaria dan typus. Kalau menurut filsafat Jawa memang jika seorang anak memiliki nama yang berat maka rawan sakit dan alhamdulillah hal tersebut benar. Walaupun Arafat kecil sering sakit-sakitan ‘brengseknya’ lagi penulis ternyata adalah seorang anak yang sangat bandel meskipun saat itu hanya bandel sebatas kepada orang-tua dan kakak-kakak. Sampai akhirnya setelah remaja penulis diceritakan oleh Ibu penulis, walaupun penulis sangat bandel saat kecil dulu tetapi Ibu penulis percaya bahwa suatu hari kelak penulis akan menjadi seorang yang besar dan mampu membanggakan orang tua dengan sebenar-benarnya keyakinan seorang Ibu terhadap anaknya.
Setelah memasuki usia sekolah, saat itu penulis bersyukur karena tetap menjadi seorang remaja yang semakin bandel. Bahkan bukan hanya bandel, tetapi juga suka bermalas-malasan, begitupula rutinitas ibadah begitu buruk dan ternyata nilai pelajaran banyak yang jelek. Adapun kisah saat SMA yaitu saat itu penulis terpaksa masuk jurusan IPS, tetapi saat itu penulis masuk IPS bukan karena nilai pelajaran IPS penulis tinggi tetapi karena karena tidak bisa masuk IPA (yang penulis inginkan) maka penulis secara mau tidak mau masuk jurusan IPS. Bahkan yang terparah dari semua itu manakala beberapa bulan sebelum Ujian Nasional tingkat SMA sebagai penentuan lulus atau tidaknya, penulis terpaksa harus dipanggil Kepala Sekolah keruangannya karena nilai-nilai pelajaran penulis yang benar-benar ‘jeblok’. Tetapi itulah terkadang kita harus merasakan rasa pahit terlebih dahulu baru merasakan nikmatnya rasa manis yang sebenarnya. Maka semua itu sekarang ini penulis syukuri karena itulah sebuah kisah yang menghantarkan penulis pada pertobatan ketika tinggal beberapa bulan saja menghadapi Ujian Nasional tingkat SMA itu kebetulan disekolah ada acara ceramah yang diisi oleh Ustad Yusuf Mansur. Dimana beliau mengatakan bahwa dengan seseorang rajin bersedekah, shalat dhuha, shalat tahajud dan shalat wajib yang dilaksanakan tepat waktunya maka hal itu akan mampu memperbaiki kualitas diri menuju pintu rezeki akan datang sebagai janji Allah Swt kepada umatnya. Entah karena itu adalah pintu hidayah atau faktor lain apa, isi ceramah itu sangat mengena pada penulis.
Maka semenjak ceramah itulah, penulis langsung memperbaiki diri penulis secara cepat dan cenderung otodidak melalui bentuk-bentuk ibadah seperti shalat wajib dan sunnah (dhuha dan tahajud) serta juga rutin bersedekah hingga akhirnya penulis mendapatkan rezeki terbesar penulis saat itu adalah bisa diterima sebagai Praja IPDN angkatan xx pada tahun 2009 tidak lama setelah penulis lulus dari SMA. Karena hal itulah orang tua menjadi bangga kepada diri penulis sesuai doa yang terucap oleh Ibu penulis saat kecil.
Adapun di IPDN selain karena pembinaan secara mental dan fisik yang sering penulis dapatkan di ksatrian secara rutin, memang sudah menjadi keinginan mutlak setelah penulis masuk IPDN maka penulis akan menjadi salah satu aktivis Rohis/LDK dikampus yang sebelumnya pada saat di SMP dan SMA penulis memang benar-benar jauh dari agama. Ternyata pilihan penulis itu benar, di Rohis dan masjidlah penulis banyak berlatih berbagai keterampilan dan keahlian dengan begitu cepat dan hampir sebagian banyak potensi penulis kemudian mampu penulis identifikasi sebagai peluang dari karakter sukses penulis mulai muncul manakala penulis berada dilingkungan masjid Kampus. Termasuk ketika penulis menulis buku maka penulis hanya bisa konsentrasi dan mendapatkan inspirasi di seputaran lingkungan masjid, juga berlatih public speaking, membaca literatur buku-buku Islam dan Umum diseputaran Masjid. Sampai-sampai kegiatan sehari-hari penulis yang tidak diberkenankan untuk akses keluar kampuspun hanya berkutat diseputaran Kelas, Masjid dan Perpustakaan untuk mengintensifkan pembentukan karakter sukses penulis. Bahkan yang menjadi memuakkannya dari itu semua adalah ketika penulis harus melakukannya selama empat tahun penulis dikurung dalam asrama.
KISAH MENJADI PENULIS MUDA
Setelah penulis menerbitkan buku Leader University dan The Art of Meeting banyak orang yang terinspirasi kemudian bertanya bagaimana bisa seorang yang sudah padat kegiatannya disebuah sekolah kedinasan IPDN bisa sempat-sempatnya menulis buku. Lalu ada juga yang bertanya apa motivasi penulis sehingga bisa menyelesaikan kedua buku yang tidak biasa dikarang oleh seorang mahasiswa pada umumnya. Maka dari itu penulis mohon izin kembali menceritakan kisah dibalik itu semua.
Ketika tingkat pertama di IPDN atau biasa disebut pangkat muda praja, penulis yang ditunjuk oleh rekan-rekan asal pendaftaran kota dan kabupaten bekasi untuk menjadi koordinator wilayah asal pendaftaran Bekasi atau sebut saja yang ditetuakan diangkatan xx asal pendaftaran Bekasi saat itu. Masalahnya penulis yang sangat payah dalam memimpin mengakibatkan seringnya penulis melakukan kesalahan dalam memimpin yang penulis pimpin, wajar saja penulis yang pada masa SMA menjadi seorang yang payah dalam banyak hal harus langsung ditodong untuk memimpin. Sampai akhirnya penulis jera harus selalu berbuat kesalahan lalu memutuskan untuk mempelajari ilmu memimpin dari berbagai buku literatur tentang kepemimpinan, manajemen dan organisasional di Perpustakaan IPDN. Adapun penulis melakukan semacam studi literatur dengan mencatat kembali intisari dari setiap buku yang penulis baca dilembaran kertas yang kemudian di Masjid sering penulis baca kembali dan agar tidak hilang datanya penulis juga mengetikkannya diLaptop menjadi file-file khusus tentang kepemimpinan. Selain itu penulis juga pernah mengikuti seminar berjudul menjadi pemimpin yang bahagia, lalu sering juga berseluncur di internet untuk mencari artikel-artikel tentang kepemimpinan yang lebih up to date. Semua itu penulis lakukan sampai dengan tingkat dua, yang disebut dengan Madya Praja.
Pada saat tingkat dua, saat itu seperti gejolak remaja pada umumnya penulis dekat dengan salah seorang wanita praja. Kami sering jalan berdua selama beberapa bulan, tetapi ketika sebuah kenyataan bahwa ternyata dia lebih memilih praja putra lain yang lebih mapan dari penulis maka sayapun merasakan yang dinamakan patah hati saat itu. Alih-alih yang seharusnya mengalami depresi dan melampiaskannya ke hal yang lain seperti mencerca wanita yang penulis dekati tadi atau kembali menggaet wanita yang lain penulis justru semakin dekat dengan bertumpuk-tumpuk buku yang ada di Perpustakaan. Sehari-hari bisa penulis habiskan waktu bersama buku-buku berat itu yang bisa memusingkan kepala untuk menghilangkan rasa depresi. Hal itu penulis lakukan karena dalam hati penulis ingin membuktikan diri bahwa penulis akan bisa lebih mapan dan kemapanan itu tidak tergantung dari orang tua. Tetapi saat itu penulis tidak tahu harus melakukan apa, makanya penulis hanya fokus membaca dan membuat intisari dari buku-buku itu. Sampai akhirnya penulis mengikuti seminar motivasi yang berjudul “Jangan kuliah kalau gak sukses” yang salah satu penjelasannya menyarankan agar supaya bisa menjadi mahasiswa yang sukses maka salah satu caranya adalah dengan menulis buku. Sedari gagasan itulah penulis akhirnya memutuskan untuk menulis buku tetapi karena gagasan itu penulis lakukan secara otodidak dan tanpa ilmu maka selama sebulan pertama tulisan penulis hasilnya sangat jelek dan pembahasannyapun hanya berputar-putar saja.
Hingga untuk waktu yang tidak lama kemudian disaat ada kebijakan Izin Bermalam dari lembaga kepada mahasiswanya penulis terpaksa dirawat dirumah sakit karena mengalami kecelakaan motor pada malam izin bermalam itu dan tentu untuk biaya penyembuhannya tidaklah sedikit, yang biayanya mau tidak mau hanya bisa dibayar dengan uang dari orang tua. Maka dari kejadian itulah timbul keinginan yang kuat dari diri penulis untuk benar-benar dapat berkarya diusia muda dan dari karya itu sebisa mungkin juga dapat produktif artinya menghasilkan sebuah arus finansial. Maka bulatlah tekat penulis untuk bisa menyelesaikan buku pertama penulis bagaimanapun caranya.
Masa berlanjut ketika ditingkat tiga yang disebut Nindya Praja, penulis telah menyelesaikan draft pertama buku Leader University dan penulis mengajukan kepada Rektor dan Wakil Rektor IPDN. Penulis terkejut ketika saat menghadap ke Wakil Rektor IPDN yang juga seorang guru besar otonomi daerah, Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MS karena beliau sangat mengapresiasi draft buku karya pertama penulis tersebut. Beliau berkata dirinya terkejut heran bahwa ternyata ada Praja IPDN yang walaupun masih berstatus sebagai peserta didik tetapi sudah mampu membuat buku setebal lebih dari 200 halaman. Draf buku itu kemudian dibawa kerumah beliau, lalu dibacanya dan kemudian diberi catatan-catatan khusus yang mengilhami proses revisi draf pertama itu menjadi sebuah buku yang utuh. Jika banyak orang menganggap bahwa seorang mahasiswa bisa membuat buku satu saja maka sudah dianggap hebat maka penulis merasakan semakin ‘mengila’ untuk terus menulis buku lainnya yaitu The Art of Meeting. Bahkan penulis sampai memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan fungsionaris kesenatan dan dari ketua organisasi Forum Kajian Praja untuk bisa fokus menulis kedua buku itu. Padahal penulis merasakan bahwa dengan menjabat pada kedua jabatan itu nama penulis banyak dikenal dan dihormati oleh banyak Praja lain. Tetapi penulis berpikir apalah artinya dihormati dan dikenal banyak orang tapi tidak mampu berkarya pada hal yang benar-benar produktif.
Pada tahun terakhir penulis sebagai tingkat empat yang dikenal sebagai Wasana Praja penulis telah resmi diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil dibawah Kementerian Dalam Negeri RI, artinya penulis telah menjadi seorang birokrat yang sesungguhnya. Kemudian pada bulan Desember 2012 akhirnya penulis membentuk grup usaha bersama usaha kecil menengah yang memasarkan produk UKM secara online yang bernama Honeycomb Group dan salah satu cabang usahanya adalah HCG-Press dibidang penerbitan buku ini. Sehingga pada bulan Desember itu juga penulis menerbitkan buku Leader University di HCG-Press yang penulis dirikan serta buku The Art of Meeting pada bulan Februari 2013, dengan itulah penulis resmi menjadi seorang penulis buku muda. Lalu pada tanggal 2 Maret 2013 penulis beserta Rohis IPDN menyelenggarakan acara Peluncuran, Bedah buku dan Seminar Leader University, sehingga saat itu penulis resmi menjadi seorang pembicara sekelas seminar akbar dan bukan hanya itu pada acara tersebut penulis meraih penghargaam dari Subbid Perpustakaan Rohis WWP IPDN untuk dua kategori yaitu menjadi Praja Pertama yang Telah Menerbitkan Dua Buku pada Kategori Ilmiah Populer/ Non-Fiksi pada usia 21 tahun 255 hari dan Praja Pertama yang Menjadi Pembicara Tunggal Acara Bedah Buku dan Seminar Berdurasi Empat Jam dalam Satu Hari Pada usia 21 tahun 255 hari. Semua itu penulis lakukan diusia muda penulis dan itulah sebagian dari karakter sukses birokrat yang telah penulis tempuh dan hendak penulis paparkan dalam buku ini.
KENANGAN TERHEBAT ADALAH MASA-MASA TERBERAT
Jika kini diingat-ingat begitu banyak kisah hidup penulis yang diterpa masa-masa terberat dan pastinya juga pernah diterima oleh seluruh manusia dialam bumi ini. Tetapi apakah hal tersebut yang membuat penulis terjatuh? Tidak, justru itulah yang membuat penulis semakin sukses. Bahkan ada satu kenangan pada kepenulisan buku ini, yaitu buku ini dikerjakan manakala penulis juga sedang disibukkan dengan berbagai macam kegiatan kemahasiswaan tingkat empat di IPDN seperti penyusunan Laporan Akhir Diploma 4, segala bentuk latihan kegiatan fisik dalam rangka persiapan menjelang pengukuhan oleh Presiden RI, mengurus beberapa acara kegiatan keorganisasian, mengurus penerbitan legalitas dan unsur manajerial HCG-Press dll yang menjadi sebuah keniscayaan penulis mampu tetap mengetik tiap bab buku ini sampai pada waktu luang penulis sampai dengan tengah malam. Terkadang juga harus mendapatkan koreksi dan teguran ini dan itu, menanggapi orang-orang yang tidak suka dengan penulis dll yang membuat suasana semakin sulit bagi penulis. Tetapi justru itulah menjadi sebuah semangat baru bagi penulis untuk bisa berkonsultasi meminta saran dan pendapat dengan para pakar birokrasi, belajar lebih mendalam tentang teori dan landasan normatif yang menentukan faktor kesuksesan birokrat serta penggabungan dari hasil pengalaman yang dalam waktu 3,5 tahun kebelakang penulis dapatkan dari proses berbirokrasi di lembaga pemerintahan ini sehingga dari ketiganya penulis memiliki keyakinan bahwa penulis bisa menuliskan buku yang sedang Anda baca ini sebagai buku karya ketiga yang penulis buat ketika penulis masih menjadi seorang Praja IPDN.
Namun kisah terakhir ini tentu bukan yang paling dahsyat terberatnya yang pernah penulis alami, tetapi masih banyak kisah lain yang masih tersimpan yang mungkin akan baru penulis kisahkan pada buku-buku selanjutnya. Tetapi yang lebih penting apa hikmah dari ini semua?
Orang membutuhkan kenangan masa-masa buruk terberatnya untuk menambah semangat dan motivasi dalam dirinya bekerja sehingga dirinya mampu keluar menjadi orang yang lebih sukses karena dirinya menganggap dirinyalah orang yang paling sial. Maka oleh karena anggapan itulah, usahanya mampu keluar lebih besar ketimbang orang yang menganggap dirinya selalu beruntung. Sedangkan nasib orang yang selalu menganggap dirinya beruntung dan enggan menganggap dirinya orang yang sial-lah yang hanya akan stagnan karena dirinya menganggap dirinya sudah beruntung dan tidak mau berusaha meningkatkan usahanya untuk lebih sukses.
Para pembaca pasti juga memiliki berbagai kisah masa-masa sulit dikehidupan dan pekerjaannya yang pada khususnya sebagai seorang birokrat yang pernah dialaminya. Maka buku yang sedang Anda pegang ini sudah tepat. Karena dengan Anda membaca dan mempraktekkan kandungan buku ini maka tidak akan ada lagi budaya feodalismeyang selama ini menjadi penyakit pemerintahan di Indonesia yang akan menghambat seorang birokrat berkarakter sukses untuk tampil dan lebih sukses daripada orang-orang yang berkarakter buruk namun tetap sukses karena bergantung pada budaya feodalisme-nya. Semoga terinspirasi dan menjadikan bahan kisah sukses hidup Anda selanjutnya!
“Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, yang lain terbuka. Tetapi seringkali kita melihat ke pintu yang tertutup begitu lama sehingga kita tidak melihat pintu lain yang telah dibuka untuk kita”. (Helen Keller)
Tak Kenal Maka Tak Sayang (Prolog Buku Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku)
Reviewed by Santana Primaraya
on
5:12:00 PM
Rating:
No comments:
Post a Comment