HARI 1 DARI 17 HARI MEMBENTUK KARAKTER SUKSES BIROKRAT
BAB 1
HUBUNGAN RAHASIA ANTARA SUKSES DENGAN KARAKTER
Karikatur di Awal Bab |
“Dua hal yang seringkali orang ambisius awam terhadapnya, bahwasanya hikmah sukses adalah jika impian bertemu dengan kenyataan sedangkan hikmah bahagia adalah jika seseorang menemukan hikmah dibalik kenyataan”. (Penulis)
Pengertian dan perbedaan Bahagia dan sukses dijelaskan dalam buku Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku.
Menurut Budi karena Dahlan sudah kaya raya maka sudah dapat dikatakan seorang yang sukses. Sedangkan menurut Dahlan, walaupun telah kaya tetapi dirinya masih merasa belum sukses karena walaupun sudah dapat arus finansial pendapatannya yang tinggi tetapi masih banyak pengeluaran usaha yang diatas dari yang seharusnya. Dahlan justru mengatakan Budi-lah yang sukses karena Budi dapat menganggarkan semua yang dibutuhkannya dan diterimanya secara tepat proporsinya. Itulah sedikit penggambaran bagaimana anggapan sukses itu ternyata sedemikian relatifnya. Seseorang bisa sukses dengan jalurnya masing-masing (bukan hanya sebatas kesuksesan karena telah sama suksesnya dengan orang lain atau sukses karena hadirnya pengakuan dari orang lain), maka bisa saya katakan bahwa sukses itu relatif berdasarkan cara pandang tiap orang. Tetapi melalui buku ini, saya akan lebih menekankan kepada pentingnya sebuah pembangunan karakter untuk bisa sukses. Hal ini sesuai dengan yang pernah dikatakan oleh Stephen R Covey (seorang pakar psikologi ternama dunia yang mengajarkan kemenangan efektifitas manusia) yang inti dari pemikirannya menjelaskan bahwa faktor karakterlah yang akan menentukan seseorang bisa pantas atau tidaknya sebagai seorang yang sukses.
SUKSES BAGI BIROKRAT
Sebagai contoh, seorang dokter akan mengatakan sukses jika berhasil menyembuhkan pasiennya. Lain lagi bagi seorang guru, dia akan merasa sukses jika anak didiknya berhasil menyerap ilmu yang dia transferkan. Sedangkan seorang wirausahawan akan mengatakan sukses jika produk jualannya berhasil ramai dibeli oleh konsumen. Disamping itu, masih banyak pengertian lain terhadap pluralisme dari istilah sukses ini.
Maka dari itu, saya membagi istilah sukses bagi birokrat kedalam tujuh faktor sebagai berikut (beserta penjelasan unsur relatifitas dan unsur mutlaknya):
1. Sukses adalah Melakukan Pekerjaan dengan Efektif dan Efisien
Pekerjaan efektif akan menjadi relatif tergantung pada tingkat keefisiensiannya, karena semua bisa dilakukan dengan efektif (tepat sasaran) tetapi hal tersebut bukan sebuah kesuksesan manakala untuk mencapai sasaran harus mengorbankan hal lain yang lebih banyak dari yang seharusnya.
Berkenaan dengan efektif dan juga efisien maka ternyata setiap ada perubahan teknologi yang mempermudah pekerjaan manusia maka setiap saat itu jugalah pekerjaan akan lebih efisien dikerjakan, sehingga selama perubahan teknologi semakin canggih maka efisien adalah relatif pada setiap jenjang eranya (sama seperti dalam konteks efektif).
Contohnya, seorang PNS di sebuah instansi bisa saja menghasilkan laporan pertanggung-jawaban administrasi perkantoran instansinya (Efektif), tetapi diantara PNS seperti itu yang sukses adalah yang mampu menyelesaikannya dalam waktu singkat dan saat mencetaknya hanya perlu sekali cetak karena tidak ada kesalahan cetak laporan yang membuatnya harus mencetak untuk kali kedua yang mengakibatkan borosnya pemakaian kertas (Efisien). Tetapi walaupun sukses karena bekerja efisien seperti itu pada masa kini, bisa saja pada lima tahun kedepan PNS tersebut tidak lagi bisa dikatakan bekerja efisien karena PNS lain yang lebih up to date terhadap teknologi mungkin akan lebih mampu mengerjakannya lebih cepat karena faktor teknologi yang lebih canggih bahkan mungkin juga tanpa perlu di-print sama sekali, maka hal tersebut tentu akan lebih efisien daripada cara sebelumnya.
Sukses dalam konteks ini juga berarti seseorang yang tidak melakukan kesalahan daripada yang telah diatur oleh peraturan/perundang-undangan yang berlaku. Tetapi sukses seperti ini juga ternyata relatif karena tidak berbuat kesalahan pada aturan yang satu mungkin melanggar aturan lain yang tidak pada bidangnya (biasanya pada aturan moral dan sosial dimasyarakat), karena hakikatnya peraturan yang dibuat oleh manusia semuanya bersifat relatif (kebetulan/kebenaran parsial), dalam artian terdapat celah-celah yang dapat menimbulkan kemudharatan (baca:keburukan) dari aturan tersebut.
Bentuk sukses mutlak dari faktor sukses ini adalah ketika hal yang dikerjakan menjadi diberkahi oleh Tuhan dan oleh-Nya dijadikan sebuah amalan bagi kita (karena amalan itu sifatnya kekal)(*).
*) Penjelasannya akan menghabiskan berlembar-lembar kertas. Sehingga insya Allah akan dibahas pada kesempatan lain.
2. Sukses adalah Tercapainya Tujuan/Cita-Cita Hidup
Seorang anak kecil jika ditanya mengenai cita-citanya, maka dengan sangat berantusias dirinya akan menjawab ingin menjadi seorang dokter, pilot, jenderal bahkan presiden dll. Tetapi pada saat mereka sudah memasuki usia dewasa setiap dari anak kecil yang ditanya itu ada yang harus menerima kenyataan bahwa mereka harus gagal meraih cita-citanya walau ada juga dari mereka yang berusaha dengan gigih serta berhasil sukses meraihnya. Karena memang sulit dibayangkan jika anak kecil yang bercita-cita menjadi Presiden semuanya tercapai maka tidak akan ada lagi rakyat yang dipimpinnya, begitu pula jika semua jadi pilot maka tidak ada lagi penumpang pesawatnya jadi tentulah kita harus menentukan apa cita-cita kita dengan lebih spesifik sedari masa pendidikan perkuliahan. Adapun cita-cita ini menurut saya terbagi menjadi tiga:
• Cita-cita meraih Profesi, contoh: dokter, pilot dll
• Cita-cita meraih Jabatan/Pangkat, contoh: Jenderal, Presiden dll
• Cita-cita meraih Keinginan, contoh: ingin rumah mewah, anak yang shaleh dll
Lalu jika salah satunya dapat tercapai maka bisa dikatakan orang tersebut telah dapat dikatakan sebagai orang yang sukses, walaupun tetap bersifat tidak mutlak. Faktanya setiap orang yang memiliki tujuan hidup akan merasakan lebih hidup dalam gairah untuk mewujudkannya, dalam artian jika sudah tercapai impian yang selama ini dikejarnya maka bisa dikatakan orang tersebut telah kehilangan gairah terbesarnya untuk hidup. Tetapi sebagai umat beragama, patut direnungkan bahwa tujuan hidup tertinggi itu bukan berada didunia. Manusia baru boleh mengatakan dirinya sukses mencapai tujuan/cita-cita hidup apabila sudah berada di Surga-Nya, inilah yang menjadi cita-cita pada tingkatan sukses mutlak (baca: hakiki).
3. Sukses adalah Memiliki Tingkat Pendidikan dan Ilmu yang Tinggi
Saya pernah diberi ceramah secara internal oleh salah satu dosen senior di IPDN, Bapak Ir. H. Sidharto, M.Si, mengenai perbedaan seorang yang bekerja hasil lulusan sarjana dengan pekerja yang bukan sarjana. Beliau mengungkapkan bahwa seorang sarjana bila bekerja dirinya mampu menggunakan akal pikirannya untuk mampu bekerja terarah dan terkonsep sesuai dengan yang telah dipelajarinya selama kuliah. Sedangkan orang yang tidak sarjana, dirinya hanya akan bekerja sesuai dengan sekehendak hatinya karena memang dirinya tidak mendapatkan ilmu sains terapan yang seharusnya didapatkannya saat kuliah. Maka hal tersebut bisa disimpulkan juga bahwa orang yang tidak bisa bekerja dengan ilmu maka dirinya bukanlah seorang sarjana yang sesungguhnya kendati bergelar sarjana sekalipun.
Masih pada kesempatan yang sama, beliau juga mengungkapkan bahwa bedanya orang yang berilmu dan tidak adalah orang yang tidak berilmu cenderung ‘membenarkan yang lazim’ sedang orang yang berilmu akan cenderung ‘melazimkan yang benar’.
Tentu akan sangat baik apabila seseorang yang memiliki ilmu dan juga disertai dengan gelar yang tinggi, namun itu tentu bukanlah kesuksesan diakhir tetapi sebaliknya yaitu kesuksesan diawal untuk meraih kesuksesan besar selanjutnya, karena seseorang tidak menghasilkan apa-apa ketika hanya memiliki ilmu dan gelar. Tetapi menjadi menghasilkan amal dan uang ketika dengan ilmu tersebut dirinya mampu mengajar, membuat penelitian, karya tulis dll lalu dengan titel gelar yang disandangnya dia mampu meyakinkan kepada yang diajar bahwa dirinya pantas untuk mengajar.
Atau bisa saya katakan seorang yang memiliki ilmu dan gelar baru hanya dikatakan sukses mutlak manakala dengan ilmu yang dimilikinya mampu membuat orang lain juga bisa berilmu dan memperbaiki kualitas kehidupannya dengan ilmu. Yang pada kesempatan selanjutnya akan saya jelaskan bahwa birokrat yang paling hebat dari hanya sekedar hebat adalah para birokrat yang selain hebat mereka juga bisa menjadi seorang yang berpengaruh dan bermanfaat.
4. Sukses adalah Memperoleh Kekayaan Lebih dari Orang Disekitarnya
Ini adalah permasalahan dari sudut pandang cakupannya. Jika kekayaan hanya dibandingkan dengan kekayaan orang lain pada lingkup sehari-harinya maka bisa saja dirinya dikatakan sebagai orang yang kaya. Tetapi manakala kekayaannya dibandingkan dengan masyarakat pada lingkup tingkat ekonomi yang lebih tinggi maka kekayaannya tadi bukan apa-apa lagi. Hal ini akan berlaku seterusnya sampai dengan level orang terkaya didunia. Sedangkan orang terkaya diduniapun suksesnya hanya relatif, karena ada juga istilah ‘Lonely in the top’ yang dirasakan oleh orang sukses ditingkatan atas yang cenderung membuat mereka merasa tidak bahagia sepenuhnya.
Relatifitas kekayaan kedua adalah uang ternyata tidak selalu kekal keberadaannya. Bisa seketika habis karena bangkrut, hangus karena kebakaran, dirampok, ditipu atau bisa juga habis secara perlahan karena tidak ada pemasukannya kembali.
Bentuk sukses mutlak atas kekayaan ternyata bukan dari bentuk apa yang kita miliki saja, tetapi dari apa yang bisa kita sedekahkah kepada orang lain. Itulah yang kemudian mampu menjadikan bentuk awal berupa kekayaan, yang bersifat relatif hingga mampu berubah bentuknya menjadi sebuah amal yang sifatnya kekal.
5. Sukses adalah Memperoleh Jabatan/Pangkat Tinggi
Umur jabatan ternyata relatif hanya akan dimiliki sebatas umur produktif, artinya jika sudah berusia lanjut maka jabatan diakhiri dengan pensiun atau bisa juga karena faktor seseorang sudah tidak bisa bekerja karena mengalami cacat fisik dan psikis permanen yang fatal maka hal itu juga membuatnya sudah diharuskan melepaskan jabatan/ pangkatnya.
Jabatan dibirokrasi juga rentan terhadap pergolakan politik yang terjadi, seseorang bisa diturunkan atau dipindah tugaskan ke instansi lain dengan jabatan yang lebih rendah jika ternyata politik yang berkembang tidak menyenanginya dirinya.
Belum lagi jabatan akan menimbulkan amanah, dan apabila amanah itu dijalankan dengan baik maka menjadi amal dan jika sebaliknya maka akan menjadi dosa. Bahkan dalam ajaran Islam (didalam Al-Quran 33:72) dijelaskan bahwa amanah telah dikemukakan oleh Allah Swt ke langit, bumi dan gunung-gunung tetapi mereka enggan karena takut menghianatinya, tetapi fenomena sekarang adalah justru manusia yang mencari-cari amanah bahkan dengan berbagai cara sikut-menyikut diantara manusia lain, maka itulah yang kemudian dikatakan Allah Swt bahwa “manusia itu amat dzalim dan bodoh” didalam kelanjutan kutipan ayat Al-Quran diatas.
Maka bisa diambil kesimpulan dengan kenyataan diatas bahwa seseorang yang merasa telah sukses manakala mendapat jabatan/pangkat (yang disimbolkan dengan berbagai evolet) maka kesuksesan itu hanya bersifat relatif. Sedangkan bentuk mutlak dari kesuksesan ini sama seperti kekayaan, barang siapa yang bisa mempergunakan jabatan/pangkat dengan baik maka mendapat amal dan jika sebaliknya mendapatkan dosa.
6. Sukses adalah Memperoleh Jabatan/Pangkat Secara Cepat
Jika sukses pada jabatan/pangkat untuk kalangan birokrasi pada umumnya sudahlah menjadi hal yang lumrah, tetapi menjadi lebih mengejutkan apabila suksesnya itu diraih ketika dirinya masih berusia muda. Akan tetapi kesuksesan seperti ini ternyata juga bersifat relatif.
Relatifitas pertama seorang birokrat yang sukses memperoleh jabatan secara cepat jika diukur berdasarkan tingkat kebahagiaan personal maka niscaya akan lebih banyak tidak bahagianya, karena akan banyak diterpa badai iri dan sakit hati dari pegawai lain yang merasa lebih senior. Dengan terpaan badai itu banyak orang yang menjadi tidak bahagia karenanya, terlebih umumnya akan menjadi obyek penyikutan yang dilakukan oleh birokrat lainnya.
Relatifitas kedua adalah memang menjadi peraih jabatan termuda pada bidangnya mampu meningkatkan harga diri yang bersangkutan, tetapi sering berjalannya zaman maka akan semakin banyak lagi birokrat pada usia muda lain yang akan mengalahkan rekor tersebut. Pada saat itu yang bersangkutan tidak akan dikenang kembali sebagai orang yang pernah meraih jabatan termuda pada masanya.
Kesuksesan mutlak dari ini sama halnya dengan kesuksesan mutlak pada penjelasan poin sebelumnya (Pada poin kelima).
7. Sukses adalah Meraih Kebahagiaan Pribadi
Bagi orang seperti ini motto mereka biasanya ”Hidup bahagia mati masuk surga”. Asalkan mereka sudah bahagia didunia maka mereka sudah mengatakan bahwa mereka telah sukses. Setidaknya saya sendiri termasuk orang yang menganggap saya telah sukses setiap hari dengan faktor kesuksesan seperti poin ini. Adapun unsur relatifitasnya adalah sebagai berikut:
Relatifitas pertama adalah seseorang sering menjadi tidak bahagia dengan kehidupannya yang serba mewah karena seiring banyaknya tuntutan pekerjaannya. Apabila dirinya melihat kehidupan orang sederhana yang hidupnya damai tanpa perlu stress memikirkan banyak pekerjaan, maka dirinya sering merasa iri dan ingin juga merasakan perasaan damai orang sederhana itu.
Relatifitas kedua adalah karena salah satu takdir manusia diciptakan Tuhan dimuka bumi ini adalah untuk ditimpakan kepada mereka berbagai ujian kehidupan sebagai ujian ketakwaan seseorang, maka barangsiapa seseorang yang telah lulus dari ujian satu akan dihadapkan pada ujian kedua begitu seterusnya sampai pada akhir hayatnya. Atau bisa dipahami bahwa memang didunia ini tidak ada kebahagiaan yang sejati. Maka tidak salah orang yang mengungkapkan bahwa embel-embel kampanye calon pemimpin daerah yang mengatakan akan membuat daerahnya menuju kesejahteraan, kemakmuran, aman, tenteram dll itu pasti tidak akan terwujud. Karena masyarakat sejahtera makmur dll tadi hanya akan ada disurga-Nya dan tidak ada satupun secara mutlak didunia. Bahwasanya kebahagiaan yang mutlak hanya akan berada disurga-Nya.
***
Sesuai judul cover buku ini saya selaku penulis bukan hanya menargetkan pembaca meraih sukses hanya pada salah satu kategori diatas, melainkan jika bisa sebanyak-banyaknya kategori kesuksesan diatas bisa diraih maka pastinya akan lebih baik. Seperti perumpamaan jika seorang pria diminta memilih satu diantara lima wanita yang paling ingin dinikahinya (dengan masing-masing hanya satu kriteria kelebihannya), maka jika kita masih bisa mencari wanita keenam yang memiliki kelima kelebihan itu ada dalam dirinya, mengapa kita harus memilih salah satu dari kelima wanita pertama?
Maka bersama buku ini akan saya temani beberapa hari kedepan untuk mencapai ketujuh indikator kesuksesan birokrat diatas, baik yang sifatnya relatif maupun mutlak demi menjadi seorang “Birokrat Berkarakter Sukses di Era Konseptual”.
KARAKTER ADALAH RAHASIA SUKSES
Stephen R. Covey dalam buku terlaris sepanjang masanya The Seven Habbits of Highly Effective People menyatakan bahwa sukses itu adalah sebuah nasib hasil pembentukkan dari karakter seseorang. Tahapannya adalah sebagai berikut:
“Gagasan → Perbuatan → Kebiasaan → Karakter → Nasib”
Tahapan itu sesuai dengan pandangan Stephen R.Covey yang terkenal mengenai pembentukan karakter dalam bukunya yaitu: “Taburlah gagasan petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah kebiasaan, taburlah kebiasaan petiklah karakter, taburlah karakter petiklah nasib.” Tahapan tersebut bisa dijelaskan dengan penjelasan seperti berikut:
1. Gagasan
Merupakan hal yang paling mudah dilakukan karena gagasan hanya berada pada pikiran kita yang setiap hari dapat kita gagas berbagai hal yakni dari hal yang sangat penting hingga tidak penting sama sekali. Tingkatan gagasan dengan tindakan paling maksimal adalah dengan menuliskan gagasan dilembaran kertas rencana/pemetaan, namun belum dikerjakannya sama sekali.
2. Perbuatan
Merupakan tindakan yang tercipta dari sebuah gagasan yang dapat dipraktekkan. Ibarat ungkapan “seribu langkah dimulai dari satu langkah” maka setiap perbuatan diharuskan memiliki awalan, tetapi awalan inilah yang menurut banyak psikolog merupakan hal yang paling susah dikerjakan. Walaupun setelah langkah kedua, ketiga dst tidak akan menjadi sebuah problem lagi.
3. Kebiasaan
Merupakan sebuah perbuatan yang telah dilakukan berkali-kali sehingga secara tidak sadar sekalipun orang yang bersangkutan akan mengerjakannya secara berulang-ulang.
Menurut Covey kebiasaan bisa dikatakan merupakan hasil persilangan antara pengetahuan, keahlian dan keinginan. Ditambahkannya, mengubah kebiasaan memang sulit, tapi bisa dikerjakan dengan komitmen (prinsip) yang sungguh kuat.
4. Karakter
Merupakan gabungan dari beberapa kebiasaan yang umumnya karakter ini dapat dikategorikan menjadi berbagai karakter-karakter khusus terspesifikasi yang membedakan dengan karakter yang dimiliki oleh orang lain. Contoh: Karakter pemalas, rajin, petualang dll.
5. Nasib
Merupakan sebuah ketetapan Tuhan yang masih bisa diusahakan oleh manusia, dan jika didalam ajaran Islam dikenal dengan ‘Qada’. Nasib berbeda dengan takdir, karena jika yang dimaksud takdir adalah ketetapan Tuhan yang mutlak dan takdir sudah ditetapkan sedari manusia masih dalam penciptaan-Nya (Takdir=Qadar). Maka nasib sukses tidaknya seorang birokrat ini tergantung pada pada persilangan antara dua faktor yaitu faktor X dan Y (yang nanti akan saya bahas pada bab selanjutnya) dan salah satu dari dua faktor sukses itu adalah ‘Karakter yang penting’.
***
Setiap karakter memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing, walaupun pada suatu karakter punya kelemahan namun hal itu tetap lebih baik daripada tidak berkarakter sama sekali. Hal itu karena sebuah karakter tetap akan menghasilkan suatu nasib. Sebagai contoh adalah seorang pemimpin dinas yang memiliki tipikal karakter ‘determinasi’ mampu membuat keadaan kantor dinas berserta pegawainya menjadi tentram dari ancaman keretakan hubungan kerja di dinasnya (keadaan tentram tersebut merupakan salah satu faktor kesuksesan dalam berbirokrasi). Namun terkadang dengan terlalu determinan akan membuat keadaan yang stagnan tanpa adanya perubahan yang berarti. Sebaliknya pemimpin yang bertipikal karakter ‘ambisius’ akan mampu membuat keadaan kantor dinas berserta pegawainya mengalami perubahan dan pembangunan yang sangat signifikan dan bermanfaat secara tepat guna dan tepat sasaran (kelebihannya). Tetapi terkadang terlalu ambisius juga membuat keadaan pegawai kantornya menjadi tidak tentram.
Maka jika pembaca telah membaca buku Leader University karya saya, pembaca akan mengetahui apa yang dinamakan dengan ‘Pandangan 3600’, sehingga antara karakter determinan dan ambisius tadi dapat dilakukan secara seimbang dan arif bijaksana guna meminimalisir kelemahan pada masing-masing karakternya.
KARAKTER VS KEPRIBADIAN
Pada awal tahun 2012 dunia birokrasi Indonesia mengalami perubahan paradigma secara perlahan namun signifikan manakala timbul tokoh daerah yang menembus berbagai pemberitaan nasional, tokoh itu adalah Joko Widodo (Jokowi) dan Dahlan Iskan. Serta fenomena lain seperti dunia perpolitikan (yang kemudian juga membawa dampak pada dunia birokrasi di Indonesia) yang diisi oleh para tokoh dari kalangan selebriti yang bermodalkan nama-nama tenar yang tidak asing ditelinga masyarakat juga fenomena para pembesar tokoh parpol ramai-ramai menyingkat nama lengkapnya seperti Susilo Bambang Yudhoyono menjadi SBY, Abu Rizal Bakrie menjadi ARB dll, lalu baligo-baligo disepanjang jalan yang menampilkan foto kepala daerahnya lebih besar ketimbang pesan moral yang hendak disampaikan, adapun juga pada ranah jejaring media sosial seperti pada facebook, twitter, web blog pribadi tidak kalah serunya dalam mempublikasikan citra tokoh dan embel-embel organisasi/ lembaga penyokongnya.
Diluar pro-kontra yang terjadi pada opini masyarakat, hal tersebut menggambarkan kondisi para tokoh didunia birokrasi Indonesia sedang berusaha menimbulkan kepercayaan publik dengan memunculkan pencitraan dari tokoh-tokoh tertentu yang digadang-gadang sebagai seorang pimpinan birokrasi kelak. Walaupun ditujukan untuk memunculkan tokoh dengan mempublikasikan karakter dari para tokoh tetapi nyatanya bukan karakter yang dipublikasikannya melainkan hanya kepribadiannya. Adapun dikalangan masyarakat, karakter sepintas memang memiliki kesamaan persepsi dengan kepribadian. Namun kedua hal itu dapat diuraikan perbedaannya sebagai berikut:
1. Karakter
Berorientasi pada prinsip yang dipegang erat oleh komitmen diri sendiri dan karakter juga menjadi panduan yang memiliki nilai yang permanen atau setidaknya berpengaruh secara kurun waktu yang panjang. Kehidupan berorientasi-prinsip adalah membuat sebuah komitmen untuk mendengarkan hati nurani dan hidup berdasarkannya.
Karakter cenderung harus lama dipupuk karena membutuhkan tahapan sebagaimana tercantum diatas, tetapi efek dari pemupukan itu akan bertahan sepanjang waktu.
2. Kepribadian
Hanya memperhatikan praktik-praktik nyata yang cenderung dilakukan karena ada perihal yang membuatnya harus melakukan hal itu. Contoh ketika kita ingin dinilai guru sebagai siswa teladan maka kita sering berlaku baik didepan guru (tetapi tidak pada pergaulan sehari-hari didepan teman sebayanya). Kepribadian dapat dengan instan dipraktikkan karena kepribadian ini adalah sebuah keahlian yang bisa dipelajari dan menjadi berguna untuk membangun citra publik, namun efek dari hal ini sangatlah rapuh artinya kadangkala ketika kita lupa tidak mempraktekkan tekniknya maka karakter kita yang asli akan tampil dan melunturkan citra yang direkayasa.
Untuk beberapa kejadian kepribadian ini bisa sebagai tumpuan meraih kesuksesan, namun ini hanya hal yang tidak memiliki nilai yang permanen dalam hubungan jangka panjangnya.
Karakter inilah yang kemudian bisa menjadi sebuah sistem budaya kerja yang baik didalam setiap Instansi karena didepan dan belakang layar budaya karakter pegawai instansi ini mampu menampilkan hal yang serupa. Berbeda jika budaya yang berkembang di Instansi adalah kepribadian yang hanya menang di tampilan tetapi buruk dibelakang layarnya.
ORANG BERKEPRIBADIAN MALAS BERKARAKTER RAJIN
Ketika saya berhasil menerbitkan buku maka banyak orang terheran-heran karena merasa saya tidak pernah terlihat sedang menulis buku. Lebih heran lagi saya sebagai mahasiswa tidak aktif dalam kegiatan belajar-mengajar dikelas. Lalu menjadi sebuah kejutan terbesar dari saya bagi mereka adalah ketika saya cerita bahwa penerbitan tempat saya menerbitkan buku-buku saya adalah sebuah penerbitan yang saya dirikan sendiri atas nama pribadi. Padahal sehari-hari saya tampak sebagai seorang mahasiswa pada umumnya yang tidak terlampau menonjol dibidang akademis.
Dari kisah diatas, maka saya dapat dikategorikan sebagai seorang yang memang berkarakter rajin tetapi suka menampilkan pencitraan layaknya seorang pemalas. Ketika sedang sendiri dimasjid kampus, saya sering dengan cekatannya mengetik baris demi baris buku, membaca banyak buku literatur guna studi literatur dll sedangkan jika harus berbaur dengan teman-teman maka kembali saya menampilkan pribadi pemalas. Alhamdulillah, saya melakukan hal itu dengan istiqomah dan jadilah empat buku (termasuk buku ini) yang saya buat pada saat saya masih pada level seorang mahasiswa.
Coba saja perhatikan pada masa-masa sekolah sering kita melihat seorang yang bandel bukan main (sehingga terkesan dirinya tidak mementingkan kegiatan belajar akademisnya disekolah sama sekali) tetapi diam-diam dirinya dirumah selalu rajin untuk belajar secara mandiri sehingga jika dilakukan ujian ternyata mampu mengalahkan kepintaran dari siswa/i lain yang notabene siswa baik-baik namun justru benar-benar malas untuk belajar dirumah. Hikmah dari contoh itulah yang dinamakan membentuk karakter sukses tanpa menciptakan kepribadian pada pencitraan yang baik dikalangan teman-temannya. Maka sudah seharusnya sebagai seorang birokrat harus dimulai untuk memikirkan antara kedua hal ini sebagai penentu kesuksesan seorang Abdi Negara yang sebenarnya. Adapun pada buku ini ada beberapa pembahasan yang menerangkan kepada pembaca mengenai beberapa cara untuk memiliki kepribadian yang baik, tetapi nilai-nilai kepribadian tersebut tetap masih berorientasi pada pembangunan karakter sukses birokrat. Temukan pembahasan itu dihari-hari selanjutnya, sekarang tugas pembaca adalah mempraktekkan tugas dibawah ini lalu tutup buku ini sampai esok hari tiba. :)
PENGETAHUAN AKAN SIA-SIA JIKA TIDAK DIPRAKTEKKAN
- Baca buku Leader University dan buka pada Bab Mengenal Diri Anda Sendiri. Lakukan analisis SWOT terhadap diri Anda dengan tahapan yang telah saya jelaskan beserta contoh secara terperinci pada bab tersebut. Kenalilah potensi karakteristik pada diri Anda.
- Kembangkan karakter bukan sekedar kepribadian. Baca buku referensi lain yang membahas tentang karakter sebagai penentu kesuksesan atau buku lain yang membahas mengenai kehebatan dalam berpikir menggunakan otak kanan atau berpikir kreatifitas, dengan membaca buku pembentukan karakter seperti itu secara otomatis Anda akan terarah kepembentukan karakter unik diri Anda sendiri.
- Berprinsiplah “Be your self” kemanapun Anda akan berpergian, karena bagaimana Anda adalah berasal dari pemikiran Anda sendiri.
- Ciptakan budaya kerja berkarakter sukses di tempat kerja Anda dengan memprioritaskan penggalian dan pengoptimalisasian potensi para pegawai untuk bisa menunjukkan karakter suksesnya.
Informasi Buku:
Penulis: M Arafat Imam G
Penerbit: Penerbit Bukubabe
Cetakan Perdana: November 2013
Tebal Buku: 276 Halaman + XVI
Beli buku ini: Toko Buku (Mulai Januari 2014) dan Beli Online di www.penerbitbukubabe.com (Berdiskon Khusus)
Contoh Isi Buku: Bab 1, Birokrat Berkarakter Sukses di Era Konseptual karya M Arafat Imam G
Reviewed by Santana Primaraya
on
8:52:00 PM
Rating:
No comments:
Post a Comment