Ungkapan yang mengatakan bisnis pertunjukkan adalah bisnis yang keras, benar adanya. Di awal karier sebagai penulis naskah komedi, aku menawarkan naskah ke seorang produser di BBC. Selang beberapa hari, aku menawarkan naskah ke seorang produser di BBC. Selang beberapa hari, aku menerima balasannya:
“Dear Bapak Powell, terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk membaca naskah komedi Anda. Menurut saya, naskah tersebut lucu dan orisinil. Sayangnya, bagian yang lucu sama sekali tidak orisini dan bagian yang orisinil sama sekali tidak lucu.”
Vince Powell, Inggris, Februari 2007
***
Salah satu alat pengikat paket barang di kantorku rusak, dan tak seorangpun tahu penyebabnya. Perusahaan pembuatnya kemudian mengirimkan teknisi, yang kemudian meneliti alat tersebut selama lima detik, mengencangkan sebuah baut dan alat tersebut kembali berfungsi.
Dia kemudian menyerahkan kertas tagihan sebesar 150 dollar kepadaku. Terkejut, aku menanyakan perhitungan dalam tagihan tersebut kepanyanya. Dia menjelaskan, “Aku mengenakan 5 dolar saja untuk mengencangkan baut tersebut; sedangkan yang 145 dolar adalah untuk menemukan baut mana yang harus dikencangkan.”
Rostum Suerrero, Kanada, Februari 2006
***
Aku punya janji wawancara keja pada pukul 13.30 dengan sebuah perusahaan yang terletak di lantai 21 gedung perkantoran. Ketika tiba di depan lift, jam sudah menunjukkan pukul 13.20, sementara antrian sudah sangat panjang. Alhasil, aku baru mendapatkan kesempatan naik lift tiga menit kemudian, dan langsung terdorong ke bagian belakang karena berdesak-desakan.
Selagi cemas memikirkan waktu yang semakin dekat, tak terasa lift berhenti di lantai yang kutuju. Aku kagetbukan kepalang dan panik karena orang didepanku masih banyak. Saat aku berjuang keluar, tiba-tiba pintu lift mulai menutup.
Spontan aku berteriak, “Kiri! Kiri! Stop, Bang!”
Betapa merah muka ku saat seorang bapak berkomentar, “Memangnya di angkot Mbak.” Ditimpali celetukan lain, “Kiri Bang, ada yang mau turun!”
Femilia Ritasari, Bekasi, Februari 2006.
***
Karena telat, saya mengemudikan mobil ngebut. Tiba-tiba seorang polisi menghentikan saya. Dia lalu melihat nama SMU yang tertulis di pakaian saya. “Sayamengajar matematika di sekolah ini, Pak,” jelas saya.
Polisi itu tersenyum, sambil berkata, “Oh, begitu. Oke sekarang guru ngebut melampaui batas kecepatan. Jika denda setiap kilometernya Rp 100 ribu, ditambah biaya persidangan Rp 300 ribu, belum lagi biaya asuransi, berapa total dendanya?”
Saya menjawab, “Bandingkan denda itu dengan gaji saya yang rendah, kalikan dengan jumlah murid yang membenci matematika, lalu ditambahkan dengan kenyataan bahwa seseorang tidak bisa menjadi apa-apa tanpa jasa guru. Menurut saya dendanya nol.”
Polisi itu segera mengembalikan SIM saya. “Saya benci matematika,” akunya. “Lain kali jangan ngebut lagi.”
Megan Strickland, Kanada, Februari 2004
***
Putraku baru saja kembali bertugas dari Irak bersama Divisi Pertama Angkatan Laut AS. Namun, sebagai seorang ibu, aku tak dapat menahan diri saat melihat putraku itu berlari mengejar temannya sambil membawa bayonet, untuk dikembalikan.
“Kevin!” Teriakku lantang sampai terdengar ke hampir seluruh penjuru markas. “Jangan lari-lari dengan membawa pisau.”
Pam Hodgskin, AS, April 2005
Kumpulan Tawa di Tempat Kerja Edisi 1
Reviewed by Unknown
on
7:42:00 AM
Rating:
No comments:
Post a Comment