Etika artinya sama dengan kata Indonesia “Kesusilaan”, kata dasar susila kemudian diberi awalan ke- dan akhiran –an. Susila berasal dari bahasa Sansekerta, ‘Su’ berarti baik dan ‘sila’ berarti norma kehidupan. Jadi ‘etika’ berati menyangkut kelakuan yang menurut norma-norma kehidupan yang baik.
Asal kata ‘etika’ itu sendirinya berasal dari perkataan Yunani yaitu ‘Ethos’ yang berarti watak atau adat. Kata ini identik dengan asal kata moral dari bahasa Latin ‘mos’ (bentuk jamaknya adalah ‘mores’. Yang juga berati adat atau cara hidup. Jadi kedua kata tersebut (etika dan moral) menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. (Prof. Dr. H. Muhammad Said. Etika Masyarakat Indonesia. Pradnya Paramita, Jakarta 1960 hlm 23)
Dengan begitu etika membedakan antara baik dan buruk, manusia yang mampu membedakan dan melaksanakan perbuatan baik dan buruk disebut moralis.
Puncak kebaikan itu sendiri adalah Allah Yang Mahasuci (Al Qudus), untuk itu para pezikir akan mengucapkan kata “Subhanallah” sebanyak 33 kali sehabis shalat shubuh dan maghrib sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad Saw.
Secara filsafati, segala perbuatan menolong orang lain dianggap selamanya baik, tetapi apabila yang ditolong itu adalah penjahat, sudah barang tentu tidak benar. Kita tidak benar menolong perampok, penjudi atau pelaku tidak kriminal lain.
Agama kristen baik Katolik maupun Protestan dengan segala sektenya begitu pula dengan agama Budha, berada pada kondisi hal ini, sehingga menempatkan kasih di atas segala-galanya, mereka mengharamkan perang secara universal.
Berbeda dengan agama Yahudi dan Hindu. Orang Yahudi bahkan punya sekte tangan Tuhan untuk melakukan pembantaian pada lawan politik mereka, sedang Kitab Suci Baghawad Gita diturunkan menjelang Perang Raksasa Baratha Yudha.
Jadi apabila ada orang yang berkata bahwa semua agama itu baik, orang tersebut tidak dapat berkata bahwa semua agama itu benar. Kebenaran hanya milik Allah melalui agama yang dirahmati-Nya, yang dalam hal ini sudah barang tentu adalah agama yang logis-tidaknya ajarannya bisa dijelaskan secara rasional berdasarkan logika. Logika yang dimaksud akan dijelaskan sesaat lagi.
Banyak pedagang yang berbohong tentang kualitas dagangannya, bahkan pelacur yang berani memperdagangkan harga dirinya. Jadi asumsinya disini adalah semakin cinta seseorang terhadap hal selain Allah, maka rasa malunya semakin berkurang. Namun jika seseorang semakin cinta kepada Allah, maka rasa malunya akan semakin bertambah. Jadi cinta kepada Allah tidak berbanding terbaik dengan malu, sehingga dalam Islam dikenal ajaran “malu adalah sebagian daripada iman”, oleh karenanya hanya kepada Allah sajalah kita pantas untuk cinta secara mutlak, dan malu bila melanggar larangan-Nya.
Sumber: Logika, Etika dan Estetika Islam. Inu Kencana Syafiie. PT Pertja, Jakarta, 1998. Hlm 44-45
Etika dalam Perspektif Ajaran Islam
Reviewed by Santana Primaraya
on
2:41:00 PM
Rating:
No comments:
Post a Comment