Logika dalam Perspektif Ajaran Islam

Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu ‘Logikos’ yang berarti ‘pengetahuan’ atau ‘masuk akal’, jadi berhubungan dengan cara berpikir. Dengan demikian logika merupakan suatu teknik yang mementingkan segi formal dari pengetahuan, karena dalam logika kita harus menghormati berbagai cara, aturan, teori dan metode supaya pernyataan kita menjadi sah.
Suatu argumentasi benar atau betul kalau semua langkah dari argumentasi itu betul.
Oleh karena setiap keteraturan mutlak harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
  1. Adanya sinkronisasi waktu
  2. Adanya sinkronisasi ruang
  3. Adanya suatu kehendak
  4. Adanya kepatuhan

Maka dapat disimpulkan bahwa penyataan bahwa pernyataan bahwa “Ada yang Mengatur Alam Raya” ini diterima sebagai suatu pernyataan yang sah. Perlu ditambahkan bahwa dalam keteraturan perubahan waktu, terdapat percepatan, perlambatan atau perubahan yang stabil. Namun ketiganya tetap memperlihatkan keteraturan. Begitu juga dalam keteraturan  perubahan ruang terdapat perbesaran, perkecilan atau perubahan yang stabil. Namun juga tetap dalam kategori keteraturan.
Oleh karena keteraturan ini lalu di muka bumi ini dapat berlaku berbagai hukum, baik hukum dalam ilmu-ilmu eksakta maupun ilmu-ilmu sosial. Seperti Gay Lussac, Archimedes, Boyle, Newton, Einstein dan lain-lain untuk ilmu eksakta dan Freud, Ada Smith, Plato, Aristoteles, Socrates, Abraham Maslow, Mac Gregor dan lain-lain untuk ilmu sosial.
Sebagai konsekuensi keyakinan bahwa adanya Sang Pengatur dalam alam raya ini, lalu untuk kajian dalam buku ini penulis sangat menolak pemisahan antara negara dan agama (sekularisme).
Jadi walau pemerintahan ditujukan untuk mengurus orang lain. Mendisiplinkan kepemimpinan dengan meniru pola dan cara pengelolaan keduniaan yang pernah dipraktekkan oleh ahli-ahli strategi dan ilmuwan bebas nilai ini namun penulis tetap menunjukkan bahwa dalam praktek sehari-harian tetap ada hubungan ilmu-ilmu dunia itu sendiri dengan etikda dan moralis.
Dengan kata lain ilmu-ilmu itu tidak bersifat  sekular, tetapi ada hubungannya dengan dunia gaib, sebagai bukti dalam negara manapun dalam keadaan tidak menentu para penguasa berdoa dan berkata “Semoga” sebagai bukti mereka mengharap kepada kekuatan lain di luar batas kemampuan manusia, termasuk Nietche dan Sartre sekalipun.
Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa yang mampu membedakan benar dan salah dalam logika adalah para ilmuwan, sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan dalam ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu eksakta, karena corak berpikir (paradigma) itu mengalami perubahan.
Puncak kebenaran itu sendiri sebenarnya adalah Allah Yang Maha Besar (Al Haq) itulah sebabnya para penzikir senantiasa mengucapkan kalimat “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah) pada setiap menyelesaikan penemuan ilmiahnya di laboratoriumnya masing-masing, ataupun ketika selesai shalat shubuh dan maghrib sebanyak 33 kali.
***
Sebagaimana telah penulis sampaikan di muka bahwa ilmu tidaklah bebas nilai, karena antara logika dan etika harus berdialektika, jadi bukan hanya karena penggabungan ilmu dan agama pada pemikiran biasanya.

Sumber: Logika, Etika dan Estetika Islam. Inu Kencana Syafiie. PT Pertja, Jakarta, 1998. Hlm 47-50
Logika dalam Perspektif Ajaran Islam Logika dalam Perspektif Ajaran Islam Reviewed by Santana Primaraya on 2:42:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.