Bekerja Dalam Kapasitas Profesionalitas (Catatan 4, 12 Minggu Sebelum Pengukuhan)

Catatan Akhir Kuliah 4, Senin, 27 Mei 2013. (12 Minggu Sebelum Pengukuhan)

BEKERJA DALAM KAPASITAS PROFESIONAL

Buku Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku karya M. Arafat Imam G Dapatkan di Google Play Store

“Seperti bintang, takdirnya bersinar terang menerangi kegelapan maka seperti itulah juga takdir seorang kesatria dalam bekerja dalam tuntutan profesionalitasnya”. (Penulis)

PRAJA-GURU BESAR, PLANNING AKBAR DUET MENJADI PEMBICARA

Dibawah ini akan penulis kisahkan bagaimana detik-detik mendebarkannya rasa harap-harap cemas menjalani seminar dengan kapasitas profesional yang perdana penulis alami, semoga bermanfaat.

Setelah buku Leader University sebanyak 1000 eksemplar masuk kedalam Perpustakaan Masjid Darul Maarif Kampus IPDN, maka gerakan pengorganisasian untuk mengadakan acara peluncuran, seminar dan bedah buku-pun segera dimulai. Beberapa hari setelah buku tiba maka penulis berinisiatif membawa buku tersebut ke Prof. Sadu karena beliaulah yang menjadi guru kepenulisan penulis dari awam hingga sedikit-banyak mahir mengkonsep dan menulis keilmuan. Saat menghadap di ruangan beliau, penulis selain memberikan buku tersebut penulis juga berbincang-bincang jikalau penulis mengadakan acara bedah buku tersebut apakah Prof. Sadu mau menjadi pembicara yang berduet dengan penulis dengan konsep seminar yaitu penulis dan Prof Sadu sama-sama menyampaikan teori tentang kepemimpinan dalam perspektif penulis dan perspektif Prof. Sadu.

Sungguh sangat mengejutkan bagi penulis manakala Prof Sadu dengan antusias mengatakan bahwa tanpa dimintapun justru dirinya sendiri yang sangat ingin menghadiri acara bedah buku karya penulis. Beliau juga ingin melihat bagaimana kemampuan presentasi penulis dalam kapasitas umur yang masih sangat muda dikalangan pembicara disegmentasi keilmuan sosial. Dan kata-kata beliau yang sering membuat saya semakin termotivasi adalah disaat beliau mengatakan, “Bapak saja pada umur se-kamu belum bisa berkarya seperti kamu sekarang ini” dan pada perkataan seperti ini, “dengan kehadiran kamu sebagai penulis dihadapan bapak seperti ini justru membuat bapak yang banyak belajar dari kamu tentang semangat berkarya seorang pemuda”.

Meskipun nyatanya pada hari pelaksanaannya beliau berhalangan untuk hadir dan berpresentasi bersama penulis, namun tidak bisa diipungkiri bahwa hampir saja ada sebuah event langka manakala jika hal ini benar terlaksana, yaitu sebuah acara seminar dan bedah buku karya seorang mahasiswa yang akan disajikan berduet dengan seminar dengan tema yang sama oleh seorang guru besar kenamaan dunia dibidang pemerintahan (yakni eksis di negara-negara seperti Kanada, Jepang, Australia dan Negara-Negara ASEAN) yaitu bapak Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MS yang pada saat itu beliau juga menjabat sebagai wakil rektor IPDN. Bahkan menjadi sangat langka bahwasanya mahasiswa tersebut adalah seorang Praja IPDN yang sesungguhnya dididik selama 4 tahun guna menjadi seorang praktisi, bukan ilmuwan, dibidang pemerintahan dan dimana nama IPDN sendiri kerap kali dicap oleh publik (khususnya melalui perantara media massa) sebagai perguruan tinggi kedinasan yang identik dengan kekerasan. Namun sesungguhnya jika rencana awal seperti ini berjalan dengan lancar maka event ini bisa saja mengubah paradigma masyarakat terhadap civitas lembaga kami secara umum dan khususnya pada penulis.

Semua sudah kami (penulis dan panitia acara seminar dan bedah buku) persiapkan sedari satu setengah bulan sebelumnya dengan segala persiapan  berupa materi sampai dengan teknis pelaksanaannya. Tetapi apa boleh dikata, yang mungkin belum takdir penulis melakukan gebrakan seperti hal itu. Jelang satu hari sebelum hari pelaksanaan beliau ada pekerjaan penting lainnya. Adapun karena sanking sibuknya beliau sehingga penulis hanya bisa berkomunikasi dengan beliau via sms yang percakapan diantara kami adalah seperti dibawah ini:

Pukul 20.03, Tanggal 16 Januari 2013, Pengirim adalah penulis dan penerimanya adalah Prof Sadu:
“Selamat malam pak. Mohon maaf jika hal berikut ini saya sampaikan via SMS, karena jika menelepon saya takut mengganggu aktivitas bapak. Dan mohon maaf jika tidak menggunakan surat secara resmi karena takutnya bapak tidak sempat membacanya dikantor. Jadi rencana saya Sabtu tanggal 9 Februari saya akan mengadakan bedah buku dan peluncuran buku Leader University dan buku kedua saya di Balairung dengan peserta mencapai 500 praja. Jika bapak ada waktu luang pada tanggal tersebut saya sangat berharap bapak bisa menjadi pembicara bersama saya pak. Acara dari jam 9 sampai dengan 11.30. Tentu jika bapak bersedia ini akan menjadi hal yang luar biasa pak bagi saya dan seluruh praja. Mohon maaf sekali lagi pak jika saya sampaikan ini via sms. Mohon tanggapannya pak”.

Pukul 21.19, Tanggal 16 Januari 2013, Pengirim adalah Prof Sadu dan penerimanya adalah Penulis:
“Sepanjang saya tidak ada tugas luar saya dengan senang hati hadir pada acara tersebut. Saya bangga dengan Anda dan saya berharap Anda dapat menjadi penulis handal yang bukunya terpajang di amazon.com. Itu mimpi saya untuk anak-anak didik saya”.

Dari rencana pelaksanaan tanggal 9 Februari 2013 diharuskan diundur karena tiba-tiba ada kegiatan lembaga begitu pula jika diundur pada tanggal 16 dan 23 Februari 2012, karena pada tanggal tersebut juga telah ada schedule kelembagaan lain maka opsi terakhir diundur dan fix menjadi pada tanggal 2 Maret 2013. Begitu pula sesungguhnya sampai dengan satu hari sebelum pelaksanaan, Prof. Sadu masih menyampaikan bahwa kemungkinan beliau datang dan mengisi materi berduet menjadi pembicara dengan penulis adalah besar kemungkinannya. Namun pada saat sore harinya H (-) 1 tersebut penulis menghadap ke ruangan beliau dan sangat menyesal ternyata DPR membutuhkan Prof. Sadu guna membahas rancangan RUU tentang Desa (yang tentu nilai kemashlahatannya lebih tinggi daripada hanya mengisi menjadi pemateri bersama penulis), meskipun demikian Prof. Sadu masih mengatakan, “Sesungguhnya bapak lebih ingin melihat Anda (penulis) besok mengisi bedah buku, jadi jika besok ‘Quorum’ di DPR sudah terpenuhi maka besok bapak bisa menghadiri acara Anda, namun jika ‘Quorum’ tidak terpenuhi maka mau tidak mau bapak harus hadir diacara tersebut. Informasi penuh tidaknya ‘quorum’ di DPR besok bisa diketahui nanti malam, jadi nanti malam bapak kabarkan ke Anda bisa tidaknya ya. Meskipun demikian, Show must go on!”.

Walaupun sebenarnya penulis sudah dapat mengetahui kemustahilan ‘quorum’ di DPR dapat terpenuhi tapi dalam hati penulis masih berdoa supaya keajaiban tersebut memang terjadi hingga malam. Namun sebagai tindakan antisipasinya, maka penulis sudah dari sore hari itu juga berkoordinasi dengan seluruh pihak panitia agar mengubah rundown acara dan sampailah kami berlatih dari sore dan dilanjutkan sampai malam di Gedung tempat penulis esok tampil, Gedung Balairung Rudini IPDN.

Akhirnya sms Prof.Sadu-pun tiba yaitu pada malam harinya sebagai berikut, “Mas Arafat, besok saya tidak bisa hadir karena ada rapat pembahasan ruu desa”. Walaupun demikian, Show must go on!

BAYANGKAN SITUASI INI

Coba bayangkan situasi yang penulis hadapi ketika seminar perdana ini akan berlangsung dengan kapasitas pembaca yang menghadapi situasi seperti berikut:
  1. Dua setengah tahun silam pembaca adalah seorang yang bodoh, sanking bodohnya setiap ujian pembaca menyontek lalu karena hasil contek sana-sini hasilnya kurang memuaskan maka nilaipun jelek dan karena nilai jeblok di semester terakhir masa SMA maka Kepala Sekolah meminta pembaca menghadap keruangannya untuk beliau beri nasehat yang sifatnya sangat tegas dan lugas.
  2. Lalu jika pembaca memberikan seminar akbar dikala rekan satu angkatan sudah mulai serius membuat Usulan Laporan Akhir Diploma VI sedang pembaca sendiri belum memulainya bahkan memikirkannya saja belum sama sekali maka pasti akan timbul sebuah kecemasan tersendiri karena Usulan Laporan Akhir sebagai persyaratan lulus-pun mau tidak mau saudara jadikan sebagai taruhan dari suksesnya seminar perdana saudara.
  3. Jika pembaca bisa membayangkan kompleksitas kegiatan di Kampus IPDN maka barang tentu saudara juga tentu akan bertambah tingkat stres-nya, apalagi kebijakan yang ada pada saat penulis akan melaksanakan seminar diharuskan aerobik lari pagi total sejauh ±2000 meter setiap hari kerja lalu perkuliahan dipagi sampai siang hari dan juga pelatihan dari siang hingga sore adapun malam penulis gunakan selain untuk ibadah juga untuk berlatih public speaking. Tidur larut bangun shubuh, setiap hari selama 2 minggu sebelum hari pelaksanaan.
  4. Lalu pembaca juga harus mempersiapkan mencetak buku selanjutnya (The Art of Meeting) agar bisa diluncurkan sekaligus dengan buku pertama pada acara tersebut dengan sering-sering berkoordinasi dengan pihak percetakan.
  5. Dikarenakan pembaca juga menjadi super-visi dalam organisasi penyelenggara kegiatan maka saudara diharuskan juga secara intensif berkoordinasi masalah teknis kepanitiaan.
  6. Coba bayangkan juga jika pembaca berdiri dihadapan 500 orang peserta, dimana pembaca bukan hanya sekedar menampilkan slide presentasi menggunakan powerpoint saja namun harus menambahkan unsur muatan hiburan, komedi, motivasi dan inspirasi serta atraksi panggung yang kesemua itu agar peserta tidak merasa bosan mendengar materi saudara.
  7. Menjadi pamungkas dari kesemua hal itu, pembaca belum memiliki jam terbang berbicara didepan umum sama sekali dan juga belum sedikitpun (masih teringat oleh penulis dua bulan sebelum hari pelaksanaan, dalam sebuah kuliah penulis disuruh presentasi dikelas namun performa penulis sangatlah buruk dari segi penguasaan materi dan cara penyampaiannnya).


Namun seakan kata ‘Siap’ selalu ter-back up didalam mindset penulis, maka apapun situasinya harus dilakukan dengan yang terbaik. Adapun cara penulis menghindari performa buruk tampil dipanggung adalah dengan latihan intensif sebelum hari pelaksanaan. Berikut akan penulis sampaikan tips yang penulis lakukan saat itu, siapa tahu pembaca pada kesempatannya juga akan menghadapi hal seperti ini.
  1. Mengunduh dan melihat semua video motivasi Bong Chandra (seorang motivator muda kondang asal Indonesia). Tentang bagaimana aktraksi gerak tubuhnya dipanggung, komedi segar, intonasi dan timing suaranya lalu mencoba melakukannya pada diri sendiri. Adalah mengapa penulis memilih video Bong Chandra karena gaya pembicara yang bersangkutan memang cocok dengan umur remaja 20 tahunan.
  2. Membaca tips dan trik public speaking lagi dan lagi serta langsung praktik berbicara didepan cermin atau didepan handycam yang sedang merekam.
  3. Rajin berolah-raga seperti jogging, karena pembicara membutuhkan stamina yang prima dan tahan lama saat didepan panggung.
  4. Jika keadaan ‘drop’ dari tingkat stres tinggi dan/atau kesehatan menurun lantaran kurang istirahat maka curhatkan pada Tuhan melalui ibadah (biasanya melalui sujud shalat qiyamul lail, shalat malam) dan kepada orang tua (hanya dalam konteks curhat yang butuh semangat, bukan curhatan bermanja-manja).


Hal yang salah manakala yang penulis curhat kepada segala sesuatu pada selain kedua itu yang justru membuat masalah semakin lebih rumit, contoh kepada wanita atau keteman karena mereka tidaklah sebijak orang tua dalam memberi nasehat yang syarat pengalaman asam-manisnya hidup dan juga mengapa curhat ke Tuhan adalah karena Tuhan pencipta kita, dengan curhat kepada-Nya hati akan lega karena kita telah bergantung pada ke-Esa-an Tuhan itu sendiri.

SEMINAR PROFESIONAL PERDANA DIMULAI

Setelah diatas dijelaskan tentang persiapannya dan situasi psikologis menjadi pembicara seminar maka sekarang adalah kisah disaat seminar sudah dimulai.

Kisah penulis akan dimulai ketika detik-detik acara peluncuran, meriahnya semarak dari para peserta sudah semakin membuat penulis hilang semua rasa letih semalaman bersama panitia mempersiapkan segala sesuatunya, mau bagaimanapun kondisi psikologis yang terasa namun semua seakan harus dilupakan kecuali materi yang hendak dipresentasikan. Kalau pembaca bisa membayangkan pembaca adalah seorang tentara yang hari itu juga akan pergi berperang di medan peperangan akbar yang diharuskan setiap dari pikiran pembaca hanya difokuskan untuk menjalankan strategi untuk sebuah kemuliaan maka seperti itu juga keadaan psikologi yang dihadapi penulis.

Sebenarnya setiap penulis menjadi pembicara dalam seminar akbar, mata penulis yang sesungguhnya tidak rabun dekat dan jauh sama sekali harus mempergunakan kacamata netral (tidak minus dan tidak plus) jenis kacamata baca, hal itu penulis harus lakukan karena ada beberapa alasan sebagaimana berikut:
  1. Faktor psikologis: Memakai kacamata seakan membuat penulis merasakan hal yang berbeda dengan saat penulis tidak memakai kacamata, jika ada orang yang mengatakan dari kelima indera maka indera penglihatan mata-lah yang paling menentukan baik-buruknya dunia maka filosofi seperti itu jugalah yang membuat penulis memakai kacamata disaat menjadi pembicara seminar.
  2. Faktor camera branding: Jika memakai kacamata, maka jika penulis salah menggunakan mimik ekspresi wajah, khususnya mata, maka barang tentu tidak ada dari pemirsa yang akan melihat jelas kesalahan berekspresi wajah seperti itu kendati ada juga kamera atau handycam yang merekam aksi penulis (serta di-zoom maksimalpun) namun hal itu tidak akan terlihat begitu jelas karena adanya kacamata yang penulis kenakan.
  3. Faktor penampilan fisik: Karena usia penulis yang masih muda maka jika penulis memakai kacamata baca akan terlihat lebih pintar dan bijak bagi para pendengar, hal ini penting diperlukan supaya pendengar merasa lebih yakin dari isi materi yang pembicara sampaikan.


Selebihnya penulis juga menggunakan trik lain seperti berbicara seraya berjalan bolak-balik kekanan dan kiri panggung, hal itu berguna agar membuat pendengar menggerakkan leher atau paling tidak bola matanya agar mereka tidak mengantuk mendengar isi pembicaraannya.

For Your Info, letihnya persiapan sebelum tampil terasa kembali disaat acara telah selesai terselenggara dengan baik, bukan hanya keletihan sebelumnya saja namun juga keletihan pada saat acara berlangsung menambah khidmatnya tidur penulis dalam keadaan ketiduran diruangan Perpustakaan Masjid Kampus dari setelah shalat Isya hingga shubuh dan dilanjutkan kembali tidurnya sampai jam 10 pagi esok harinya itu juga.

Semua isi video peluncuran, bedah buku dan seminar perdana penulis itu telah penulis upload di Youtube, silahkan barangkali pembaca ingin melihatnya secara online. Keyword-nya bisa dituliskan “Bedah buku Leader University M Arafat Imam G”, disana tersedia dalam beberapa bagian (Part) yang bisa pembaca saksikan, selamat menonton.

KISAH SUKSES: SOMBONG/INSPIRASI?

Ada suatu perkara yang dapat mengakibatkan dua persepsi berbeda 180 derajat diantara masyarakat yaitu yang menghasilkan persepsi positif dan negatif. Yaitu tentang jalan cerita kesuksesan yang dikisahkan kepada orang lain. Jalan kesuksesan dapat menjadi sebuah persepsi negatif manakala ditanggapi orang lain sebagai sebuah kesombongan, namun akan menjadi positif manakala ditanggapi oleh orang lain sebagai sebuah inspirasi yang dapat memotivasi para pendengarnya sehingga mereka mampu tergerak untuk juga melakukan kiat-kiat hal yang sama dengan yang dilakukan orang yang telah sukses tersebut.

Perhatikanlah argumentasi logika berpikir pada langkah-langkah yang terdiri dari kalimat proposisi dibawah ini:
Premis 1:
  • Karena menceritakan kisah suksesnya, Adi dikatakan sombong (respon negatif)
  • Karena menceritakan kisah suksesnya, Budi dikatakan menginspirasi (respon positif)
  • Karena menceritakan kisah suksesnya, Cerry dikatakan tinggi hati (respon negatif)
  • Karena menceritakan kisah suksesnya, Darma dikatakan memotivasi (respon positif)


Premis 2:
  • Semua yang bercerita kisah suksesnya menghasilkan respon yang berbeda; yaitu antara respon yang negatif atau respon yang negatif.
Premis 3:
  • Edi bercerita kisah suksesnya akan menimbulkan respon antara yang negatif atau yang positif.


Premis 2 dan 3 sebagai konklusi yang ‘Betul’, karena hanya ada dua kemungkinan, yaitu:
a. Edi bercerita kisah sukses lalu direspon antara negatif atau positif (seperti premis diatas); atau
b. Edi tidak bercerita kisah suksesnya sama sekali sehingga tidak ada yang meresponnya

Jika kemungkinan opsi ‘a’ diterima maka ‘b’ harus ditolak, begitu juga sebaliknya, dan tidak memungkinkan melakukan penambahan opsi dikarenakan tidak mungkin berlaku hal tersebut seperti opsi yang salah dibawah ini:
a. Edi bercerita tetapi tidak ada yang merespon
b. Edi tidak bercerita tetapi ada yang merespon 

***

Penulis memiliki pengalaman manakala penulis telah sukses menjadi seorang penulis atas dua buku dan pembicara di usia muda maka kesuksesan itu penulis mencoba menginspirasikan kepada teman-teman terdekat penulis namun respon balik yang penulis terima malah sebaliknya, yaitu dianggap sebagai sebuah kesombongan. Hal tersebut entah karena memang rona wajah penulis yang mengisyaratkan sebuah kesombongan ataukah bawaan penulis dalam mengkomunikasikannya yang tidak tepat atau berbagai terkaan yang lain. Namun terlepas dari itu semua sesungguhnya penulis telah berusaha dengan cara yang lebih aktraktif. Karena menurut asumsi penulis jika seseorang mampu terinspirasi dari kisah penulis lalu mereka mampu melakukannya juga karena salah satu inspirasinya adalah penulis, maka penulis akan mendapatkan pahala amalan jariyah karenanya. Hal tersebut juga penulis lakukan karena menurut penulis, memang seharusnya ‘Yang Muda, Yang Berkarya’, sedangkan jika sudah berumur terkadang kita sudah sibuk pada dua hal, yaitu urusan pekerjaan utama kita dan urusan keluarga disertai mengasuh anak. Maka walaupun sukar tetapi tetap akan penulis usahakan bahwa kesuksesan penulis sebagai seorang penulis dan pembicara diusia muda harus mampu menginspirasi kebanyakan orang, awalnya ini hanya akan penulis lakukan kepada orang-orang terdekat penulis saja terlebih dahulu.

Waktu-waktu terus berjalan sampai pada akhirnya penulis didatangi beberapa orang Praja IPDN lain yang menyatakan dirinya sedang menulis buku atau ada pula adik kelas/junior yang menghadap lalu mohon untuk dibimbing agar mereka mampu juga menulis buku diusia mudanya juga seperti penulis.

Sampai akhirnya ada banyak orang yang merasa salut karena walaupun usia penulis masih muda tetapi sudah mampu berkarya dengan bentuk karya-karya nyata maka penulis kemudian berusaha membuat sebuah biografi atau sebuah pengkisahan masa-masa kehidupan penulis sendiri dalam bentuk buku. Adapun alasan penulis menuliskan biografi kisah penulis ini dengan tulisan dari penulis sendiri ini adalah agar yang tercantum dalam setiap tulisan hasil karyanya akan menggambarkan kondisi senyata mungkin, sedangkan jika kisah penulis hanya penulis ceritakan kepada seseorang yang kemudian orang tersebut yang menuliskan biografi penulis maka hal tersebut barang tentu tidak akan mampu sedetail perkara jika kita menuliskannya secara pribadi. Hal inilah yang selalu membedakan antara kisah hidup biografi dan otobiografi (biografi yang dituliskan oleh pihak lain). Hal ini juga yang membuat penulis semakin termotivasi untuk menyelesaikan biografi penulis sendiri.

Kalau menurut penulis, sesungguhnya di negara RI ini sangat banyak tokoh-tokoh pemimpin negarawan yang pintar, bijak, arif dan berkompeten di bidangnya masing-masing dalam menjalankan tugas dan fungsi dari jabatan yang dipegangnya tetapi hanya beberapa dari mereka yang memikirkan untuk memberi pelajaran dari pengalaman kepemimpinan yang dia jalankan sebagai bahan pembelajaran kepada kaum muda generasi selanjutnya, sehingga kaum muda yang ingin mencari pengalaman tidak perlu harus mengalaminya terlebih dahulu baru mempunyai pengalaman tetapi mereka bisa mempelajari pengalaman dari orang lain yang diceritakannya kepada mereka.

Maka dari situ, para kaum muda yang mempunyai cita-cita tinggi ini sudah bisa mulai mempunyai gambaran bagaimana dunia pekerjaan itu sebenarnya, sehingga kedepannya dari kaum muda yang pada umumnya masih semangat-semangatnya bekerja dengan inovasi-inovasinya sudah mempunyai kedewasaan serta mental yang kuat dalam menghadapi masalah. 

Harapan penulis, kedepannya makin banyak tokoh-tokoh inspiratif yang menyalurkan kisah hidupnya dalam secarik kertasnya serta dapat dipelajari oleh penerus-penerus bangsa. Toh dalam beberapa teori kepemimpin kontemporer ini, seorang pemimpin belum bisa dikatakan berhasil jika ternyata saat jabatan kepemimpinan ditinggalkannya namun tidak ada kader yang dipersiapkan yang ideal untuk menggantikannya.

PEMUDA YANG MERASA SUDAH TUA

Menganggapi hal ini maka penulis dapat menganalogikan sebagai berikut:

Premis 1:
  • Adi sudah tidak bukan anak-anak sehingga dikatakan sudah tua
  • Budi sudah memiliki anak sehingga dikatakan sudah tua
  • Cerry sudah mempunyai banyak ilmu dari pengalaman sehingga dikatakan sudah tua


Premis 2:
  • Semua orang yang dikatakan sudah tua memiliki ciri-ciri tersendiri yang tidak dimiliki orang yang masih muda.


Premis 3:
  • Darma sudah bukan anak-anak (melainkan remaja/belum tua), memiliki anak (anak didik keilmuannya), dan memiliki banyak ilmu dari pengalaman (dari hasil membaca buku para pakar) sehingga dapat dikatakan sudah tua.


Premis 2 dan 3 sebagai konklusi adalah ‘salah’ karena Darma sesungguhnya masih remaja namun ciri-cirinya saja yang mampu membuatnya disetarakan menjadi orang yang sudah tua. Dalam hal ini tentu diperlukan sebuah pengamatan khusus yang lebih obyektif ketimbang hanya menerawang lewat data yang tertulis, sehingga dari kesadaran si pengambil konklusi maka diperlukan tambahan data pada premis 2 yaitu dengan:
a. Adapula pemuda dapat dikatakan sudah tua apabila memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh orang tua.
b. Adapula orang yang sudah tua dapat dikatakan masih muda apabila memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh pemuda.

Dimana poin ‘a’ menjadi diperlukan untuk mengantisipasi kehadiran data pada premis 3 yang berkesebalikan dengan identitas Darma sesungguhnya yang masih muda namun sudah dewasa.

***

Maka jangan heran manakala belakangan ini timbul banyak tokoh ternama yang memiliki gebrakan-gebrakan tidak sewajarnya, yaitu tokoh-tokoh pemuda yang memiliki prestasi didasari atas kebijaksanaan dalam kegiatan profesionalitasnya (seperti contoh (alm) ustad Jefri Al Bukhari dll) maupun tokoh yang sudah tua namun gebrakannya bersifat inovasi selayaknya seorang pemuda yang memiliki rasa penasaran yang tinggi (seperti contoh Dahlan Iskan dll).

Berkenaan dengan fenomena diatas dapat penulis jelaskan sebagai berikut:
Premis 1
Sebagaimana secara umum diketahui bahwa kehebatan orang tua adalah kebijaksanaannya yaitu karena kaum mereka memiliki faktor intensitas pada pengalaman hidup dan waktunya yang lebih lama dalam kesempatannya mempelajari dunia keilmuan.

Premis 2
Sedangkan disisi lain secara umum diketahui juga kehebatan pemuda adalah semangat dan keberaniannya didasari gairah masa mudanya dan rasa penasaran yang tinggi terhadap berbagai hal. Yang kemudian karena faktor usialah yang membuat keberaniannya sedikit demi sedikit menjadi terkikis dan lebih hati-hati karena faktor kebijaksanaannya.

Dari konklusi diatas dapat disimpulkan menjadi 2 premis baru yaitu:
a. Pertama, bahwa jika ada seorang orangtua yang berjiwa muda maka dirinya sudah tentu bijaksana tetapi semangat dan keberaniannya selayaknya seorang pemuda
b. Kedua, bahwa jika ada seorang pemuda yang berjiwa orang tua maka dirinya sudah tentu senantiasa semangat dan berani tetapi kebijaksanaannya selayaknya seorang orang tua.

***

Maka hal itu membuat penulis sangat menganjurkan para pembaca yang pada segmentasi buku ini adalah para remaja/pemuda, mahasiswa/i, Praja/Taruna sekolah kedinasan manapun untuk beralih dari waktu-waktunya yang sering kali dilewatkan dengan perbuatan yang sekedar berorientasi pada aktivitas bersenang-senang menjadi lebih kepada kegiatan yang berguna guna menambah jam terbang tingkat kebijaksanaannya.

Begitu pula dengan yang penulis belakangan ini sadari dan juga berusaha menyadarkan semua mahasiswa dengan buku ini telah beranjak dari masa yang sering kali dilewatkan dengan perbuatan yang sekedar berorientasi pada aktivitas bersenang-senang diwaktu SMA menjadi seorang Praja yang sering menyibukkan diri dengan berbagai buku ilmu pengetahuan dan pengalaman lain yang didasarkan oleh rasa penasaran yang tinggi.

KISAH DARI 100% ROYALTY PENULIS AKAN DISUMBANGKAN

Berikut ini akan penulis jelaskan sebab-sebab penulis memutuskan menyumbangkan seluruh royalty dari hasil buku-buku yang penulis buat.

Kampus penulis adalah IPDN yang untuk keseluruhan operasional kampus menggunakan dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sehingga otomatis membuat peserta didiknya tidak mengeluarkan sedikitpun biaya guna operasional kampus atau bisa dikatakan peserta didik dikampus kami mempergunakan uang dari rakyat guna mendidik calon aparatur pamong praja diseluruh penjuru Indonesia baik ditingkat pemerintah pusat maupun ditingkat daerah. Biaya operasional itu berupa perkuliahan, pelatihan dan pengasuhan dengan segala macam kebutuhannya seperti biaya administrasi, perawatan/peremajaan inventaris negara, makan tiga kali sehari, laundry pakaian, uang saku tiap bulan dll.

Adapun dalam penyampaian apel sering pembina menyerukan kepada kami bahwa kelak kami harus membayar mahal atas biaya operasional pendidikan dari uang rakyat itu dengan menjadi aparatur pamong praja yang terbaik dibidang pekerjaannya kelak di tempat kerja masing-masing. Biaya operasional selama empat tahun pada setiap personal peserta didiknya walaupun tidak diketahui pastinya namun ditaksir adalah sejumlah ratusan juta rupiah.

Nah dengan demikian maka benarlah tindakan penulis yang kemudian mengalihkan keuntungan berupa royalty buku-buku penulis dengan niatan mengganti uang rakyat dengan tujuan kepada rakyat, dimana sedikit bedanya penulis mengarahkan uang tersebut kepada rakyat yang sangat membutuhkannya. Bahkan hal ini sudah penulis niatkan saat penulis masih berharap menerbitkan buku-buku penulis disalah satu penerbitan terkemuka nasional yang memberikan royalty sebesar 10% dari penjualan buku sehingga dari situ penulis tidak mendapatkan apapun kecuali amal. Namun ternyata takdir mengarahkan penulis untuk membuka penerbitan sendiri, maka dana hiburan kepada penulis masih ada dari hasil bisnis penerbitannya kendatipun royalty tetap penulis niatkan untuk menyumbangkannya. Namun dengan kapasitas dana hiburan dari penerbitan buku tersebut penulis putar kembali untuk mendapatkan modal untuk percetakan buku selanjutnya.

Jadi dapat penulis ibarat jika satu harga buku Rp 50.000 maka royalty dari 10%-nya adalah Rp 5.000 dan jika dalam satu cetakan minimal adalah 1000 eksemplar maka Rp 5.000 x 1000 = Rp 5.000.000 belum lagi jika buku karya penulis selagi menjadi Praja IPDN ada empat jadi total royaltynya adalah Rp 5.000.000 x 4 = Rp 20.000.000 pada setiap kali cetakan.

Biasanya jika buku berhasil dipangsa pasar dalam skala nasional maka minimal setiap tahun penerbit harus mencetak 2 hingga 3 kali cetak. Ambillah 3 kali cetakan, maka setiap tahun royalty penulis akan sebesar Rp 20.000.000 x 3 = Rp 60.000.000. Lalu jika hal ini terus bertahan hingga 4 tahun (sesuai dengan durasi 4 tahun pendidikan penulis selama dikampus) maka total royalty akan terkumpul mencapai Rp 240.000.000! Artinya, hutang penulis sebagai mantan peserta didik di kampus IPDN sudah terpenuhi seluruhnya  (bahkan nominalnya bisa jadi ada sisanya lebih) kembali ke rakyat dan bedanya cakupan rakyat disini adalah rakyat yang lebih membutuhkannya.

Maka sesungguhnya kesimpulan dari kalkulasi diatas bisa diterjemahkan bahwa pembaca yang telah membeli buku ini sangat penulis harapkan juga membeli ketiga buku penulis yang lain agar membantu penulis menyelesaikan hutang penulis ini kepada rakyat sebesar Rp 240.000.000 dalam tempo 4 tahun, hihi..

***

Mengenai tempat penyaluran royalty pada penjelasan buku Leader University Limited Edition tadinya adalah ke HCG-Foundation walaupun konsep awal yang penulis buat adalah menjadi sebuah yayasan sosial sekunder (yayasan sosial tempat menghimpun dana saja lalu dananya dibagikan ke yayasan sosial terkemuka lain) namun ternyata waktu yang relatif padat yang dimiliki penulis membuat penulis akhirnya angkat tangan dan memutuskan pada setiap royalty yang mengalir kepada penulis maka langsung penulis salurkan ke Yayasan Dompet Dhuafa (www.dompetdhuafa.org) sebagai sebuah infak dan sedekah. Dimana caranyapun cukup praktis yaitu hanya dengan mentransfer via nomor rekening sejumlah nominal tertentu di ATM yang nomor rekeningnya bisa dilihat dihalaman webnya.

Adalah mengapa penulis memilih yayasan sosial besar dan yang terkemuka dengan cakupan nasional adalah karena hasil dana yang terhimpun biasanya dikelola dengan sangat profesional dan dapat didistribusikan oleh pihaknya ke pelosok-pelosok negeri yang umumnya tidak dapat digapai oleh yayasan sosial yang biasa-biasa saja (walaupun tentu dana mereka juga akan disalurkan kepada yang berhak sesuai amanahnya masing-masing).

***

Sebuah pertanyaan iseng bercokol didalam diri penulis. Jika kelak penulis sudah bisa mengganti seluruh biaya pendidikan sebesar Rp 240.000.000 itu maka apakah penulis sudah selesai bekerja menjadi seorang pamong praja dilingkup pekerjaan berbirokrasi penulis? Jawabannya tentu tidak, karena sesungguhnya Rp 240.000.000 itu hanya bersifat materil saja dan tidak penulis bawa ke akhirat. Kecuali amal, ilmu dan doa anak yang shaleh (sesuai sabda Nabi Saw) maka dari itu penulis tetap akan berusaha menambah amal dan ilmu sepanjang penulis masih hidup didunia semata-mata untuk bekal diakhirat karena akhirat itu kekal abadi sedangkan dunia itu hanya bersifat relatif dan sementara, tentu sebagai umat beragama kita harus mengutamakan urusan akhirat ketimbang urusan dunia. Betulkan?

Semoga bacaan diatas dapat menginspirasi khalayaknya para pembaca dan tentu akan banyak hal akan penulis sampaikan berdasarkan dengan ilmu, wawasan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga bermanfaat.

***KAMU TENTU PUNYA CATATAN SENDIRI***

Bekerja Dalam Kapasitas Profesionalitas (Catatan 4, 12 Minggu Sebelum Pengukuhan) Bekerja Dalam Kapasitas Profesionalitas (Catatan 4, 12 Minggu Sebelum Pengukuhan) Reviewed by Santana Primaraya on 8:05:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.