Birokrat Berkarakter Sukses Di Era Konseptual, Buku Penuh Akan Pengalaman Orang Lain (Catatan 3, 13 Minggu Sebelum Pengukuhan)

Catatan Akhir Kuliah 3, Senin, 20 Mei 2013. (13 Minggu Sebelum Pengukuhan)

BIROKRAT BERKARAKTER SUKSES DI ERA KONSEPTUAL, BUKU PENUH AKAN PENGALAMAN ORANG LAIN

Buku Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku karya M. Arafat Imam G Dapatkan di Google Play Store

“Jika kita belajar hanya dari pengalaman maka itu hanya pembelajaran seumur hidup kita. Namun jika kita membaca banyak buku karya para pakar, artinya kita telah memiliki pengalaman pakar/penulis buku tersebut seumur hidupnya”. (Penulis)

BANJIR BUKU BISNIS DI BISNIS TOKO BUKU

Akhir-akhir ini jika saya memasuki toko buku Gramedia daerah Jakarta, Bekasi dan Bandung, saya melihat hampir semua buku yang laris adalah buku tentang cara berwirausaha atau tips berkorporasi. Lengkap dari mulai motivasinya, kisah inspirasinya, biografi pengusaha sukses, buku how-to-nya, self-help, berbagai nasehat agama dalam berbisnis bahkan juga merambah pada komik, audiobook, e-Book dll. Yang mengherankan bagi saya adalah, “DIMANA BUKU UNTUK PARA BIROKRAT-NYA?”, karena memang hanya buku-buku seperti biografi tokoh politik (Dimana paling top saat saya menulis buku ini adalah, tentang Jokowi dan Dahlan Iskan, itu-itu saja yang antara satu buku dan buku lain yang sesungguhnyapun isinya hanya itu-itu saja). Lalu dimana buku motivasi, self-help, how to dll yang ada pada buku menjadi korporat yang sukses tetapi tidak ada pada buku menjadi birokrat yang sukses dengan versi yang hampir serupa?

Sampai akhirnya ada beberapa poin hikmah arti sukses secara hakiki yang saya sadari bahwa buku yang mengajarkan seseorang menjadi pengusaha sukses adalah mensukseskan dirinya terlebih dahulu dan setelah kaya maka mereka diajarkan untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuannya dalam bentuk dana uluran tangan sebagai bentuk pengabdian terhadap masyarakat dan negaranya (hal ini dikenal dengan Corporate Social Responbility, CSR). Sedangkan pada kasus birokrat hikmah sukses secara hakikinya yakni saat dirinya bekerja dengan baik maka itulah sebenarnya bentuk pengabdiannya untuk masyarakat dan negara. Karena asumsinya jika  semua pekerja (koprorat dan birokrat) hanya memberi dana seperti seorang pengusaha ke orang yang membutuhkan maka siapa yang mengolahnya untuk lebih mampu memaksimalkan potensi dana tadi demi kepentingan orang banyak? Jadi kalau tidak para birokrat pemerintahan yang melakukan pengabdian untuk masyarakat dan negara secara langsung maka siapa lagi?

Maka memang yang dikerjakan birokrat ini sesungguhnya simpel-simpel saja yaitu hanya melakukan yang terbaik pada pekerjaannya di instansi masing-masing, dan hal ini tentu tidak seperti swasta yang perlu banyak usaha ini dan itu-nya terlebih dahulu.

Berbekal dari kekurangan referensi pada literatur seri motivasi untuk birokrat inilah yang membuat penulis selama beberapa bulan didalam kampus concern melakukan studi literatur yang dikorelasikan atas pengalaman pada setiap praktek lapangan penulis selama dikampus dan juga atas pengalaman dari para profesional lain yang telah melalang-buana dipersilatan dunia birokrasi. Maka tidak salah kiranya penulis menyarankan kepada setiap birokrat yang ingin sukses maka timballah wawasan pada buku yang penuh akan pengalaman orang lain seperti judul artikel catatan ini.

MERUMUSKAN CARA BIROKRAT SUKSES MASUK SURGA

Sejujur-jujurnya penulis dalam beberapa tahun awal memasuki dunia pemerintahan ini penulis merasa bahwa teori keilmuan dan teori terapan didunia pemerintahan ini, bisa dikatakan tidak begitu dekat (tapi tetap juga tidak begitu jauh) dengan konsep ajaran dan prinsip berdasarkan azas Ketuhanan. Beberapa hal yang beraroma peribadatan didalam dunia birokrasi yang paling kental bercokol dipikiran pelaku birokrat adalah dua perkara diberikut ini, ‘Meniatkan bekerja sebagai ibadah’ dan ‘Jika seorang birokrat telah bekerja baik dan tanpa melakukan KKN maka sama artinya dengan dirinya telah bekerja untuk bekal amal kelak diakhirat’. Padahal hal-hal seperti itu belumlah cukup memastikan dirinya kelak sukses di akhirat ke surga yang dijanjikan-Nya.

Berikut adalah perumpamaannya, “Meniatkan bekerja sebagai ibadah” adalah hal yang paling dan sangat minimal yang harus dilakukan oleh setiap birokrat yang ingin sukses akhirat atau bisa diibaratkan hal ini hanya perbuatan kecil dihadapan perbuatan lain yang lebih mampu menghantarkan seseorang sukses akhirat. Coba perhatikan sabda Rasul Saw yang intinya adalah sebagai berikut, “Barangsiapa seseorang berniat berbuat kebaikan maka satu pahala baginya sedangkan jika selain berniat juga sudah diamalkannya maka itu lebih utama baginya”.

Itulah yang membuat penulis berasumsi bahwa hanya sekedar niat saja artinya belumlah cukup seseorang agar mencapai pada tingkat tertinggi usahanya melainkan sebisanya harus ada usaha-usaha lain yang mampu mengkaitkan urusan agama (yang mengajarkan sukses akhirat) dengan urusan dunia (yang merupakan perihal penting yang harus manusia hadapi pada fase kehidupan manusia kini). Hal itulah yang penulis rumuskan menjadi seorang birokrat yang tidak sekular yaitu tidak memisahkan antara urusan agama dengan urusan dunia pada berbagai aspek kehidupan seperti ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Walaupun menurut hemat penulis, dalam hal agama tetap ada batasannya di negara Indonesia ini yaitu pada tataran politik, karena akan menjadi perkara yang rawan apabila seseorang membawa agama kedalam ranah politik yang cenderung panas dan ganas.

Selanjutnya pada perihal kedua adalah “Jika seorang birokrat telah bekerja baik dan tanpa melakukan KKN maka sama artinya dengan dirinya telah bekerja untuk bekal amal kelak diakhirat”. Terkadang seorang awam apabila telah melakukan satu kebaikan maka dirinya terhanyut dalam berbangga diri hingga akhirnya orang awam tadi justru berbuat kemudaratan hingga 2 atau lebih. Maka yang penulis khawatirkan terhadap nasib birokrat awam/tidak mengenal ajaran agama adalah seperti itu, berbuat kebaikan 1 namun berbuat keburukan pada sisi yang lain justru 5.

Hal ini jelas terlihat oleh penulis pada seorang birokrat yang awam terhadap ajaran agamanya, hingga dirinya memiliki idealisme sistem komando antara pimpinan ? posisi dirinya ? bawahannya, yang terlampau kuat sehingga menghasilkan gaya kepemimpinan militeristik yang sangat otoriter namun kebijakannya sering tidak masuk diakal, sehingga dapat dianalisis bahwa birokrat awam tadi memang telah berjalan secara baik pada 1 sisi (yaitu pada prinsip loyalitas kepada atasannya) namun pada sisi lainnya justru berbuah keburukan yaitu sistem yang otoriter tidak masuk diakal.

Maka dari pemikiran-pemikiran seperti itulah penulis membuat sebuah cara pandang yang baru terhadap kerangka berpikir para birokrat yang tadinya selalu berasumsi “dengan sukses dunia maka sukses juga kelak akhiratnya” menuju asumsi dikoridor yang benar yaitu “sukses dunia-akhirat tanpa ada penyekat dan skala prioritas yang satu melebihi yang lain hingga mereka justru melampaui batas”. Setidaknya didalam Al-Quran sendiri, kata-kata “melampaui batas” ini terus diulang dalam 55 kali pada ayat yang masing-masing berbeda dan juga pada makna yang berbeda pula yaitu sebagai sebuah hal yang dilaknat Allah dan sebisa mungkin harus dihindari oleh siapapun. Dimana hal tersebut berarti perkara melampaui batas ini memang sudah seharusnya harus dihindari oleh seseorang termasuk dalam konteks profesi birokrat. Berikut contoh perkara yang melampaui batas bagi seorang birokrat adalah sebagai berikut:

1) Perkara pangkat dan jabatan:

  1. Mengejar pangkat dan jabatan, berpikir bahwa kebahagiaan ada disaat pangkat dan jabatan dilevel tertinggi. Padahal keduanya bukanlah untuk diperebutkan namun seharusnya ditangisi karena keduanya bisa membuat seseorang menjadi manusia mulia atau sebaliknya. Dalam keadaan terparah mereka hanya memikirkan dunia saja tanpa berpikir prioritas ibadahnya.
  2. Ambisi mengejar pangkat dan jabatan seringkali melalaikan birokrat pada pelaksanaan tugas dan fungsi sesungguhnya. Menjadi sangat aneh bagi penulis, fenomena pada kebanyakan oknum pejabat yang telah berada dilevel tertinggi (yang sudah tidak mungkin naik pangkat/ jabatannya lagi) justru sering lupa diri bahwa tugas didepan matanya dilalaikannya karena tidak terbiasa melakukan hal seperti demikian sebelumnya, dalam hal ini tentu hanya oknum tertentu saja dan masih banyak pejabat lain yang terus berdedikasi untuk kemashlahatan orang banyak.


2) Perkara idealisme pegawai:

  1. Berpegang teguh pada satu idealisme yang sekuler dan tidak mau tergoyahkan meskipun kenyataan dari kebenaran telah disampaikan kepadanya secara berkali-kali.
  2. Adapun dilain pihak pegawai yang tidak memiliki pegangan idealisme sama sekali, maka kehadirannya dapat diibaratkan seperti rumput yang selalu diinjak-injak manusia tanpa tahu bahwa dirinya telah tidak layak lagi dikatakan sebagai rumput (karena sanking buruknya keadaannya).


3) Perkara kinerja pegawai:

  1. Pegawai yang sangat malas atau bertingkah sebebas-bebasnya membuat suasana tidak kondusif diantara pegawai dikantor yaitu membuat pegawai lain tertular tingkah laku mereka
  2. Pegawai yang sangat rajin terkadang juga tidaklah sepenuhnya baik, karena dominannya pegawai yang terlampau rajin jadi sering tidak mau berpikir sejenak bagaimana caranya mempermudah proses pekerjaannya
Dapat disimpulkan dari pernyataan-pernyataan diatas adalah segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan (melampaui batas) baik pada satu sisi ataupun pada sisi lainnya adalah sama-sama buruknya. Kembali kepembahasan buku Birokrat Berkarakter Sukses di Era Konseptual, konsep yang penulis buat sengaja penulis tidak condong pada satu sisi dan meniadakan sisi lain namun karena pada faktor proses peribadatan agamanya oknum-oknum birokrat sering menjadi orang-orang yang lupa diri maka maka penulis menitik beratkan perihal keagamaan pada buku tersebut.

KONSEP BUKU YANG LEBIH MUDAH DARI PADA BUKU STEP BY STEP

Awal kepenulisan buku birokrat ini adalah pada bulan Maret 2013 akhir, tepatnya setelah penulis sukses pada acara seminar dan bedah buku Leader University perdana yang mana pada sesi pembicaraan kedua penulis membawakan judul seminar ‘Birokrat Berkarakter di Era Konseptual’ (Tanpa kata ‘Sukses’ setelah kata ‘berkarakter’, yakni judul buku ini sebelum akhirnya ditambahkan kata ‘sukses’ sebagai penjelas bagi pembaca yaitu karakter birokrat yang dimaksudkan adalah karakter suksesnya).

Tadinya juga penulis mengkonsepkan buku ini sebagai buku pengakhir dari buku berseri yang penulis tulis pada masa menjadi peserta didik ini, namun pada perjalanan kepenulisan buku birokrat tersebut ternyata tidaklah terlampau susah, maka dari itu disela-sela kegiatan penulis masih sempat menuliskan buku Catatan Akhir Kuliah ini sebagai seri pamungkas dari keempat total buku yang penulis telah terbitkan sewaktu masih menjadi peserta didik disalah satu Perguruan Tinggi Kedinasan Nasional.

Adanya faktor penyusunan Laporan Akhir penulis sebagai syarat kelulusan Diploma IV membuat penulis memutuskan buku birokrat dan buku catatan akhir kuliah ini memakai kerangka konsep pemikiran buku generalis yang hanya mengutamakan pembaca paham terhadap hal yang penulis sampaikan. Konsep kepenulisan seperti demikian jelas lebih mudah ditulis ketimbang kedua buku penulis sebelumnya yaitu dengan kerangka konsep pemikiran Step by Step yang mengharuskan penulisnya berpikir didalam kerangka konsep pemikiran yang lebih kompleks. Perbedaan letak kesulitan dari kedua kerangka pemikiran ini sepengalaman penulis (yang belajar menulis secara otodidak) adalah sebagai berikut:
  1. Buku generalis biasanya banyak dan bebas memasukkan wawasan dari lintas disiplin ilmu lain sehingga mudah dalam mencari daftar literatur buku referensinya, sedang buku step by step biasanya karena sudah terpatok pada konsep maka selama kepenulisan dari awal hingga akhir penulisnya tidak bisa berpaling dari konsep awal, karena sudah pasti yang namanya konsep itu sudah harus baik dari awal jika tidak (konsep selalu berubah-ubah) maka sejatinya ada yang perlu ditanyakan dengan kekuatan dari konsepnya itu sendiri.
  2. Buku generalis hanya mengidentifikasi masalah lalu berusaha menjelaskan solusi yang seharusnya, sedang buku step by step mengharuskan penulis berpikir bagaimana alur proses tahapan dari yang paling awal/prioritas dilakukan hingga tahapan akhirnya.
  3. Buku generalis biasanya merupakan buku dengan metode induktif yaitu membahas dari khusus keumum yaitu yang membahas perkara dari satu tema ketema-tema lain misal hendak menulis buku birokrat berkarakter sukses maka dari tema awal birokrat terus menelurus ke tema lain seperti membahas agama, manajemen, psikologi dll. Sedangkan buku step by step merupakan buku deduktif yaitu membahas dari umum kekhusus yaitu dari berbagai tema dijadikan satu tema misal dari hendak menulis menjadi seorang pemimpin maka diperlukan data-data seperti kepemimpinan, manajemen, komunikasi dll.


APRESIASI SETINGGI-TINGGINYA DARI PARA PETINGGI

Garis bawahi kutipan penulis berikut ini, ”Seseorang mungkin menganggap bahwa pujian dari orang lain memang akan membawa kepada keadaan berbangga diri yang sering dikaitkannya dengan larangan Tuhan untuk bersombong. Namun jarang ada orang yang sukses bila selama hidupnya tidak mendapatkan penghargaan yang sepantasnya apabila dia telah melakukan sebuah hal yang luar biasa. Karena sesungguhnya dengan penghargaan itulah seseorang yang sudah sukses pada satu hal lebih bergairah untuk meraih kesuksesan lain dilain waktu, dan menjadi sebuah sunnatullah apabila kesuksesan itu diraihnya untuk mencapai kesuksesan akhiratnya”. Kuncinya ada pada akomodasi persepsi tentang penghargaan/apresiasi tersebut, jika diakomodasi kepada kesombongan tulen maka itu 100% sombong dan sombong adalah sebuah dosa besar didalam ajaran agama, namun jika diakomodasikan kepada rasa syukur kepada Tuhan dan darinya timbul motivasi untuk terus menghasilkan karya lainnya maka meskipun bagi sebagian orang akan terlihat sebagai sebuah kesombongan namun insya Allah, Tuhan lebih memandangnya sebagai amalan usaha orang tersebut dalam berikhtiar dijalan-Nya (sunnatullah-Nya).

Dalam hal ini penulis mampu sukses dengan sangat tidak terduga karena mampu mempraktekkan teknik bersahabat dengan ‘Singa’ yang awalnya penulis dapatkan ilmu itu dari Motivator asal Indonesia, Bong Chandra dalam bukunya Unlimited Wealth dan dari ilmu itu pula saya sinkronisasikan dengan dunia birokrasi dan hasilnya dapat pembaca lihat pada bab berjudul “Teknik Bersahabat dengan Singa” didalam buku Birokrat Berkarakter Sukses karya penulis. Mungkin saja jika pembaca juga mempraktekkannya, pembaca bisa lebih bersahabat dengan lebih banyak ‘Singa’ ketimbang penulis saat ini.

IDE TULISAN CEMERLANG: BANYAK KEPALA, BANYAK PEMIKIRAN

Berbekal dua buku yang telah terbit membuat nama penulis semakin melambung tinggi hingga merambat ke para petinggi lembaga kampus serta pihak akademisi dari perguruan tinggi lain. Penulis dalam hal ini tentu sangat bersyukur kepada Tuhan, namun kesempatan dikenal oleh para petinggi-petinggi akademisi kondang selagi penulis masih berstatus mahasiswa seperti itu membuat penulis mampu berdiskusi ilmu tentang banyak hal dengan para tokoh yang memang spesialisasinya tersebut, yang mana hasil dari diskusi secara langsung maupun tidak langsung penulis jabarkan didalam tulisan karya tulis penulis (buku, artikel, konsep jurnal dll).

Sesungguhnya, manfaat seperti diskusi ilmu diatas bukan hanya bermanfaat untuk penulis saja, melainkan para akademisi tersebut kebanyakan juga justru senang membagi ilmu mereka kepada penulis karena setidaknya mereka melihat sikap ketertarikan penulis pada keilmuan hingga membuat mereka yakin untuk tidak segan-segan men-sharing ilmu mereka pada penulis. Bukankan jika ilmu diajarkan lalu diamalkan kembali maka akan menjadi sebuah amal ibadah jariyah tersendiri bagi pengajarnya? Seperti itulah kira-kira isi pikiran para akademisi tadi.

PROFESIONALITAS BIROKRAT DAN PEDAGANG BUKU

Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan penulis membuat penerbitan self-publishing secara mandiri maka sesungguhnya penulis juga menjadi seorang pedagang buku yang penulis anggap sebagai kerja sambilan dari pekerjaan berbirokrasi sesungguhnya. Maka dari itu tentu harus dimanajerial secara profesional antara pekerjaan birokrasi dan urusan dagang bukunya. Salah satu cabang ilmu manajemen yang diperlukan adalah manajemen finansialnya (keuangan) jangan sampai antara keuangan kebutuhan sehari-hari berasal dari gaji yang dipergunakan sampai 100% untuk urusan dagang karena bagaimana bisa penulis makan kalau penghasilan dari gaji semua dipergunakan untuk keperluan dagang. Jadi penulis pisahkan antara urusan gaji dan urusan dagang dengan memisahkan pula rekening bank milik penulis. Dalam hal ini rekening gaji memakai rekening bank BRI dan rekening usaha dagang buku menggunakan rekening bank Mandiri karena pada bank tersebut memiliki beberapa fasilitas dan promo bisnis khusus yang tidak dimiliki oleh bank negeri lain seperti BRI dan BNI 46 dan walaupun fasilitas seperti itu dimiliki oleh BCA yang merupakan bank swasta namun karena rasa nasionalisme yang kuat maka penulis lebih mengutamakan bank negeri saja.

Penulis menggunakan uang pada rekening Mandiri sepenuhnya untuk usaha dagang dan prinsip pemakaiannya-pun adalah sistem balik modal jadi setiap akan mencetak buku maka akan menjadi pencatatan debit rekening dan jika ada penjualan buku maka masuk pencatatan sebagai kredit. Yang mana alhamdulillah pada seminar perdana yang diselenggarakan sewaktu penulis masih menjadi Praja mampu menghasilkan laba kotor ±32.500.000 rupiah (perhitungan: 500 orang x @Rp65rb; belum dikurangi biaya kepanitiaan acara lain seperti banner, pin acara, royalti buku yang dipergunakan untuk sumbangan dll) namun secara total laba bersih tetap sudah menutupi semua biaya pencetakan kedua buku yang masing-masingnya dicetak 1000 eksemplar. Sehingga sisa buku yang ada bisa dikatakan sebagai bonus laba dagang buku.

Karena biasanya setiap minggu ada saja yang membeli buku Leader University dan The Art of Meeting (cover edisi terbatas) baik pembelian secara langsung ataupun secara pos. Jadi jika setiap minggu ada satu orang yang membeli, maka penulis mendapatkan penghasilan sebesar Rp 85.000 s.d Rp 100.000 secara laba bersih (karena tanggungan biaya cetak telah terlunasi seperti pembahasan sebelumnya).

Maka itulah kemudian yang menjadi bekal penulis untuk keperluan belanja selama seminggu sampai nanti minggu selanjutnya akhirnya ada yang membeli buku penulis lagi yang memang semasa menjadi Praja IPDN, penulis mempunyai pengeluaran 500 ribu rupiah setiap bulannya untuk berbagai keperluan dan terkecuali untuk pengeluaran infak dan sedekah penulis memiliki perhitungan tersendiri tanpa segan-segan untuk memperhitungkannya.

“Setiap profesi memiliki caranya tersendiri untuk meraih amalan akhiratnya. Jika korporat (swasta) dengan cara menjadi kaya dan menyedekahkan banyak dari hartanya kepada orang yang membutuhkan, maka pelaku birokrat memiliki cara lain, yaitu dengan bekerja secara sungguh-sungguh pada pekerjaan bidang pelayanan masyarakatnya”. (Penulis)

***KAMU TENTU PUNYA CATATAN SENDIRI***

Birokrat Berkarakter Sukses Di Era Konseptual, Buku Penuh Akan Pengalaman Orang Lain (Catatan 3, 13 Minggu Sebelum Pengukuhan) Birokrat Berkarakter Sukses Di Era Konseptual, Buku Penuh Akan Pengalaman Orang Lain (Catatan 3, 13 Minggu Sebelum Pengukuhan) Reviewed by Santana Primaraya on 6:41:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.