Leader University, Buku Pemecah Rekor (Catatan 1, 15 Minggu Sebelum Pengukuhan)

Catatan Akhir Kuliah 1, Senin, 6 Mei 2013. (15 Minggu Sebelum Pengukuhan)

LEADER UNIVERSITY, BUKU PEMECAH REKOR

Buku Catatan Akhir Kuliah: Praja Penulis Buku karya M. Arafat Imam G Dapatkan di Google Play Store
“Saya merasa sedang kuliah sesungguh-sungguhnya ketika saya menulis tentang berbagai hal yang penulis minati, seperti ketika menulis buku ini dan itu. Diluar itu? Saya hanya seperti mesin fotocopy, hanya menghafal lalu menuliskannya lagi dilembar ujian”. (Penulis)

BUKU YANG MENGUBAH PARADIGMA

Saat ini kita akan membahas buku berjudul Leader University. Inilah buku yang berhasil membuat seorang yang tadinya bukan apa-apa menjadi orang yang serba bisa berbuat apa-apa saja. Dari seseorang yang gugup berbicara didepan publik menjadi pembicara yang secara bertahap mulai menunjukkan kehandalannya. Dari orang tidak suka belajar pelajaran akademis menjadi orang yang dikenal oleh para akademisi kondang. Dari orang yang banyak merepotkan orang lain hingga menjadi orang yang merepotkan diri demi kepentingan orang banyak. Dari orang yang menonton manakala seseorang mendapatkan prestasi menjadi orang yang ditonton orang-orang manakala mendapat prestasi. Bahkan jika meneruskan kisah yang penulis jelaskan pada bab sebelumnya, maka karena buku ini jugalah membuat seorang pria yang dari kisah cintanya pernah ditolak oleh seorang wanita menjadi mampu ... (pembaca tahu maksud penulis. Hihi..)

Walaupun sebenarnya tidak bisa dimunafikkan juga bahwa dibalik banyak kisah sukses pasti banyak juga kisah suramnya. Salah satu kisah tersuram dibalik buku Leader University ini yaitu seperti gara-gara buku ini seorang yang tadinya memiliki tabungan deposito sepuluh juta rupiah dalam hitungan minggu justru berubah menjadi seorang yang memiliki hutang sebesar sepuluh juta rupiah. Ironisnya, hingga sampai saat penulis menuliskan catatan ini, hutang tersebut belum 0%-pun yang terlunasi. Tetapi lebih bijak daripada itu, dibalik seluruh kisah suka duka seseorang kita hanya bisa mensyukurinya tanpa boleh bersombong diri, dan yang tidak kalah pentingnya bagi penulis adalah jika kelak sudah punya modal bisnis dalam nominal yang tinggi maka penulis tidak ingin berhutang lagi. He..he.. karena memang rasanya sungguh tidak membahagiakan hidup dengan tekanan hutang seperti itu.

Ada sedikit rahasia yang patut penulis jelaskan didalam buku ini mengenai buku Leader University yang konon fenomenal dikalangan internal civitas akademika IPDN pada awal hingga pertengahan tahun 2013 silam. Jika penulis hanya dikategorikan sebagai penulis dari universitas umum, PTN atau PTS, maka buku Leader University ini tentu tidak akan ada yang meliriknya sama sekali. Namun menjadi hal yang membuatnya fenomenal adalah karena penulisnya menulis buku tersebut pada saat dirinya masih menyandang status sebagai salah satu peserta didik di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang disebut sebagai seorang ‘Praja’, yang mana dari awal tahun perkembangan sekolah kepamongprajaan dari APDN-STPDN-IPDN belum pernah ada seorang Praja-pun yang pernah menerbitkan buku disaat masa pendidikannya. Walaupun setelah mereka lulus banyak diantaranya yang menulis hingga menerbitkan buku, tetapi untuk kapasitas masih sebagai Praja itu sendiri maka baru kali ini rekor itu terjadi.

Bukan hanya sampai disitu, tetapi didalam internalpun penulis menjadi dikenal sebagai Praja yang produktif menulis buku. Lalu juga menjadi sangat terlihat hebat manakala penulis juga menjadi pembicara dalam acara seminar dan bedah buku Leader University yang dihadiri oleh sekitar 500 peserta saat itu. Jadi efek karir kepenulisan yang penulis kembangkan disini seperti halnya ‘efek domino’ yaitu domino yang disusun secara berdiri dan berurutan lalu ketika satu domino dijatuhkan maka semua domino akan jatuh secara berkala. Selebihnya daripada itu percayalah bahwa penulis hanya seorang peserta didik yang tidak jauh berbeda dengan orang kebanyakan peserta didik lainnya yang terkadang malas dan enggan-engganan. Walaupun dahulu penulis sempat menjadi seorang pelaksana harian fungsionaris kesenatan praja dikampus-pun, perilaku penulis bisa dikatakan yang paling ‘aneh’ ketimbang fungsionaris yang lainnya. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa penulis hanyalah seorang mahasiswa biasa dengan empat buku karyanya yang diselesaikannya pada saat perkuliahannya.

Mengapa penulis mengatakan bahwa buku ini adalah buku yang mampu mengubah paradigma? Hal itu bisa dikatakan betul adanya, tetapi bukan berniat berbangga diri namun semoga pembaca bisa mengambil hikmahnya. Dibawah ini adalah poin-poin yang dapat menerangkan bentuk-bentuk perubahan tersebut:
  1. Seorang mahasiswa yang tadinya hanya bisa memiliki kerangka pemahaman keilmuan pada ilmu yang diajarkan dosennya mampu berubah paradigmanya bahwa ternyata mahasiswa-pun asal memiliki niat dan daftar studi literatur ilmu yang cukup sebenarnya bisa saja membuat kerangka pemahaman/pemikiran teorinya sendiri. Karena nyatanya jika seorang mahasiswa cara belajarnya masih ‘menghafal’ semata maka apa bedanya dengan siswa (tanpa awalan ‘maha-’) SD atau SMP?
  2. Sebagian oknum akademisi yang ada sekarang sering berpikir praktis, yaitu mereka hanya ingin mengajar tanpa membuat karya tulis berupa jurnal, artikel bahkan buku. Bahkan dalam suatu obrolan dengan seorang dosen senior yang dekat dengan penulis, beliau pernah mengatakan, “Dengan berbekal buku-buku karyamu saya akan mempergunakannya untuk mempermalukan dosen yang lain agar mereka juga terpacu untuk membuat karya tulis. Masa yang diajarkan mau menulis sedangkan yang mengajar enggan menulis?” ujarnya.
  3. Mencerahkan sedikit paradigma yang salah dikalangan praktisi. Sebagian praktisi menganggap bahwa mereka tidak perlu banyak memahami teori namun cukup aksi saja. Namun dengan bukti buku ini penulis justru mampu membuat sebuah konsep penggabungan ilmu dengan aksi, maka jadilah ilmu terapan yang cocok untuk praktisi. Karena sejujurnya penulis melihat berbagai kekacauan diberbagai bidang sekarang ini banyak disebabkan oleh seorang yang beraksi tanpa didasari ilmu. Hal seperti itu dapat diibaratkan seperti seseorang yang sedang berjalan lalu menabrakkan dirinya kesemua penghalang didepannya karena dirinya hanya tahu bahwa yang dinamakan berjalan itu ya kedepan tidak ada belok kanan-kiri. Berbeda dengan orang yang berilmu, dirinya pasti tahu jika didepannya ada tembok maka dirinya akan belok sedikit lalu kembali berjalan lurus kedepan. Bisa jadi keduanya sama-sama sampai pada daerah tujuan, namun orang tanpa ilmu membuat wilayah yang dilewatinya hancur-hancuran, namun orang berilmu tetap membuat wilayah yang dilewatinya tetap kondusif.
  4. Paradigma baru didalam internal Sekolah Tinggi Kepamongprajaan. Dimana untuk membuat seseorang supaya mampu berdisiplin ternyata tidak harus selalu dengan semacam pada pembinaan disiplin seperti mengajarkan Peraturan Baris Berbaris (PBB) serta jikalau ternyata melanggar harus dibina tambahan atau ditindak (dengan asumsi semakin melanggar semakin tegas tindakannya).


Tetapi untuk membina disiplin ternyata juga bisa dengan menggunakan pembinaan karakter didalam kegiatan akademisi (dimana orang yang bersungguh-sungguh dalam berilmu pasti akan sangat menghargai waktu dan kinerjanya) serta pembinaan karakter dari faktor loyalitas seseorang kepada agamanya (karena agama mengajarkan seseorang bertindak atas dasar iman, jadi jika setiap tindakan seseorang telah senantiasa didasari oleh iman (yang sebenar-benarnya) maka ketika dirinya dihadapkan oleh sebuah kesalahan bersikap dan bertindak maka sebisa mungkin dirinya akan berusaha menghindarinya).

***

Adapun kisah lain dari buku ini yang cukup unik dan penulis rasa sayang jika dilewatkan oleh pembaca adalah ketika ada salah seorang teman penulis yang memang sungguh cerewet menginterogasi penulis ketika buku-buku Leader University cetakan awal ini ada diruangan Perpustakaan Masjid Darul Ma’arif IPDN kala itu. Kira-kira interogasi dia adalah sebagai berikut:

“Eh Fat, jualan buku seperti ini ada nggak resiko terburuknya?”“Ya ada, kayak bukunya hilang, bukunya kebasahan dll”“Bukan, maksudnya kayak rugi semisal nggak laku dipasaran? Atau Modal cetak awal nggak balik”.“Semua kemungkinan ya mungkin saja, kalau nggak gitu bukan kemungkinan namanya”.“Terus nggak takut merugi apa kamu? Gimana kalau kamu sampai rugi gara-gara nyetak buku yang banyak gitu?”“Coba bayangin deh, di Indonesia yang penduduknya padat begini terutama di pulau Jawa. Apa sih usaha yang sedikitnya tidak menarik perhatian orang-orang sama sekali? Makanan, Pakaian, Rumah dll kemungkinan kecilpun pasti ada yang beli, palingan hanya menunggu waktu saja sampai semua bisa terjual sesuai yang diharapkan penjual.”“Ya nggak fat, coba deh orang-orang Indonesia sendiri saja banyak yang tidak hobi membaca. Jangankan membaca buku pemula, membaca buku para pakar saja paling hanya beberapa. Nggak takut apa harus berbisnis diusaha buku-buku begini?”“Ya justru itu kalau orang-orang membaca buku para pakar saja malas mungkin saja karena membaca buku seorang pemula seperti saya ini mampu membuat mereka malah rajin membaca. Kalau takut berbisnis diperbukuan nggak juga, apa yang harus ditakuti? Namanya usaha... Untung, rugi, ditipu dll wajar saja.”

Pembicaraan tersebut masih berlanjut lama tetapi inti pembicaraannya hanyalah membahas berbagai kemungkinan terburuk dari menulis dan menerbitkan buku bagi seorang pemula. Tetapi namanya juga usaha, ada untung ada rugi tetapi yang terpenting yang harus kita instropeksi adalah bagaimana kita tetap bersungguh-sungguh (berikhtiar) selama melakukan semua usaha tersebut.

KISAH MENDIRIKAN PERUSAHAAN PABRIK SEPATU DIAFRIKA

Alkisah dahulu dibenua Afrika tidak ada seorangpun yang memakai alas kaki. Sampai akhirnya direktur dari perusahaan sandal di Eropa mengirimkan dua orang konsultan untuk mencari  data dan informasi bilamana perusahaan hendak mengembangkan bisnis dibeberapa daerah di negara-negara benua Afrika.

Setelah selama dua bulan konsultan tadi meneliti berbagai kemungkinan dibeberapa negara di Afrika maka mereka kembali ke direktur perusahaan untuk menyampaikan hal yang telah dianalisisnya.

Konsultan A mengatakan bahwa tidak mungkin perusahaan menjual alas kaki di negara-negara Afrika, karena ternyata memang tidak ada satupun orang yang memakainya. Perusahaan pasti akan banyak merugi.

Sedangkan konsultan B mengatakan bahwa orang-orang di Afrika memang tidak memakai alas kaki, namun justru jika perusahaan mendirikan pabrik disana dan menjualnya kepada masyarakat disana maka kita bisa mendapatkan keuntungan yang tinggi.

Direktur menyetujui usulan ‘positif thinking’ dari konsultan B dan menjadikannya direktur operasional cabang di beberapa negara Afrika untuk mendirikan beberapa pabrik dan memasarkannya secara meluas.

***

Walaupun kisah diatas hanya sebuah kisah fiktif, namun nyatanya sekarang memang orang di Afrika sudah banyak yang memakai alas kaki. Padahal dahulu masyarakatnya terbiasa berjalan diatas padang pasir dengan bertelanjang kaki.

Melalui kisah diataslah penulis seakan menemukan sebuah solusi dari permasalahan yang ada didalam kampus penulis. Seperti halnya seorang mahasiswa lain, kalau bukan buku yang berasal dari lintas disiplin ilmu pada jurusan yang diikutinya maka banyak dari mereka enggan untuk membaca buku apapun selain itu guna mampu menambah wawasan keilmuannya. Maka seperti itulah juga yang mewabah dikalangan mahasiswa dikampus penulis, jikapun mereka diharuskan membaca buku maka kecenderungannya hanya buku tentang pemerintahan saja. Kecenderungan selebihnya paling hanya sekadar membaca novel atau buku motivasi. Sehingga kehadiran penulis yang telah mampu menerbitkan buku selagi menjadi peserta didik, penulis harapkan mampu bagaikan menjadi pabrik alas kaki dibenua Afrika pada kisah diatas, yang kelak secara bertahap mampu selalu memproduksi semangat membaca dan menulis kepada seluruh mahasiswa hingga dikemudian hari seluruh mahasiswa akan menyenangi kedua aktivitas tersebut bagaikan penduduk Afrika kini yang telah banyak yang menggunakan alas kaki pada kisah diatas.

POLEMIK JUDUL BUKU

Awalnya buku ini memiliki judul buku yang sangat panjang dan berat yaitu “Book of Mentor 1: Step by Step Leader. Based Leadership and Management”. Hingga sampai pada saat penulis melakukan diskusi ilmu bersama Prof. Dr. Sadu Wasistiono, MS tentang teknik kepenulisan buku hingga pada akhirnya penulis kemudian berusaha menyingkatnya supaya lebih ringkas dan yang sekiranya menarik serta mengundang rasa penasaran dari para calon pembeli dan pembacanya. Kemudian penulis putuskan bahwa judul baru untuk buku ini adalah Leader University.

Banyak yang kemudian bertanya, mengapa judulnya Leader University (baca: Universitas Pemimpin), apakah karena faktor penulis adalah Praja IPDN sehingga karena menganggap kampusnya adalah pencetak kader pemimpin dipemerintahan dalam negeri lantas hasil tulisan penulis ingin membawa-bawa nama besar IPDN? Dilain pihak ada juga orang yang menganggap buku ini hanya buku tentang how-to teori kepemimpinan dan manajemen kontemporer sehingga keberadaannya sama saja dengan buku serupa dengan penulis pakar kepemimpinan kenamaan lainnya, sedang nama Leader University hanya dipergunakan untuk menyokong popularitas semata.

Namun itu semua (penulis yakinkan kepada pembaca) hanya prasangka oknum orang tertentu saja dengan tanpa adanya bukti yang mampu menguatkannya. Nama judul buku ini Leader University  karena sesungguhnya setiap orang sejatinya adalah pemimpin, yaitu paling minimal adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, hal ini sesuai dengan salah satu hadist shahih Rasul Saw. Analogi pemikiran penulis adalah seperti ini: Jika sehari-hari seseorang menjalani proses kehidupannya maka akan sama halnya dirinya sedang menjalani proses kepemimpinannya. Lalu jika seseorang menjalani proses keilmuan tingkat tinggi artinya dirinya sedang berproses disebuah universitas sebagai seorang mahasiswa. Jadi jika seseorang yang menjalani kehidupan sehari-hari berdasarkan keilmuan tingkat tinggi dapat penulis asumsikan bahwa orang-orang seperti itulah yang sejatinya sedang berproses dalam sebuah universitas pemimpin (Leader University). Dimana keberadaan buku Leader University karya saya ini diharapkan menjadi sebuah buku mentor yang berfungsi sebagai buku pendamping seumur hidup pemilik/pembacanya dalam menjalani sebuah step by step pembelajaran kehidupan menjadi seorang pemimpin yang hebat, ‘Great Leader’.

KARYA BOCAH BERUMUR 20 TAHUN

Ada dua persepsi khalayak publik yang muncul dalam menanggapi sebuah karya yang dihasilkan oleh seorang pemuda. Persepsi pertama yaitu presepsi kekaguman yang ditandai dengan timbulnya berbagai pernyataan-pernyataan hebat dan orang yang merasa salut pada pemuda tersebut karena sudah mampu berkarya kendati usianya masih muda belia. Tetapi ada juga persepsi kedua yaitu orang-orang yang menyatakan bahwa karya tersebut adalah buruk atau kasarnya adalah sebuah karya abal-abal, dengan alasan karena menganggap usia penulisnya yang terlalu muda untuk mampu berkarya didalam kapasitas usianya yang dianggap tidak mungkin bisa mengalahkan kapasitas keilmuan orang dewasa. Dan anehnya hal tersebut sangat tidak masuk diakal ketika orang yang mengatakan hal tersebut bahkan belum mencermati hasil karyanya secara keseluruhan sekalipun tetapi sudah mengecap serba negatif pada karya pemuda tersebut.

Bersyukurnya penulis ternyata orang-orang yang salut terhadap buku-buku karya penulis lebih banyak daripada oknum orang-orang yang mengolok-ngoloknya. Adapun apresiasi itu bukan hanya berasal dari orang-orang yang mengenal penulis secara langsung saja namun datang dari berbagai kalangan baik ditingkat bawah sampai para profesional tingkat atas sekalipun banyak yang kemudian memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada penulis. Karena dua buku non-fiksi pertama penulis dinilai memiliki persyaratan sebagai buku non-fiksi meskipun berjenis bahasa populer, serta bukan buku yang hanya ‘cuplik sana cuplik sini’ tetapi banyak juga tertuang berbagai pemikiran murni dari penulis.

Berbagai pujian mengalir juga dikarenakan banyak diantara pembaca yang merasa tidak percaya bahwa sebuah keniscayaan bagaimana mungkin seorang peserta didik pada lembaga pendidikan kedinasan memiliki waktu hingga menyelesaikan dua buku sekaligus saat semasa pendidikannya, yang hal itu dimulainya ketika masih berumur 20 tahun dan diselesaikan pada umur 21 tahunnya.

Tentu sesungguhnya penulis tidak berharap berbangga diri dari hasil pencapaian seperti itu, karena bagi penulis percuma juga seseorang yang selalu membanggakan dirinya didepan khalayaknya orang lain karena hanya akan menimbulkan kesombongan yang berbuah dosa tanpa ada keuntungan yang sifatnya kekal, dilain pihak ketahuilah bahwa hanya Tuhanlah yang satu-satunya berhak membanggakan diri-Nya (dalam salah satu sifat dari 99 asmaul husna-Nya yaitu Al-Mutakabbir, Yang Maha Memiliki Kebesaran).

Tetapi sebaliknya, dengan modal seperti itu penulis mampu membuat potensi berpikir dan menulis sedari muda ini untuk terus menginspirasi dan mengajak para pemuda untuk secara bersama-sama berjuang dan berkarya untuk kemashlahatan agama dan negara.

MENJADI COVER LIMITED EDITION

“Orang bijak selalu memiliki cara bijaknya sendiri untuk memutuskan segala sesuatu.” (Penulis)

Melanjutkan pembicaraan dari seorang teman yang cerewet tadi sebelum mengakhir pembicaraannya yang bersangkutan juga membahas perihal cover buku Leader University cetakan awal yang pada sampul utamanya tercetak foto penulis. Percakapannya dapat saya kisahkan sebagai berikut:

“Terus covernya ini sampai cetakan-cetakan selanjutnya masih mau menggunakan cover yang ada fotomu seperti ini?”
“Tergantung sih” (Jawaban pendek karena penulis sudah mulai malas menjawab pertanyaan-pertanyaannya).
“Kalau kamu orang terkenal, wajar ada fotomu sebagai cover depan. Tetapi kan kenyataannya nggak! Jadi ngapain ada fotomu segala?”
“Karena didalam buku-buku itu walaupun berupa buku non-fiksi populer tetapi banyak juga penceritaan mengenai jalan kehidupan saya sebagai contoh dalam penerapan ‘Leader University’. Wajar sajalah kalau ada unsur penceritaan pribadi, maka foto sang penceritanya ada sebagai cover dari buku yang bersangkutan.”
“Iya, yaa tapi-kan tetap saja. Takutnya nanti orang yang melihat buku ini malah tidak jadi membeli akibat melihat ternyata dibuat oleh seorang pemula dan yang belum terkenal. Kalau kamu buat tanpa fotomu malah mungkin pembeli akan mengira bahwa buku ini tulisan dari seorang profesional sungguhan.”
“Oke, makasih atas sarannya. Tetapi sekali lagi, bukunya belum juga dijual sudah takut-takut. Bagi saya yang penting lakukan saja dulu, kalau ada hambatan-hambatan perbaiki saat berjalan saja. Jangan sampai nyetak buku ini nggak jadi-jadi hanya karena menunggu semua tampil sempurna terlebih dahulu lalu baru mulai diusahakan.”

Ungkapan serupa datang dari seorang dekan saat kemudian mengetahui buku Leader University ini, tanggapan beliau juga sedikit mengkritisi tentang cover buku tersebut. Dikatakanlah oleh beliau bahwa kalau bisa cover-nya jangan foto penulis, jika memang perlu menampilkan foto penulis maka tempatkanlah saja foto penulis dibagian belakang cover buku dan tampilannya lebih kecil. Lalu jika bisa juga jangan memakai seragam, karena bagi masyarakat tampilan seseorang yang berseragam imej-nya cenderung ditakuti, sehingga bisa saja seseorang menjadi mengurungkan niatnya untuk membeli buku ini hanya karena foto cover-nya adalah seseorang yang berseragam.

Hingga kemudian semua saran dari beliau dapat penulis pahami dan turut membangun pemikiran penulis kedepannya mengenai nasib dari buku Leader University ini. Adapun perbedaan masukan antara dekan ini dengan teman penulis yang cerewet tadi adalah cara penyampaiannya. Jika teman penulis tadi menyampaikannya dengan nada yang nyerocos dan sifatnya interogasi sehingga membuat penulis hanya mau tidak mau mendengarkannya, sedangkan Bapak Dekan menyampaikan dengan nada bijaknya sehingga itu bisa lebih penulis terima untuk perbaikan kedepannya. Sebuah catatan kecil yang penting untuk diketahui oleh pembaca yang barangkali juga ingin menjadi penulis buku.

Tetapi sesuai dengan filosofi prinsip penulis yaitu “Orang bijak selalu memiliki cara bijaknya sendiri untuk memutuskan segala sesuatu”, maka penulis tidak menyesali sama sekali kritisi dari orang-orang yang mengatakan bahwa cover buku Leader University tidaklah pantas memakai foto penulisnya sehingga setelah acara bedah buku perdana, maka penulis memutuskan bahwa buku Leader University dan The Art of Meeting yang menggunakan cover foto penulis menjadi edisi langka-nya atau versi Limited Edition-nya dari koleksi buku-buku hasil karya penulis ini. Dan penulis rasa, jikalau kemudian kelak suatu hari penulis sukses menjadi seorang penulis buku skala nasional maka kedua buku cover limited edition ini akan menjadi sebuah buku kenangan tiada tara bagi pemiliknya yang masing-masingnya hanya beredar 1000 eksemplar saja.

Awal cetak buku Leader University ini adalah seperti gambar yang ada dihalaman web penulis (www.marafatimamg.com) berwarna dominan orange papaya cream, baru setelah berubah penerbitan dari self-publishing HCG-Press ke Bukubabe penerbit sajalah covernya berubah menjadi berlatar dominan merah tua.

Keterangan: Jika Pembaca ingin memiliki buku Leader University dan The Art of Meeting dengan Cover Limited Edition ini silahkan menghubungi pihak penerbit di call center +(62) 821-2004-4554 (Persediaan sangat terbatas).

NIAT MULIA DIBALIK BUKU

Imam Al-Ghazali (seorang sufi/pemikir tasawuf) dalam bukunya Kimia Kebahagiaan pernah menyatakan bahwa hakikatnya dunia dan seisinya ini sesungguhnya adalah kesemuan belaka, tetapi setidaknya didunia ini ada dua hal yang sifatnya kekal, yaitu ilmu dan amal. Maka Imam Al-Ghazali memfokuskan dirinya untuk mendalami keilmuannya dan kemudian menyampaikan apa yang didapatkannya kepada orang-orang pada masanya sebagai modal mendapatkan amalan. Demikian juga penulis yang dalam hal ini memiliki nama lengkap Muhammad Arafat Imam Ghozali maka setidaknya ingin mengikuti jejak Imam Al-Ghazali dengan mendalami keilmuan sehingga kelak jika diajarkan kepada orang-orang pada masa kini dan seterusnya penulis akan terus mendapatkan amalan. Adapun amalan dari mengajarkan ilmu seperti ini adalah jenis ‘amalan jariyah’, yaitu amal yang selama ilmu itu masih diajarkan oleh penerusnya maka selama itu jugalah amalan terus mengalir kepada pengajar-pengajarnya tanpa mengurangi amalan dari penerusnya tadi.

Adapun sebagai pemaksimal amalan penulis, maka penulis bukan hanya sekedar menuliskan ilmu tetapi penulis juga menyumbangkan 100% royalty dari kepenulisan ini (yaitu setiap 10% dari harga buku yang terjual di pasaran) yang kemudian penulis sumbangkan keorang-orang yang sekiranya membutuhkan. Menurut hemat penulis, kalau bisa beramal secara maksimal mengapa hanya beramal secara setengah-setengah?

***KAMU TENTU PUNYA CATATAN SENDIRI*** 

Leader University, Buku Pemecah Rekor (Catatan 1, 15 Minggu Sebelum Pengukuhan) Leader University, Buku Pemecah Rekor (Catatan 1, 15 Minggu Sebelum Pengukuhan) Reviewed by Santana Primaraya on 6:16:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.