TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI JAWA BARAT M ARAFAT IMAM G

TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI JAWA BARAT
Oleh Muhammad Arafat Imam Ghozali

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebijakan adalah sebuah kegiatan pemahaman manusia mengenai pemecahan masalah. Kebijakan dibuat untuk dapat membuat solusi akan problematika manusia yang bermacam-macam. Pemerintah merupakan lembaga tinggi negara yang merupakan pengambil-alih kebijakan bagi rakyatnya, akan tetapi kadang kala kebijakan tersebut dapat diterima dan kadang kala pun ditolak oleh masyarakat.

Pendidikan adalah pilar penting dalam pembangunan sebuah daerah, karena salah satu parameter untuk mengukur kemajuan sebuah negara adalah pendidikan,karena dengan pendidikan di harapkan akan melahirkan manusia yang berkualitas dan berperadaban,di sini peran pemerintah sangat signifikan untuk merubah wajah pendidikan. Pada kesempatan kali ini saya mencoba melihat sejauhmana keinginan pemerintah untuk melakukan perubahan pada sektor pendidikan khususnya di provinsi jawa barat.

Data dan fakta pendidikan jawa barat dapat kita lihat dalam anggaran provinsi jawa barat, mengapa bisa melihat dari anggaran? Karena anggaran adalah ekspresi dari sebuah kebijakan pemerintah dan legislatif. Dari sinilah kita akan bisa melihat apakah pemerintah berpihak kepada rakyat atau tidak. Pada kesempatan hari ini saya akan mulai untuk melihat dan meneropong wajah pendidikan jawa barat ini dari sisi penjabaran visi misi gubernur terpilih yang terkap dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah daerah). Dalam RPJMD di tuliskan visi kepala daerah “Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis, dan Sejahtera”. Dari visi ini kemudian direncanakanlah program prioritas pada bidang pendidikan yaitu Peningkatan angka melek huruf (AMH) dan rata-rata lama sekolah (RLS) melalui upaya Jawa Barat Bebas Putus Jenjang Pendidikan, melalui penuntasan wajib belajar sembilan tahun dan dimulainya rintisan Wajib Belajar Dua Belas Tahun di kota-kota terpilih.

Program prioritas telah dicanangkan oleh pemerintah provinsi, maka setelah kita mengetahui program prioritas untuk bidang pendidikan, selanjutnya kita kan melihat dari beberapa aspek, apakah program prioritas ini akan terealisasi atau tidak di lihat dari aspek penganggaran dan kewenangan.

Secara umum derajat pendidikan dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang ditamatkan. Artinya semakin banyak penduduk yang menyelesaikan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, maka hal tersebut sudah mengarah pada indikasi adanya peningkatan kualitas SDM. Selain itu derajat pendidikan dilihat secara luas, yaitu meliputi pendidikan formal maupun non-formal.

Pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun memerlukan upaya-upaya yang terintegrasi dalam program-program pembangunan pendidikan yang membutuhkan belanja langsung maupun tidak langsung baik pada tingkat Pemerintah, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota /Kabupaten. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperlukan kebijakan alokasi angggaran pendidikan untuk memastikan ketersediaan sumber pembiayaan pendidikan yang merupakan bagian integral dari APBN maupun APBD sebagai implementasi otonomi daerah di bidang pendidikan.

Menurut Thomas dalam Encyclopedia Americana Vol. 9, besaran anggaran pendidikan berkaitan dengan kemampuan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran yang berbeda-beda di tiap Negara dan daerah. Di Israel mencapai 17% dari APBN, Jepang 6,5%, Inggris 4,6% dan Bangladesh 0,01% (2001:736). Sedangkan besaran anggaran pendidikan di Indonesia sejak akhir dasawarsa 90-an mencapai 20% dari APBN, termasuk gaji guru di dalamnya.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat. Ketentuan tersebut menyiratkan sebuah diskresi dan tanggung jawab bagi pemerintah daerah.

Pada tahun 1999/2000 anggaran pendidikan di Jawa Barat baru mencapai 7,57% dari APBD. Hingga tahun 2008 alokasi anggaran untuk pendidikan baru mencapai 11% dari total APBD, itu artinya baru mencapai besaran Rp 800 miliar dari Rp7 triliun APBD. Karena kuatnya tuntutan masyarakat dan dorongan anggota DPRD pada tahun 2009 menjadi 20% dari APBD atau Rp 1,6 triliun dari Rp 8 triliun besaran APBD. Meskipun demikian alokasi anggaran ternyata lebih banyak digunakan biaya manajemen dibanding untuk membiayai pendidikan dasar, menengah, luar sekolah dan luar biasa. Alokasi anggaran untuk pendidikan dasar hanya Rp 111,99 miliar. Itu berarti kurang dari 10%, padahal menurut Bank Dunia pada umumnya negara-negara Asia mengalokasikan dana pemerintah untuk pendidikan dasarnya mencapai 48%, bahkan di Amerika Serikat mencapai 51% (Fattah dalam Ali, 2007:596).

Masalah bagi stakeholder pendidikan di Provinsi Jawa Barat adalah bagaimana agar alokasi yang relatif kecil tersebut harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menuntaskan program Wajib Belajar Sembilan Tahun (Wajar Dikdas Sembilan Tahun) tepat pada waktunya sekaligus untuk meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Jawa Barat sebagaimana secara normatif tercantum pada perencanaan daerah baik RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) maupun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) serta RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah). Implementasi kebijakan alokasi anggaran pendidikan menjadi kunci agar pendidikan khususnya pendidikan dasar Sembilan tahun (wajar dikdas sembilan tahun) di Provinsi Jawa Barat dapat berjalan dengan baik dan bermutu.

B. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika dalam penulisan makalah berjudul Implementasi Kebijakan Dibidang Pendidikan Daerah Jawa Barat ini pada awalnya makalah ini akan disajikan dalam beberapa bab dimana dalam penulisannya terdiri dari tiga bab yaitu masing-masing terdiri dari:

Bab I yaitu penulis akan membahas pendahuluan yang didalamnya terdapat pembahasan singkat mengenai lingkup kerja pemerintahan dibidang pendidikan didaerah Jawa Barat.

Bab II yaitu penulis akan memaparkan berbagai harapan dan usaha dalam rangka peningkatan pendidikan di Jawa Barat. Pada Bab ini akan mulai ditemukan berbagai permasalahan yang terjadi atas ketimpangan antara realitas dan teori.

Bab III yaitu penulis akan menjelaskan secara lebih terperinci mengenai penggunaan arus anggaran pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Pada bab ini juga akan ditemukan berbagai permasalahan yang akan menyangkut pada anggaran keuangan.

Selanjutnya yaitu Bab III yang merupakan bab terakhir yang penulis akan membahas mengenai kesimpulan dan saran mengenai pembahasan Implementasi Kebijakan Pendidikan di Jawa Barat yang telah dibahas dalam bab satu, dua dan tiga.

BAB II
PEMBAHASAN
DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

Menganalisis implementasi Kebijakan di sebuah daerah maka terlebih dahulu baiknya menganalisis Lembaga atau Dinas terkait. Maka dari itu analisis formulasi kebijakan Pendidikan dengan adanya otonomi daerah lahirlah Dinas yang berada dibawah naungan Pemerintahan Daerah masing-masing. Salah satu dinas yang disoroti dalam makalah ini adalah adanya Dinas Pendidikan di Provinsi Jawa Barat.

Peraturan Kebijakan Pemerintah yang mendasari lahirnya kebijakan dibidang pendidikan adalah sebagai berikut:
  1. TAP MPR RI No.IV/MPR/1999 GBHN tentang Pendidikan.
  2. UU Republik Indonesia No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
  3. PP No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
  4. UU Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000 – 2004
  5. UU Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
  6. UU Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000 – 2004
  7. Permendiknas No.19 tahun 2007 tentang standart pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah.

Penjelasan Ringkas mengenai Dinas Pendidikan Provinsi Jawa BaratMerupakan dinas yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan di bidang pendidikan yang mengacu pada peningkatan SDM.

Tugas Pokok :
  1. Melaksanakan kewenangan daerah dibidang pendidikan
Fungsi:
  1. Perumusan kebijakan teknis pada bidang pendidikan;
  2. Pelaksanaan kebijakan teknis operasional bidang pendidikan.
Tujuan:
  1. Adanya gambaran kondisi umum pendidikan di Kota Bandung meliputi potensi yang dimiliki dan masalah yang dihadapi
Sasaran:
  1. Terciptanya hasil didik yang mandiri dan berbudi pekerti yang luhur

Visi:
  1. Terwujudnya warga kota yang cerdas, produktif, dan berakhlak mulia guna mendukung bandung sebagai kota jasa bermartabat

Misi:
  1. Peningkatan mutu pendidikan ;
  2. Pengembangan infrastruktur dan sarana pendidikan ;
  3. Peningkatan kinerja dan pelayanan pendidikan ;
  4. Peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan tenaga kependidikan ;
  5. Pengembangan manajemen pendidikan.
Program Kerja:
  1. Program pendidikan dasar dan pra sekolah;
  2. Pendidikan Menengah;
  3. Pembinaaan pendidikan luar sekolah (PLS);
  4. Peningkatan kualitas pendiidkan agama.

Motto: BANDUNG CERDAS
Melalui Bawaku Sekolah, Pemerintah kota Bandung Atasi 67.000 siswa rentan DO dan gratiskan 244 SD/MI, 51 SMP/MTs DAN 30 SMA/SMK (67.756 Siswa) Kota Bandung adalah perintis vokasi Jawa Barat dengan SMK Bertaraf Internasional dan berstandar SMM ISO 9001:2000 (SMKN7, SMKN 13 dan SMKN 3).

Angka jumlah sekolah paling sedikit terdapat di kecamatan bandung kulon yang berujumlah 26 sekolah yang meliputi jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menegah

BAB III
HARAPAN DAN USAHA PENINGKATAN PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

Telah dua kali Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf menyampaikan harapan pada kiprah nyata Pendidikan Luar Sekolah, pertama disampaikan sekitar satu tahun lalu di depan Direktur Jendral PNFI Kementerian Pendidikan Nasional RI dan Kepala P2PNFI regional II. Kedua, disampaikan di depan Rektor Univesitas Pendidikan Indonesia bulan Februari 2010 mengenai sumbangan UPI antara lain melalui pendidikan luar sekolah dalam kaitan dengan peran nyata pramuka yang notabene garapan pendidikan luar sekolah khususnya dalam pendidikan karakter warga Jawa Barat. Lebih lanjut, kegerahan Wagub seperti disampaikan salah seorang tenaga ahli Gubernur Dr Ade Sadikin Akhyadi, kesulitan untuk mengukur kemajuan pendidikan khususnya Pendidikan Keaksaraan, Kesetaraan, Kecakapan hidup (life skill), sensus keberadaan PKBM dan pesantren dan pendidikan karakter (untuk PAUD).

Dari gambaran terhadap realita rendahnya kinerja pendidikan merupakan bentuk keterpaduan dari sejumlah kebijakan dari kebijakan pendidikan, penyiapan tenaga pendidik, proses pendidikan dan pembelajaran, pendidikan luar sekolah, perubahan penalaian dan monitoring serta peran nyata dari pengetahuan dan penelitian. Dari tiap aspek pengelolaan ini mempunyai penjelasan tersendiri, namun demikian akar dari semuanya yaitu peran manfaat nyata dari pengetahuan dan penelitian khususnya Pendidikan Luar Sekolah.

Peran dan manfaat dari dari pengetahuan dan penelitian Pendidikan Luar Sekolah dapat dilihat dari beberapa tinjauan. Pertama, dari hakikat pendidikan-perannya hendaknya ditunjukkan untuk saat ini melalui kemampuan untuk belajar, memanfaatkan semua yang telah dipelajari dan usaha nyata untuk memperoleh kedudukan dan posisi dari hasil pendidikan atas usaha peserta didik. Hal ini berbeda dengan anggapan selama ini bahwa pendidikan untuk peranannya dimasa yang akan datang. Pendidikan hakikatnya, tergantung pada kemampuan untuk mencari dan mengkreasi pengetahuan, sebesar biji jarahpun dimanfaatkan dan dipergunakan untuk mencari posisi diri. Usaha yang dilakukan mutlak melalui kemandirian, artinya hanya orang perorang saja yang akan berusaha dan menikmati konsep ini walaupun dampaknya bermanfaat untuk orang banyak. Kedua, pendidikan merupakan kesatuan antara moralitas, soft skill dan hard skill. Ini mengandung arti hasil pendidikan ditunjukkan dalam kenyataan kecanggihan moral seperti budi pekerti, kecanggihan waktu, loyalitas sebagai warga negara. Soft skill seperti kegigihan berusaha, kepeloporan dll. Hard skill, yaitu keterampilan khusus yang terus dikembangkan. Ketiga, pendidikan dalam kerangka pendidikan sepanjang hayat, yaitu upaya untuk terus mengembangkan diri dari waktu ke waktu. Pendidikan tidak hanya bersifat sementara akan tetapi harus dilakukan secara terus-menerus. Benar kata sementara ahli bahwa pendidikan itu adalah perubahan menuju posisi yang lebih baik. Keempat, menjawab kebutuhan nyata. Artinya apa yang dipelajari dalam konstelasi Jawa Barat harus menjawab kebutuhan ekonomi dan kesehatan walaupun ini juga memiliki kaitan dengan kebijakan lokal, nasional bahkan internasional. Hasil belajar harus bermanfaat untuk memperoleh ekonomi dan kesehatan yang lebih baik. Usaha dilakukan perorangan, akan tetapi pengelolaan pada lingkup yang lebih besar akan mempengaruhi usaha perorangan tadi. Kelima, pendidikan menggunakan semua sumber baik lokal atau kearifan lokal dan kecanggihan komunikasi dan informasi. Keenam, kemanfaatan hasil pendidikan untuk orang lain dan lingkungan.

Menjawab pemikiran peran nyata Pendidikan Luar Sekolah, ini telah diwacanakan oleh Direktur Jendral PNFI Kementerian Pendidikan Nasional RI mengenai pengembangan satuan belajar seperti halnya PKBM pada tiap kabupaten sebagai percontohan yang akan dilola oleh lulusan Jurusan PLS dan akan dilihat perkembangannya. Wacana ini nampaknya perlu terus dilanjutkan, mengingat selama ini pelaksanaan pendidikan termasuk pendidikan luar sekolah lebih cenderung bersifat sebagai pendidikan kejutan (Botkin) dimana hasilan pendidikan tidak memiliki kejelasan pada perubahan peran individu untuk meningkatkan posisi dalam kehidupan serta memberikan manfaat untuk lingkungan. Pendidikan juga harus bisa mengembangkan kemampuan ekploratif dari cara pemanfaatan lingkungan selama ini menjadi pengkreasi struktur baru lingkungan yang lebih makmur dan beradab.

Untuk memenuhi kebutuhan ketenagaan pendidikan luar sekolah ini telah ditetapkan sejumlah kompetensi sebagai fasilitator yang diharapkan mampu menjawab peran ketenagaan PLS ke depan melalui kemampuan:
  1. Menyusun rencana kerja.
  2. Melaksanakan pendataan (database).
  3. Melaksanakan identifikasi dan konsolidasi program.
  4. Membantu penyusunan program belajar.
  5. Membantu menyiapkan administrasi pelaksanaan program.
  6. Membantu menyiapkan sarana dan prasarana belajar.
  7. Melaksanakan pembelajaran sesuai kebutuhan peserta belajar
  8. Mengembangkan pembelajaran sesuai kearifan lokal dan kemajuan teknologi
  9. Melaksanakan pencatatan kemajuan belajar.
  10. Membantu mengatur pelaksanaan ujian.
  11. Membantu pengawasan/pengendalian program.
  12. Menyusun laporan.
  13. Memberikan saran-saran perbaikan program.
  14. Melaksanakan kerjasama dengan pihak lain yang relevan sesuai kebutuhan dalam pelaksanaan program.

Dalam upaya mewujudkan peran baru PLS, yang paling mendesak saat ini yaitu Pendidikan Luar Sekolah jangan lagi dilihat sebagai bagian terpisah dari pendidikan nasional. Karenanya himbauan Deklarasi Bonn (2009) sangat penting untuk segera diwujudkan dalam tampilan PLS. Pokok dari deklarasi itu, yaitu: pertama, dari sisi konsep: (1) memperhatikan kelompok miskin yang beresiko (2) pendidikan harus melahirkan tindakan dan perubahan (3) meperhatikan dampak dari perubahan pada perioritas, tanggungjawab dan kapasitas wilayah yang berbeda (4) mendorong keberdayaan (5) mendorong ekonomi dan sosial yang bekeadilan (6) pendidikan untuk bekelanjutan membutuhkan pendidikan untuk semua (7) membantu masyarakat untuk mencapai perioritas dalam kehidupannya(8) menjamin keadilan, kesamaan hak, toleransi, keberlanjutan da tanggungjawab (9) pendidikan berkelanjutan membutuhkan kreativitas dan pendekatan kritis, pemikiran jangka panjang, inovasi dan pemberdayaan terutama dalam menghadapi ketidakpastian dan rumitnya permasalahan (10)membutuhkan jalinan kerja semua kepentingan.

Kedua, dari sisi praktis, untuk menjamin keterlaksanaan konsep ini dibutuhkan(1) integarasi antara pendidikan sekolah, luar sekolah dan keluarga (2) melakukan perubahan kurikulum pendidikan guru sesuai dengan arahan pendidikan untuk semua (3) perlu asupan pengambil kebijakan dari dukungan strategi penelitian, monitoring dan evaluasi (4) mengembangan kemitraan untuk mendukung pendidikan yang bekelanjutan (5) menyertakan pemangku kepentingan terutama pemuda untuk merancang dan mengimplementasikan pendidikan berkelanjutan (6) meningkatkan peran serta dan komitmen pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan nyata (7) pemberian penghargaan pada berbagai sumbangan terutama dari keunggulan lokal pada pendidikan yang bekelanjutan (8) menghargai pada kesamaan gender dan keberperanan perempuan (9) mengembangkan pengetahuan melalui jaringan pendidikan untuk berkelanjutan (10) mendukung pengembangan keunggulan pengetahuan, penelitian dan pengembangan pengetahuan yang dilakukan perguruan tinggi (11) mengembangkan mekanisme untuk mengembangkan kelembagaan (12) mengemangkan keahlian (13) meningkatkan usaha dan pelatihan untuk mendukung pendidikan yang berkelanjutan.

Pelaksanaan pendidikan luar sekolah yang kolaboratif adalah jawaban pada kinerja pendidikan di Jawa Barat, sesuai dengan kapasitasnya harus mampu memfasilitasi semua bentuk dan jenjang pendidikan dengan kebutuhan pengembangan sumber daya di Jawa Barat, dan mulai meninggalkan ego sektoral, karena hanya dengan itu pendidikan Jawa Barat bisa ditingkatkan. misalnya, sekaitan dengan harapan besar pada pendidikan yang berkelanjutan, sempat dilontarkan keinginan untuk memberikan pendidikan khusus pada kelompok marginal oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa mengenai penyiapan pelatihan untuk calon tenaga kerja Indonesia yang akan doiberangkatkan ke Timur Tengah. Upaya ini telah dilakukan Jurusan PLS UPI dengan Jurusan Bahasa Arab dan Jurusan PKK untuk mengembangkan pola pelatihan. Rintisan ini boleh jadi merupakan tanggapan langsung pada akselerasi pendidikan melalui pendidikan luar sekolah yang dari waktu ke waktu membutuhkan pengelolaan yang lebih sistematis, terpadu, berkelanjutan dan profesional.

Menjawab akselerasi pendidikan untuk masyarakat Jawa Barat, harus dimulai dengan usaha berkelanjutan menunjukan hasil pendidikan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menghasilkan lulusan yang siap untuk belajar berkelanjutan, menunjukkan kecanggihan sebagai warga negara dan mampu meningkatkan mutu lingkungan.

BAB IV
ANGGARAN PENDIDIKAN DI DAERAH JAWA BARAT
ANGGARAN PENDIDIKAN JAWA BARAT
Secara nominal, pendapatan daerah pada tahun 2009 sebesar Rp. 6,951,984,436,000.00 dari total APBD Jabar 2009 ialah Rp 8,2 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 10.05% dari pendapatan tahun sebelumnya. Sedangkan secara real pendapatan daerah tahun 2009 sebesar Rp. 6,469,971,555,141.93 atau mengalami kenaikan dari pendapatan real tahun 2008 sebesar 13,8% dengan tingkat inflasi sebesar 7,45%. Ada perbedaan kenaikan pendapatan daerah baik secara nominal maupun secara real.

Pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 1,64 Triliun(20,69% dari total APBD) sesuai dengan janji gubernur yang terpilih. Menurut Ani Rukmini, anggota Panggar DPRD Jawa Barat, Anggaran pendidikan ini tersebar di beberapa sektor,tidak hanya sektor pendidikan. Belanja langsung(di Dinas Pendidikan) sebesar 465,2 M; Belanja tidak langsung( di Pos Bantuan Keuangan Kepada Kab/Kota/masyarakat) sebesar 1,006 T; ditambah insentif guru madrasah diniyah sebesar 12 M, dan tunjangan serta gaji sebesar 168,76 M yang ada di Yansos. Salah satu program inovasi terbaru yang diluncurkan oleh Pemerintahan Provinsi Jawa Barat saat ini adalah BOS SMA. Kebijakan ini cukup bagus, artinya Pemrov. Jabar mulai berbenah diri untuk semakin meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat. Akan tetapi, program ini harus terus diawasi dan dievaluasi karena jangan sampai dana yang begitu besar terbuang sia-sia. Naiknya anggaran pendidikan harus berbanding lurus dengan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di Jawa Barat. Selain itu perlu ditingkatkan juga sinergitas antara Gubernur dengan Bupati/Walikota karena kewenangan Gubernur dalam pendidikan terbatas. Pada tahun 2009, belanja pendidikan paling besar ditujukan untuk belanja infrastruktur yaitu sebesar Rp. 309,758,716,000.00 (66,57%). Jika dilihat pada prioritas program di RKPD lebih banyak ditujukan untuk penambahan ruang kelas, serta sarana dan prasarana sekolah.

Peningkatan infrastruktur dasar dalam langkah awal pembangunan sudah cukup bagus sebagai modal awal. Akan tetapi lebih baik jika setelah itu ditingkatkan akses masyarakat. Karena akan sangat percuma jika infrastruktur tersebut masih sulit di akses masyarakat. Jawa Barat adalah provinsi terbesar. masih banyak wilayah urban yang masih sedikit infrastrukutrnya. Kemudian setelah itu baru untuk peningkatan mutu.

Adapun merujuk pada informasi tambahan pada tahun setelahnya yakni tahun 2010 dimana Total Anggaran Pendidikan Di Jabar adalah sebesar 5,7 T. Lalu Pemrov Jabar mengalokasikan dana 20% pada APBD Provinsi tahun anggaran 2010, senilai Rp. 1,9 trilyun dari total APBD Provinsi sebesar Rp.9,5 trilyun. Adapun total anggaran pendidikan di Jawa Barat pada tahun 2010 mencapai Rp. 5,7 trilyun, dengan sumber pembiayaan berasal dari dana APBN sebesar Rp. 3,8 trilyun dan dari APBD Provinsi sebesar Rp. 1,9 trilyun.

Sejalan dengan fokus pemerintah terhadap sektor pendidikan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan pendidikan non formal dan informal sebagaimana tertuang dalam dokumen perencanaan daerah yaitu rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD), rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD), rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) dan secara operasional telah ditetapkan rencana strategis (Renstra) Dinas Pendidikan. Adapun kebijakan pendidikan non formal dan informal di Jawa Barat, meliputi:
1. Program Pendidikan Keaksaraan
Pada tahun 2008 jumlah penduduk Barat usia 15 tahun ke atas yang masih buta aksara tercatat 3,51%, diharapkan pada akhir tahun 2009 Jawa Barat bebas buta aksara melalui kegiatan keaksaraan fungsional yang didukung anggaran bersumber dari APBN sebesar Rp. 58 milyar dan APBD sebesar Rp. 74 milyar. Kemudian, pada tahun 2010 telah dianggarkan dari APBN sebesar Rp. 8 milyar untuk kegiatan Keaksaraan Pemberdayaan, Keaksaraan Komunitas Khusus serta Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) dan anggaran dari APBD sebesar Rp. 4 milyar untuk penyelenggaraan Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM), Penguatan Taman Bacaan Masyarakat dan bantuan Peringatan Hari Aksara Internasional.

2. Program Pendidikan Kesetaraan
Jumlah sasaran program kesetaraan di Jawa Barat masih cukup signifikan. Jumlah drop out SD tercatat 4.315 orang, drop out SLTP tercatat 7.988 orang dan jumlah drop out SLTA tercatat 2.848 orang. Untuk itu, pada tahun 2010 akan tetap diselenggarakan program kelompok belajar paket A, B dan C, dengan dukungan dana bersumber dari APBN sebesar Rp. 31 milyar dan APBD sebesar Rp. 33 milyar, khusus untuk APBD terdapat peningkatan dari 2009 tahun yang hanya Rp.12 milyar.

3. Program Pendidikan Kecakapan Hidup
Memiliki tujuan memberikan layanan agar masyarakat dapat hidup mandiri, dapat menolong dirinya sendiri (to help people to help them selfs). Kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi Kursus Wirausaha Perkotaan (KWK), Kursus Wirausaha Pedesaan (KWD), PKH-SMK/Politeknik, PKH-Kepemudaan seperti Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP), Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan ( SP-3), dan Lembaga Kewirausahaan Pemuda (LKP). Anggaran yang sudah tersedia untuk program PKH (Pendidikan Kecakapan Hidup) sampai saat ini yang bersumber dari APBN sebesar Rp. 18 milyar dan APBD provinsi sebesar Rp. 7,2 milyar, untuk APBD terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya Rp. 4 milyar.

4. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Berdasarkan data dinas pendidikan provinsi Jawa Barat bahwa jumlah anak usia 0-6 tahun tercatat 4,5 juta anak, jumlah anak yang terlayani PAUD formal maupun non formal sampai dengan akhir Desember 2009 tercatat 2 juta anak atau sekitar 45%, tahun 2010 ini diharapkan terlayani 2,5 juta anak (56 %) dan pada tahun 2015 nanti diharapkan mencapai angka 75 % anak usia dini dapat terlayani PAUD sesuai dengan harapan Deklarasi Dakar. Untuk anggaran 2010 telah dialokasikan anggaran bersumber dari APBN dan bantuan luar negeri sebesar Rp. 22 milyar dan APBD provinsi sebesar Rp. 16,5 milyar, secara khusus untuk anggaran PAUD APBD Provinsi terdapat peningkatan signifikan pada tahun 2010 dibandingkan dengan anggaran PAUD tahun 2009 yang hanya sebesar Rp. 4 milyar, peningkatan anggaran APBD tersebut tentunya wujud sebuah komitmen dari pemerintah provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan layanan dan kualitas pendidikan nonformal dan informal khususnya PAUD, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang telah ditetapkan yaitu mewujudkan sumber daya manusia Jawa Barat yang produktif dan berdaya saing.

Pada pengambaran alokasi anggaran dibidang pendidikan provinsi Jawa Barat tersebut tentu memiliki beberapa permasalahan yang mengendala, diantara beberapa kendala tersebut adalah sebagai berikut. Kondisi pendidikan jawa barat kini mulai melakukan pembenahan dan perbaikan hal ini bisa kita lihat bahwa pemerintah provinsi telah memiliki keinginan untuk melakukan perubahan,hal ini di buktikan dengan anggaran pendidikan 20,69% dari APBD walaupun biaya tidak langsungnya pun masih besar. dana yang di punyai pemerintah provinsi juga cukup besar yaitu sekitar 1,64 triliun,akan tetapi ada kendala dalam hal ini, yakni kewenangan gubernur sangat terbatas,karena menurut PP no 38 menjelaskan bahwa kewenangan gubernur pada wilayah pendidikan hanya meliputi sekolah bertaraf internasional, sekolah berstandar nasional,sekolah luar biasa dan perguruan tinggi. Hal ini akan menjadi kendala ketika program prioritas gubernur seperti yang tercantum dalam RPJMD adalah peningkatan RLS ( rata-rata lama sekolah ) dan Peningkatan AMH ( angka melek huruf ) akan di lakukan, sedangkan untuk melakukan program prioritas itu semua kewenangannya berada di tangan bupati dan walikota,kendatipun dalam anggaran pendidikan 60% di pergunakan untuk pemebenahan infrastruktur tapi gubernur tidak mempunyai kewenangan untuk membangun sekolah dasar yang roboh misalnya, karena menurut PP 38 gubernur tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan hal itu. Untuk itu ,harus ada langkah untuk bisa merealisasikan kebijakan yang telah di buat di tengah keterbatasan kewenangan yang ada.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa data yang di dapat kita bisa melihat beberapa hal terkait dengan wajah pendidikan jawa barat di lihat dari kacamata anggaran:
  1. Bahwa pemerintah jawa barat memilki kebijakan untuk melakukan pemebenahan pada sektor pendidikan dengan mengalokasikan anggaran 20,6 % di APBD 2009
  2. Dana yang di miliki oleh pemerintah provinsi cukup banyak,sebelum terjadi APBD perubahan nominal anggaran pendidikan jawa barat sekitar 1,66 triliun.
  3. Kendatipun kebijakan telah ada dan dana pun banyak tapi pemerintah provinsi tidak memiliki kewenangan penuh untuk merealisasikan program prioritas pada bidang pendidikan jawa barat yaitu : peningktan RLS dan AMH.
Dari kondisi di atas ada beberapa hal yang mungkin bisa di lakukan oleh pemerintah provinsi jawa barat, diantaranya adalah perlunya di buat common goal untuk masalah pendidikan dengan para kepala daerah KO/KAB di jawa barat,selanjutnya sesuai dengan Undang-Undang no 32 tahun 2004 pasal 186 gubernur mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi APBD kota / kabupaten, dari celah inilah gubernur bisa untuk tidak mengesahkan APBD kota/kabupaten, jika dalam APBD kota/ kabupaten tidak tercantum program-program kerja yang menjadi prioritas agenda pemerintah provinsi jawa barat khususnya pada bidang pendidikan.

B. SARAN
Proses pengalokasian anggaran perlu lebih meningkatkan dijalankannya prinsip-prinsip good governance yaitu partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi hukum, transparansi, peduli pada stakeholders, berorientasi pada konsesnsus, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas dan visi strategis.
Implementasi kebijakan yang berkaitan dengan anggaran pendidikan hendaknya mengarah pada sejauh mana sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan untuk mencapai hasil tertentu yang telah ditetapkan : yaitu berkaitan dengan akuntabilitas praktek; menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik; mempertimbangkan rasa keadilan; menunjukkan pemihakan pada kelompok berpendapatan rendah dan mempersempit kesenjangan.
Alokasi anggaran lebih besar perlu diberikan untuk program pendidikan dasar dengan alokasi anggaran diprioritaskan pada : (1) Peningkatan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan; (2) Pemenuhan kekurangan guru baik segi kuantitas maupun kualitasnya pada setiap daerah, khususnya daerah-daerah terpencil; (3) Peningkatan profesionalisme guru maupun tenaga kependidikan maupun profesionalisme pengelolaan pendidikan; (4) Pemanfaatan media teknologi modern pada fungsi pendidikan; (5) Pemberian bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah atau miskin terutama yang berada di desa-desa tertinggal. Secara lebih spesifik adalah anak-anak petani, nelayan, dan buruh
Perlu dilakukan terobosan-terobosan untuk menghilangkan angka buta huruf di kalangan penduduk melalui suatu gerakan yang melibatkan partisipasi masyarakat secara total dan signifikan. Pola seperti ini perlu diterapkan pada tingkat yang lebih besar pada level provinsi
Peningkatan relevansi pendidikan perlu dikaitkan dengan tiga hal : pertama, falsafah yang melandasi masyarakat Jawa Barat yaitu falsafah silih asuh, silih asih, dan silih asah. Kedua, potensi religiusitas masyarakat berkontribusi pada usaha keras dalam mencerdaskan dirinya dan berkompetensi untuk mendapatkan ilmu pengetahauan. Ketiga, tersedianya dunia industri dan dunia usaha yang bisa mendukung kegiatan pembangunan pendidikan di Jawa Barat.

DAFTAR PUSTAKA
http://ayiolim.wordpress.com/2011/03/17/memenuhi-harapan-peningkatan-pendidikan-jawa-barat-dalam-kerangka-pendidikan-untuk-keberlanjutan/
http://eljundi.wordpress.com/2009/09/06/kebijakan-pendidikan-jawa-barat/
http://harjokosangganagara.blogspot.com/2011/09/implementasi-kebijakan-alokasi-anggaran.html
http://www.bandung.go.id/?fa=dilemtek.detail&id=9
http://www.pks-jabar.org/ci_dpw/index.php/home/berita/page/167
TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI JAWA BARAT M ARAFAT IMAM G TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DI JAWA BARAT M ARAFAT IMAM G Reviewed by Santana Primaraya on 8:53:00 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.