Esei: Islam, Pluralisme dan Multikultural di Era Globalisasi, Karya: M. Syafi’i Anwar


Islam Mazhab Tengah, Persembahan 70 Tahun Tarmizi Taher
Editor Hery Sucipto
Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu, 2007, Jakarta

Islam, Pluralisme dan Multikultural di Era Globalisasi
M. Syafi’i Anwar
(Direktur Eksekutif ICIP (International Center for Islam and Pluralism). Mendapatkan gelar doktor dalam sejarah dan sosiologi politik Islam dari The University of Melbourne, Australia).
Hal 95-96
Prof. Khaled Abu Fadl, seorang pakar hukum Islam dan cendikiawan Muslim asal Kuwait yang kini mengajar di Universitas California, AS, dalam karyanya The Place of Tolerance in Islam menulis bahwa saat ini terdapat banyak kalangan kelompok Islam garis keras yang selalu menawarkan seperangkat referensi tekstual untuk mendukung orientasi teologis yang intoleran dan tindakan-tindakan eksklusif.
Menurut Abu Fadl, mereka umumnya membaca ayat-ayat Al-Quran secara literal dan a-historis, dan karena itu hasilnya pun akan sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang eksklusif pula. Mereka menafsirkan Quran tanpa mempertimbangkan konteks sejarah dan sosiologisnya. Cara ini akan mengakibatkan mereka sering melupakan inti pokok dan maksud sebenarnya dari ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Quran itu sendiri.  Selain itu, cara penafsiran seperti itu sering membuat para penafsirnya  tidak dapat menangkap misi sesungguhnya bimbingan nilai-nilai etika dan moral untuk manusia.
Selanjutnya, cara penafsiran seperti itu juga mengarah pada tindakan-tindakan simbolik yang mendorong ke arah munculnya sikap pembedaan yang keras dan kaku antara kelompok muslim dan non-Muslim. Mereka memuat demarkasi  dengan penegasan konsep “kaum muslimin” dan “kaum kafir”, dan perlunya menaris garis yang tegas tentang “Dar al-Islam” (Rumah Islam) dan “Dar al-Harb” (rumah musuh).
Pemahaman seperti ini didasarkan pada monopoli terhadap klaim kebenaran yang menegaskan kebenaran yang lain. Namun, sebagaimana ditegaskan pakar politik Islam terkenal Abdul Azis Sachedina, tafsir yang liberal dan eksklusif seperti itu pada dasarnya tidak  mempunyai basis dalam Al-Quran, tetapi banyak digunakan penguasa maupun elit agama untuk menjustifikasi tujuan politisnya. Dan tentu saja seringkali digunakan untuk melakukan kekerasan terhadap “the others” atas nama Islam.

Hal 102
Meskipun Islam merupakan agama kaum mayoritas, para Bapak Bangsa (founding father) Republik Indonesia tidak pernah mendeklarasikan bahwa Indonesia adalah “Negara Islam”.
Sebagai sebuah negara-bangsa, Indonesia berada dalam bingkai NKRI, yang berlandaskan Pancasila. Sila pertama adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang menurut almarhum Ki Bagus Hadikusumo, tokoh Muhammadiyah yang juga salah seorang pendiri republik ini, adalah pencerminan sikap tauhid yang menjadi payung bagi keempat sila lainnya.
Hal 102-103
Dan bilamana kita menengok sejarah ke belakang, Islam datang ke Indonesia sekitar abad ke-13, disebarkan oleh para juru dakwah, wali dan juga pedagang. Melalui kerja keras dan perjuangan yang penuh kearifan, Islam akhirnya bisa berkembang pesat ke seluruh penjuru Nusantara. Akhirnya, Islam menjadi agama mayoritas, dan mengeser dominasi Hindu dan Budha. Khusus ditanah Jawa, Islam berkembang pesat melalui dakwah “Sembilan Wali” (Wali songo), yang sangat pintar dan arif dalam berdakwah. Mereka mengembangkan dakwah didasarkan pada Islam yang inklusif, penuh kearifan dan menghargai keyakinan dan menghargai keyakinan kelompok atau agama lain. Rahasia sukses mereka adalah berdakwah dengan mencontoh metode yang dikembangkan oleh Rasullullah Saw, yakni secara arif/bijaksana (bil hikmah) dengan keteladanan yang baik (wal mau’idzatun hasanah), dan dengan berdiskusi atau berdialog secara baik pula (wajadilhum billati hiya ahsan).

Hal 103
Esei: Islam, Pluralisme dan Multikultural di Era Globalisasi, Karya: M. Syafi’i Anwar Esei: Islam, Pluralisme dan Multikultural di Era Globalisasi, Karya: M. Syafi’i Anwar Reviewed by Santana Primaraya on 1:13:00 AM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.